Taman hiburan terlihat ramai di malam Minggu.
Hampir separuh penduduk kota berkumpul untuk menonton pertunjukan dan berbagai macam atraksi.
Tara dan Maya tertawa senang saat melihat ekspresi wajah Sania yang asyik bermain mandi bola dengan beberapa bocah kecil seusianya.
Tanpa di sengaja mata Tara melihat ke arah lain. Sepintas bayangan Roy berkelebat di pandangan matanya.
"May, ku tinggal sebentar ya. Mau beli minuman. Titip Sania, oke!" ucapnya bergegas meninggalkan Maya yang mengangguk bingung, melihat sikap Tara yang terlihat buru-buru.
Langkah kaki Tara semakin lebar dan cepat mengejar bayangan seorang pria yang berjalan sambil memegang gulali dan popcorn ditangannya.
Hingga sampai di arena permainan Roller coaster, pria itu terlihat celingukan ke kanan dan ke kiri, seakan sedang mencari sesuatu.
Tak lama seorang perempuan setengah baya terlihat melambaikan tangan ke arahnya. Perempuan itu terlihat biasa saja.
Pria yang Tara pikir adalah Roy, bergegas menghampiri perempuan itu sambil menyerahkan popcorn dan gulali ditangannya.
Ujung mata Tara menyipit, mencoba untuk memperjelas apakah pria itu adalah Roy, suaminya.
Mendadak pria itu memutar badannya berbalik ke suatu arah, kala seorang anak lelaki kecil datang sambil berlari memeluknya. Wajah pria itu pun terlihat jelas dan nyata.
"Ternyata dia bukan Roy!" rutuk Tara dalam hati mengumpat dirinya sendiri yang terlihat bodoh.
Tara menepuk jidatnya keras.
"Dasar otak ku mulai tak waras!" keluh Tara menyesali kelakuannya barusan.
Semua pria terlihat menakutkan baginya. Roy bagai momok yang menghantui.
Tara menghembuskan nafasnya kuat. Ada sedikit perasaan lega. Karna apa yang ia pikir, tidak menjadi kenyataan.
Setelah menenangkan hatinya yang nyaris galau, ia buru-buru kembali ke tempat Maya dan Sania yang sedari tadi ia tinggal kan.
Tara tak sadar ada sepasang mata milik seorang perempuan memperhatikan sikapnya sedari tadi, dengan sorot mata yang tajam.
Pukul sembilan malam.
Tara mengajak Maya dan Sania yang masih asyik bermain untuk pulang.
Sepanjang perjalanan pulang, Tara dan Maya banyak tertawa dengan celoteh Sania yang terlihat sangat gembira.
Setibanya didepan rumah, langkah Tara terhenti saat menemukan sosok Roy yang telah duduk di teras depan dengan wajah terlihat garang.
"Habis dari mana kamu?" Matanya seolah menyelidik memperhatikan Tara dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Sania yang berada dalam gendongan Tara terlihat sudah mengantuk sedari tadi. Bergegas ia membuka pintu rumah dan melangkah masuk tanpa memperdulikan Roy suaminya.
Roy mengikuti langkah kaki Tara masuk ke dalam rumah dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruang tamu, sambil menggerutu.
"Dasar perempuan sombong!" katanya sebal.
Tara hanya diam acuh tak acuh, mendengar perkataan Roy yang mengumpatnya.
Sania sudah tertidur lelap saat Tara selesai mengganti pakaiannya dengan baju tidur.
"Banyak uang kamu sekarang, heh!" Tiba tiba Roy sudah berdiri di ambang pintu kamar, sambil bersandar ke tiang pintu.
Roy menatap istri nya tajam. Sorot matanya terlihat tak senang saat melihat Tara yang hanya diam tak menjawab.
"Kerja apa kamu sekarang?" tanya Roy.
Tara bersikap pura-pura tak mendengar pertanyaan Roy.
Ia segera naik ke atas tempat tidur dan membaringkan tubuhnya yang terasa lelah hari ini.
"Bisa apa emangnya kamu, paling jadi pelayan lagi!" ejek Roy sambil mencibir.
Roy terlihat kesal melihat sikap Tara yang tetap diam seribu bahasa.
Tara tak peduli, ia menarik selimut menutupi tubuhnya dan berbalik membelakangi suaminya. Roy makin kesal melihat sikap Tara. Ia pun melangkah ke dekat tempat tidur dan menarik selimut penutup tubuh Tara dengan kasar.
"Harusnya kamu bersyukur. Aku masih peduli pada mu walau sedikit!" nada bicara Roy terdengar marah.
Hati Tara terasa perih mendengar perkataannya.
Ia coba bersabar menahan kemarahan yang seketika memenuhi dadanya.
"Aku tak butuh sikap peduli mu!" jawab Tara ketus.
Roy terlihat makin kesal dan brutal. Ia menarik lengan Tara dengan kasar dan memaksa Tara agar berbalik menghadap ke arahnya.
"Ingat, aku ini masih suami mu. Ayah bagi Sania!" Roy tersenyum menyeringai sinis ke arah Tara.
Perasaan benci dan jijik bercampur aduk menjadi satu membuat emosi Tara terpancing seketika.
"Mungkin aku harus mengurus surat cerai secepatnya, agar tak perlu minta izin padamu!" tanpa pikir panjang Tara bicara seenaknya.
Roy terkejut, seketika wajahnya berubah pucat pasi ketika mendengar kata-kata yang terlontarkan dari bibir istri yang tak dicintainya itu.
"Cerai katamu?" tanya Roy seolah tak yakin dengan apa yang ia dengar barusan.
"Hahaha...!" Roy tertawa mengejek.
Ia menganggap itu hanya gertakan Tara semata.
"Apa kamu pikir, aku akan melepaskan mu dengan begitu mudah?" pandangan mata Roy berubah garang menatap Tara marah.
Darah Tara terkesiap, melihat ekspresi Roy yang berubah menakutkan.
"Coba saja, aku akan membawa Sania kabur. hingga kau tak bisa melihat Sania selamanya!" Roy balas mengancam Tara.
Tara terhenyak dari tempat tidur menatap Roy nyalang.
"Kamu benar-benar jahat!" teriak Tara sambil melempar bantal ke arah Roy.
Roy hanya tertawa sinis mengelak dari lemparan bantal.
Tak puas dengan semua itu, Tara bangkit dari tempat tidur dan memukuli dada Roy berulang kali seraya menjerit histeris.
Roy mendorong keras tubuh istrinya hingga jatuh di lantai.
"Dasar perempuan gila!" teriaknya marah.
Tara yang sudah lepas kendali mendengus kesal, mencoba menahan amarah. Nafasnya jadi tak beraturan, dadanya terasa sesak.
"Jangan coba-coba mengancam ku Mas Roy. Aku bisa lebih gila dari yang kamu katakan!" Tara balas mengancam Roy.
Roy terdiam, ia memandang wajah istrinya agak lama. Tatap matanya yang garang perlahan berubah sendu.
"Aku tak ingin mencari masalah denganmu. Terserah kau mau berbuat apa, Tapi aku takkan pernah bercerai denganmu!" ucap Roy sambil menghembuskan nafasnya berat.
Kebencian Tara pada Roy kian menjadi. Roy benar-benar jahat. Ia seolah ingin membuat Tara tersiksa seumur hidup. Bagaimana mungkin Tara bisa bertahan hidup dengan Roy yang tak pernah mencintainya.
Selama ini ia menikahi Tara untuk apa? Jika ia tak mencintainya untuk apa ia mempertahankan Tara? Padahal selama ini, sikap Roy tak sedikitpun terlihat menyayangi Sania anak kandungnya sendiri.
Sedari dulu, Tara mempertahankan rumah tangga ini hanya demi Sania. Tara pikir lambat laun sikap Roy akan berubah. Namun yang terjadi malah semakin parah.
"Apa alasanmu mempertahankan ku heh?" Wajah Tara terlihat tegang saat bertanya pada Roy.
Roy suaminya hanya tersenyum sinis.
"Kamu dan Sania adalah harta berhargaku!" jawab Roy menyeringai.
"WHAT'S? Hahaha...!" Tara tertawa terbahak-bahak mencemooh jawaban suaminya.
Andai dulu ia mendengar kalimat seperti itu, mungkin jiwanya terasa terbang ke surga dan Roy akan Tara beri hadiah ciuman dan pelukan. Namun, kali ini kalimat itu terasa aneh. Tara tau, seperti ada maksud tersembunyi dibalik kata-kata nya.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan hah...?" tanya Tara kembali setelah puas mentertawakan jawaban Roy yang terasa konyol.
Roy ikut tertawa terkekeh-kekeh. Dia hanya mengangkat bahu dan beranjak pergi meninggalkan Tara yang jadi penasaran.
Ada perasaan curiga yang timbul dalam hatinya. Tara merasa aneh dengan kalimat yang terakhir kali di ucapkan Roy itu.
"Jika Aku dan Sania sangat berharga, mengapa sikapnya begitu buruk pada Sania dan Aku?" pikir Tara dalam hati.
Tara tak kan percaya dengan mulut busuk Roy. Itu bukan rayuan, tapi ada maksud tertentu di balik perkataannya. Matanya jadi sulit untuk terpejam, memikirkan makna dari kata-kata Roy.
Siang hari, suasana cafe terlihat sepi.
Tara merasa agak lelah disebabkan semalaman begadang, tak bisa tidur karna mengingat perkataan Roy.
Tara memandangi pintu masuk resto, berharap banyak pelanggan yang datang berkunjung.
Syukurlah masih ada satu hingga tiga orang yang mampir.
"Tumben, hari ini sepi banget." celoteh salah seorang pelayan bicara pada temannya sesama pelayan resto.
"Iya ya, mungkin karna ini hari libur. Banyak penduduk kota yang pergi liburan keluar kota!" jawab temannya itu.
Tara hanya terdiam, memandangi mereka yang sedang ngobrol bareng. Mungkin karna sepi, mereka jadi bingung tak tau apa yang dikerjakan.
"Silahkan masuk tuan!" kata seorang pelayan mempersilahkan pengunjung yang baru datang untuk masuk.
Tara sedikit senang mendengarnya, lalu berbalik hendak menyambut pengunjung yang baru datang.
Seketika wajahnya tertegun melihat siapa yang datang.
Sosok Arya terlihat datang bersama seorang anak lelaki kecil yang kemarin pernah mampir ke resto bersama Dokter Adrian Kusuma.
Anak itu Marvel. Anak lelaki yang wajahnya agak mirip Roy, dan Tara curigai siapa ayah kandungnya.
Tara ingin menyembunyikan tubuhnya agar tak terlihat oleh mereka. Sayangnya Marvel telah terlebih dahulu melihat Tara.
"Tante!" teriak Marvel memanggil seraya berlari mengejar.
Tara memukul jidatnya pelan.
"Dasar bocah!" sesalnya dalam hati.
Tara pun berbalik dan mencoba tersenyum pada Marvel.
"Hai Marvel!" tegur Tara berpura-pura tak melihat Arya.
Marvel terlihat senang.
Sedangkan Arya yang melihat Tara ada di resto itu jadi terkejut.
"Tara, kamu kerja disini?" Mata Arya mendelik tak percaya bisa bertemu dengan wanita pujaan hatinya.
Sorot mata Arya tampak berbinar-binar penuh kerinduan.
Tara langsung berpaling kearah beberapa pelayan yang terlihat jadi kasak kusuk tak menentu.
Tara mengedipkan mata pada mereka dan memberi isyarat dengan mengibaskan tangan agar mereka menjauh. Ia tak mau jadi biang gosip di antara mereka.
Mereka mengerti dan menjaga jarak menjauhi Bos kedua di resto itu.
Marvel menarik tangan Arya agar mendekat ke tempat Tara berada.
"Paman, ini Tante baik hati yang Marvel ceritakan kemarin." kata Marvel senang.
Arya tersenyum manis sambil mengerling ke arah Tara.
"Oh ya? Ini teman paman lho..., namanya Tante Tara!" jawab Arya mengedipkan mata nya.
Tara menarik sebelah bibirnya keatas.
"Dasar genit!" umpat Tara dalam hati melihat sikap Arya yang kegatalan.
Marvel melongo mendengar perkataan Arya. Ekspresi wajahnya terlihat lucu. Ia membulatkan bibirnya, seraya memandang Tara dan wajah Arya bergantian.
"Marvel mau gak, kalau Tante Tara jadi Tante nya Marvel?" Kata Arya setengah berbisik pada Marvel.
Sejenak Marvel menatap Arya, wajahnya seketika berubah masam. Kemudian Marvel menggelengkan kepalanya pelan.
Mata Arya melotot heran pada Marvel. Wajah Arya terlihat cemberut dengan dahi berkerut heran melihat sikap Marvel.
"Kok gitu? Kenapa?" tanya Arya agak kesal.
Tiba tiba Marvel terlihat hendak menangis.
"Gak mau, Marvel mau nya Tante Tara jadi mama Marvel!" mendadak Marvel menjerit dan menangis keras membuat para pelayan dari kejauhan memandang serentak ke arah mereka.
Tara yang tak mendengar pembicaraan mereka jadi bingung melihat sikap Marvel. Matanya mendelik pada Arya.
"Kamu ini, bisa nya cuma bikin anak kecil nangis!" gerutu Tara kesal pada Arya.
Arya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil cengengesan.
Perlahan Tara mendekati Marvel dan memeluknya penuh kasih sayang.
"Cup, cup... Marvel sayang, kenapa nangis?" Tara mencoba membujuknya.
Tangis Marvel langsung hilang seketika.
"Paman Arya jahat!" jawabnya polos dan lugu.
Mata Arya melotot sambil menaruh jari telunjuk di bibirnya. Ada malu yang tersirat di wajah tampannya.
Tara tersenyum tertahan mentertawakan sikap Arya yang sedikit ke kanak-kanakan.
"Bilang apa sih kamu sama Marvel?" selidik Tara penasaran.
Wajah Arya berubah merah. Arya mengangkat bahunya.
"Gak bilang apa-apa!" katanya berlagak pilon.
"Paman Arya bohong, pokoknya Marvel gak mau!" jerit Marvel.
Arya jadi salah tingkah, kebingungan melihat sikap Marvel yang tiba-tiba mengamuk setelah mendengar bisikannya tadi.
"Gak mau apa sayang?" tanya Tara lagi pada Marvel.
Marvel memandang Tara dengan wajah memelas.
"Marvel gak mau, Tante menikah sama Paman Arya!" ucapnya sedih.
Mata Tara mendelik memelototi Arya yang hanya senyum cengengesan.
"Tante gak akan menikah dengan Paman Arya." jawab Tara lembut.
Tara pikir itu cukup untuk menenangkan hati Marvel. Benar saja, Anak kecil itu tersenyum senang dengan jawaban Tara.
"Marvel maunya, Tante jadi mamanya Marvel!" ucap Marvel lagi.
Arya tersentak kaget mendengar ucapan Marvel. Arya tak menyangka Marvel bicara seperti itu.
"Emangnya Papa Marvel siapa?" tanya Tara curiga pada Marvel.
Seolah mengerti arah maksud pertanyaan Tara, Arya buru-buru menggendong Marvel dan menjauhkan nya dari Tara.
"Marvel katanya mau makan yang enak-enak? Yuk... Kita pesan makanan yang Marvel suka." kata Arya sambil bergegas menuju sebuah meja meninggalkan Tara yang terdiam.
Tara merasa aneh dengan sikap Arya. Kecurigaannya semakin besar.
Apakah dugaan Tara benar? Apakah anak lelaki itu anak Roy suaminya? ataukah Marvel anak kandung Arya?
.
.
.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
wah siapa dia
2024-12-06
1
💫0m@~ga0eL🔱
88 bab /Tongue//Joyful//Joyful//Joyful/
2024-11-16
0
💫0m@~ga0eL🔱
mau nya surga dunia dia yg punya /Joyful/
2024-11-16
0