Siang teramat panas.
Langkah kaki Tara terasa berat saat menyusuri jalan trotoar di kotanya. Empat hari sudah Roy meninggalkannya pergi ke luar kota. Kepergian Roy sama sekali tak membuatnya pusing. Karna ini bukan yang pertama kali baginya untuk ditinggal pergi oleh Roy. Yang menjadi beban pikirannya saat ini, bagaimana caranya ia bisa mendapatkan pekerjaan baru setelah dipecat dari resto oleh Pak Iwan.
"Aku harus dapat pekerjaan, demi kelangsungan hidupku dan anakku Sania." Tekad Tara bersemangat dalam hati.
Sudah dua kantor, empat toko, dan tiga resto yang ia datangi. Mereka semua menolak mempekerjakannya, tidak ada lowongan. Map yang sedari tadi ia pegang ditangannya mulai terasa lepek. Karna sekian lama tersentuh oleh tangannya yang keringatan.
"Ah...!" Tara sedikit meringis.
Langkahnya sejenak terhenti. Meraba pergelangan kakinya yang terasa sakit dan memerah. Sepatu hak tinggi yang ia kenakan terasa tak nyaman. Sedikit menjinjit, Tara berjalan menuju sebuah bangku yang tersedia di trotoar untuk para pejalan kaki. Ia duduk sambil memijit kakinya yang terasa sakit dan pegal, karna sekian lama berjalan.
"Mungkin Aku harus duduk sejenak, beristirahat disini untuk melepaskan lelah." Pikir Tara dalam hati.
Tapi sepertinya, tidak begitu.
Sebuah mobil sedan silver berhenti tepat di depannya. Tara langsung mengenali mobil itu, tanpa menunggu kaca mobil terbuka.
"Arya!" Gumamnya dalam hati.
Raut wajah tampan yang penuh senyuman terlihat saat kaca depan mobil terbuka. Arya melambaikan tangannya pada Tara dari balik stir dan memberi isyarat untuk masuk ke mobil nya.
Tanpa pikir panjang, Tara langsung naik ke atas mobil dan duduk disamping Arya. Mobil Arya pun melaju perlahan saat pintu mobilnya ditutup Tara.
"Heran, kok kamu bisa tau. Aku duduk disitu?" Tanya Tara menatap Arya curiga.
Tara heran, setiap kali dirinya kesusahan, Arya selalu hadir tiba-tiba. Seakan Arya memata matai gerak gerik Tara setiap saat.
Arya tersenyum, sekilas melirik ke arah Tara dan mengedipkan matanya.
"Aku kan punya Cctv." Jawabnya enteng.
"Gak lucu, aku tau kok. Kamu suka mata matai aku. Hampir tiap hari aku lihat mobilmu parkir dekat halte area rumahku." Tukas Tara mencibir.
Arya tertawa lebar. "Ampun deh, aku ketauan !"
Tara menyunggingkan senyuman sinis, meledek gayanya.
"Apa kamu gak ada kerjaan? Tiap hari cuma menggoda istri orang?" Ucap Tara tanpa basa basi.
Arya menarik nafas berat dan menghembuskan nya pelan.
"Kamu tu belum ngerasain apa yang kurasakan Tara." Ucapnya sambil tetap fokus mengendarai mobil.
"Ngerasain apa?" Tanya Tara berlagak bodoh.
Lagi-lagi Arya menarik nafas dan menghembuskan nya di hidung.
"Merasakan, bagaimana mencintai seseorang. Merindukannya setiap hari, sedangkan orang tersebut tak pernah tau dan tak mau tau." Jawab Arya pelan setengah menggerutu.
Namun cukup terdengar jelas di telinga Tara.
Sejenak Tara terdiam mendengar jawaban Arya. Kalimat yang di ucapkan nya terasa berat, menyesakkan dada. Tara mengerti bagaimana sakitnya perasaan Arya selama ini.
"Lalu, apa yang harus ku perbuat untuk menebus kesalahanku padamu?" Tanya Tara dengan perasaan merasa bersalah mendera hatinya.
Arya mengernyitkan dahinya, dan melirik Tara sekilas.
"Kesalahan? Maksudmu?" Tanya Arya bingung.
Tara mengangkat kedua bahunya ke atas.
"Ya, kesalahan karna pesona kecantikan ku membuat mu menderita bertahun-tahun." Ujar Tara santai.
Arya langsung tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon ku.
Tara hanya senyum-senyum sendiri sambil ke pikiran. Sedikit heran, pada dirinya sendiri. Sejak kapan ia bisa sesantai ini bicara dengan pria yang baru ia kenal.
Tertawa, bercanda, seolah tak ada beban. Sepertinya sudah lama ia tidak merasakan hal yang menyenangkan seperti ini. Apalagi setelah menikah dengan Roy, hidupnya bagai boneka manekin. Yang bisa di stel sesuka hati Roy.
"Oh ya, gimana kabar Sania? Udah sembuh belum?" Arya menanyakan keadaan Sania.
Tara melirik Arya sekilas. Ternyata Arya masih sempat menanyakan Sania yang sudah jelas bukan darah dagingnya.
"Udah, aku menitipkannya dirumah Maya temanku." Jawab Tara menjelaskan.
Arya manggut manggut.
"Syukurlah, bagaimana dengan Roy?" Tanya nya lagi.
Tara mengerutkan dahinya heran.
"Tumben kamu nanyain Roy?" Tara menatap Arya bingung.
Arya tersenyum tipis.
"Aku tau dia tak dirumah." Tutur Arya tanpa menoleh ke arahnya.
Tara mencibirkan bibirnya.
"Oh iya, lupa, kamu kan paranormal." Ejek Tara.
Arya menyeringai karna di ejek.
"Kamu gak curiga, Roy pergi kemana?" Sindir Arya balik.
Tara mengangkat kedua bahunya.
"Bodo amat. Aku tak peduli Roy mau kemana." Jawab nya enteng.
Arya tersenyum tipis mendengar jawaban Tara.
"Oke lah kalau begitu, mari kita jalan-jalan." Kata Arya senang.
Arya menekan gas mobilnya tiba-tiba hingga tubuh Tara sedikit terdorong mundur tersandar ke kursi jok mobil Arya.
Mobil Arya terus melaju sedikit menjauh ke arah pinggir kota.
Tara memandang ke sekeliling rute yang dilewati mobil Arya dari balik kaca jendela mobil.
"Kita mau kemana?!" Tanya Tara.
Sorot mata Tara terlihat cemas dan khawatir. Tara Takut Arya mengajaknya terlalu jauh dari kota. Ia tak ingin pulang kemalaman. Kasian Sania, ia baru saja sembuh dari demamnya. Maya pasti sedikit repot mengurusnya hari ini. Pikir Tara cemas dalam hati.
"Katanya mau menebus kesalahan." Jawab Arya terus mengemudikan mobilnya dengan sedikit kencang.
Tara menatap wajah Arya. Wajahnya terlihat tenang, meski jawabannya terdengar seperti psikopat. Tapi penampilan Arya jauh dari itu.
"Jangan mikir yang aneh-aneh, kita cuma ke pantai kok." Ujar Arya seakan tau apa yang ada dalam pikiran Tara.
Hati Tara pun mulai terasa tenang. ia hanya diam tak bersuara. Kotanya memang dekat pantai, jaraknya tidak terlalu jauh.
Hembusan angin sepoi-sepoi di iringi aroma laut mulai tercium. Saat mobil Arya memasuki kawasan pantai. Arya memarkir mobilnya di tepi pantai.
Mereka berdua duduk membelakangi mobil sambil memandangi ombak yang bergulung dilautan.
Sepasang minuman dingin dalam botol yang di beli Arya dari seorang pedagang asongan, menemani kesunyian yang tercipta antara Tara dan Arya.
"Aku tau, kamu saat ini kesulitan uang." Suara Arya terdengar memecah kesunyian.
Tara menatap ke arah laut. Diam tak bersuara. Ia sadar, pandangan Arya tak lepas menatapnya sedari tadi. Namun Tara bersikap acuh ia terus memandang ke ujung laut. Tatapan matanya terlihat kosong dan hampa.
"Kemarin aku ke resto, ingin menemui mu. Lalu Om Iwan bilang, kamu sudah di pecat." Tutur Arya lagi.
Tara tetap diam tak merespon ucapannya. Bagi Tara, mengingat semuanya seolah beban kembali memberatkan otaknya.
"Kalau kamu mau, Aku ingin memberimu sedikit uang. Supaya kamu tidak terlalu susah kesana kemari untuk biaya hidupmu." Kata Arya bicara dengan nada hati-hati.
Arya seolah takut kata-katanya menyinggung perasaan Tara.
Raut wajah Tara seketika berubah. Jujur, kalimat yang di ucapkan Arya membuat harga dirinya terluka. Karna seharusnya, itu bukan urusannya. Arya bukan siapa-siapa baginya.
Tapi Roy, Roy adalah suaminya. Seharusnya Roy yang bertanggung jawab penuh dalam kehidupannya dan Sania bukan orang lain. Tapi Tara tak berhak untuk marah pada Arya. Tara sadar, Arya hanya berniat membantunya.
"Mengapa? apa aku terlihat seperti pengemis?!" Suara Tara terdengar bergetar.
Arya memandang Tara dengan perasaan iba.
Wajah Tara seketika berubah tegang, ia tak senang dengan cara Arya menatapnya.
"Kamu bukan pengemis. Kamu wanita yang kucintai. Aku hanya ingin hidupmu bahagia, seperti wanita-wanita lain di luar sana." Arya mencoba memberi pengertian pada Tara.
Kalimat Arya terdengar tulus. Matanya yang tajam terlihat sendu. Tara merasa terharu namun ia mencoba memalingkan wajahnya.
Tara mencoba untuk menahan perasaan nya yang mulai terasa lemah. Matanya terlihat mulai berkaca-kaca. Tetes demi tetes airmata pun berjatuhan dari kelopak matanya.
Arya seakan mengetahui, jika Tara berusaha menutupi kesedihannya. Arya pun perlahan mendekati Tara dan mengusap setiap airmata yang jatuh di pipinya dengan lembut. Tak sadar, Tara memperhatikan setiap lekuk wajah Arya yang terlihat dekat di wajahnya.
Lama mata Tara beradu pandang dengan mata Arya yang menatapnya tajam seolah menusuk jantung. Ada rasa aneh yang tiba-tiba menjalar di sekujur tubuhnya. Hatinya berdegup kencang, tatkala tangan Arya menggenggam tangannya erat.
"Jangan menggodaku, Tara." Bisik Arya di telinga Tara.
Seketika Tara tersadar dan memundurkan tubuhnya dari tubuh Arya yang terasa makin merapat.
"A-ku..." Tara jadi gugup dan gelagapan.
Tara jadi salah tingkah.
Arya senyum-senyum sendiri saat melihat muka Tara yang memerah menahan malu.
Hampir saja Tara lupa diri. Tara mengepal kan jemari tangannya mencoba menghilangkan rasa malu yang menyeruak dalam dirinya.
Arya tertawa renyah melihat kelakuan Tara yang kekanak-kanakan. Kemudian ia membaringkan tubuhnya sambil meluruskan kakinya keatas kap mobil sedannya.
"Roy, Roy... kalau saja Tara bukan istrimu." Ujarnya sambil mengusap dada nya pelan dan mendekapkan kedua tangannya di dada.
Angin laut menjelang sore terasa sejuk. Membuat Arya menikmati setiap sentuhan angin yang menerpa tubuhnya.
Tara menatap Arya sejenak. Ia sangat canggung dengan kejadian barusan.
Lama ia membiarkan Arya berdiam diri dengan posisinya yang mungkin terlihat nyaman baginya. Rasa canggung yang menyiksa Tara sedari tadi pun mulai hilang. Tara ikut menyandarkan tubuhnya pada kap mobil sambil mendekap kedua tangannya di dada.
"Tara, apakah salah jika aku mencintaimu?" Kata Arya tiba-tiba mengagetkan Tara.
"Salah," Jawab Tara sedikit ragu.
Suaranya terdengar serak. Ada rasa nyeri yang tiba tiba hadir saat ia mengucapkan kata itu pada Arya.
Arya menarik nafas panjang dan menghembuskan nya pelan.
"Aku tau, untuk saat ini, itu adalah kesalahan. Aku tak punya hak sama sekali atas dirimu." Ucap Arya dengan nada terdengar menyedihkan.
Tara tertunduk diam, menatap butiran pasir yang terhampar ditepi pantai. Sejenak ia memejamkan matanya meresapi angin laut yang bertiup.
Raut wajah Arya melintas seketika membuat ia buru-buru membuka mata.
"Ada apa denganku? Apa pesona Arya mulai hinggap di benakku?" Gumam nya dalam hati.
Tara coba menepiskan bayangan-bayangan aneh yang mulai muncul di kepalanya dengan mengibaskan tangan ke wajahnya sendiri.
Arya yang melihat kelakuannya dari belakang segera bangkit dari posisi tidurnya dan duduk di samping Tara.
"Kamu mikirin apa? Yang tadi ya?" Sindirnya seakan mengejek Tara.
Wajah Tara langsung berubah merah padam menahan malu.
"Dasar kamu." Ucap Tara sambil mendorong tubuh Arya.
Arya tertawa melihat ekspresi wajah Tara yang merah bak kepiting rebus.
"Kamu pikir, aku tak berani untuk mencium mu? Apa kamu mau coba?" Bisiknya sambil bercanda.
Tara langsung melompat turun dari kap mobil dan berlari menjauh dari Arya.
"Coba saja kalau bisa!" Kata Tara keras sambil berteriak menantang Arya.
Mata Arya mendelik merasa tertantang. Tanpa pikir panjang ia langsung berlari mengejar Tara.
"Awas kamu ya...!" Teriaknya keras.
Tara tertawa lepas dan berlari di sepanjang pantai menghindari kejaran Arya.
Akhirnya Tara dan Arya pun kejar-kejaran di sepanjang tepian pantai. Layaknya pasangan kekasih yang sedang kasmaran.
Hingga Arya pun berhasil menangkap Tara dan memeluk tubuhnya dengan sangat erat, hingga Tara sulit bernafas.
"Arya." Desis Tara menyebut namanya diantara nafas yang tersengal-sengal.
Arya seolah tak peduli, Ia tetap memeluk Tara kuat.
"Aku tak kan melepaskan mu Tara. Tunggu aku, suatu saat nanti kamu pasti jadi milikku." Ucap Arya sambil membelai rambut dan membenamkan kepala Tara di dada nya.
"Aku cinta kamu Tara, Aku mencintaimu." Ujar Arya berbisik lembut.
Kalimat cinta yang diucapkan Arya membuat Tara terpaku. Hati nya berdesir indah, jantungnya berdebar kencang. Tara seakan tak sanggup untuk lepas dari pelukan Arya yang terasa hangat.
Apakah Tara jatuh cinta? Sepertinya ia telah jatuh dalam pelukan Arya. Lelaki yang belum lama ia kenal. Lelaki yang tiba tiba muncul mengisi kekosongan jiwa nya yang terluka. Begitu mudahnya ia jatuh cinta lagi. Tanpa mengenal sosok pria ini sesungguhnya.
"Siapa Arya sebenarnya? Apa pekerjaannya? Dimana tinggalnya? Apa aku ini perempuan bodoh yang gampang jatuh cinta?" Beribu tanya berkecamuk dalam hati Tara.
Sepanjang perjalanan pulang dari pantai menuju rumah, Tara banyak terdiam di atas mobil. Arya juga tak banyak bicara. Mungkin Tara sedang mencemaskan Sania yang ia titip kan dirumah Maya.
Beberapa menit kemudian.
Magrib baru saja usai, saat mobil Arya berhenti di halte dekat rumah Tara. Arya buru-buru menarik tangan nya, sebelum Tara turun dari mobil. Arya mengeluarkan sebuah kartu kredit dan memberikannya ke tangan Tara.
"Simpan lah, aku yakin kamu pasti membutuhkan nya. Itu kartu ATM milikku. Kamu bisa menggunakannya kapan pun. Isinya tak banyak, tapi ku rasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kamu dan Sania." Ucap Arya dengan senyuman tulus.
Tara tertegun. Ia memandang kartu kecil yang teramat berharga itu dengan pandangan ragu.
"Ini terlalu berlebihan untuk ku." Ucap Tara mengembalikan kartu itu ke tangan Arya.
"Tara, ku mohon. Jangan buat aku lebih nekat lagi. Apa kamu mau, aku ke rumah mu setiap hari untuk mengantarkan makanan?" Gertak Arya.
Mata Tara langsung mendelik. Takut jika Arya benar-benar nekat melakukan nya. Tara langsung menyambar kembali kartu yang di berikan Arya.
"Tidak, jangan lakukan itu. Aku bisa gila." Jawab Tara sedikit sewot.
Arya tertawa senang melihat sikap Tara yang dimatanya lucu dan menggemaskan.
"Aku tak kan berterima kasih atas pemberian mu ini. Karna aku tak pernah menginginkan nya. Kamu lah yang memaksa ku untuk menerima nya." Ucap Tara seraya membuka pintu mobil.
Arya tersenyum sambil mengangguk kan kepalanya.
"No pin nya, hari ultah mu!" Katanya sesaat sebelum Tara menutup pintu mobil.
Sejenak Tara terpana, Mata nya melotot. Arya hanya tersenyum simpul.
"Ya udah, aku pulang dulu!" ucap Tara kembali bersikap cuek.
Ia tak ingin lagi berbicara banyak dengan Arya. Kekhawatirannya dengan Sania mulai mengganggu pikirannya.
Tara bergegas menutup pintu mobil dan melambaikan tangannya. Arya membalas lambaian tangan Tara sambil tersenyum manis dan mengedipkan matanya.
"Mimpi kan aku yah...!" Katanya sebelum Tara pergi.
Bibir Tara langsung mencibir.
"Dasar genit!" Umpat Tara.
Sekilas Arya terlihat tertawa, sebelum mobilnya melaju pergi meninggalkan Tara yang berjalan sambil menoleh ke belakang. Jujur, hari ini ia teramat bahagia. Andai Tara tak bertemu Arya hari ini, mungkin ia tak bahagia seperti saat ini.
"Tapi, seandainya Roy tau apa yang ku lakukan hari ini. Apa yang akan terjadi? Apa yang akan Roy perbuat padaku?" pikir Tara merasa kalut dalam hati.
Mengingat sikap Roy yang pemarah dan kasar, Tara pun mengurut dada.
"Semoga Roy tidak mengetahui apa yang terjadi hari ini. Mudah-mudahan Roy belum pulang."
Tara berharap cemas.
.
.
.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅Rivana84
lah kan kamu udh jatuh dlm pelukan nya Arya loh Tara,,🤭😅😅
2025-01-04
1
Mr.Arez-Jr
hahahaha ketahuan😂😂 sorry Bun aku ngefans
2024-11-23
1
Mr.Arez-Jr
tetap semangat Tara kamu wanita kuat
2024-11-23
1