Didalam ruang tamu yang luas.
Tara, Roy, Dokter Adrian dan Om Tomo duduk berkumpul bersama di ruang keluarga.
Sedangkan Sania, asyik bermain bersama Mbok Sri di pekarangan rumah Dokter Adrian yang luas.
Lama kami hanya terdiam tanpa bersuara.
Hingga suara Dokter Adrian yang berat, memecah keheningan yang ada.
"Sebelumnya, Papa minta maaf sama kamu. Selama ini Papa sudah menyembunyikan jati diri Papa yang sebenarnya padamu. Bukan karna Papa membencimu ataupun tidak menyukai mu sebagai menantu. Tapi papa hanya ingin memberi pelajaran pada Roy, yang selama ini membuat Papa malu karna kelakuannya." Ucap Dokter Adrian.
Raut wajah tua Dokter Adrian terlihat merunduk, seakan tak sanggup untuk memandang wajah menantunya karna menahan rasa malu.
"Walau Papa tak hadir di pesta pernikahanmu. Tapi Papa mengirim om Tomo, Adik papa untuk menghadiri pesta kalian menggantikan Papa !"
Dokter Adrian melirik sesaat ke arah om Tomo yang dibalas anggukan oleh om Tomo.
"Maafkan Papa, karna membiarkan kau dan Sania hidup menderita gara-gara kelakuan Roy." ucap Dokter Adrian merasa bersalah.
Tara menundukkan kepala nya dalam.
Airmata nya perlahan jatuh sedikit demi sedikit.
Ada rasa lega dan senang mendengar ucapan mertuanya itu.
Sayangnya, kata-kata itu tak terucap dari bibir Roy. Harusnya permintaan maaf ini ia dengar keluar dari bibir Roy sendiri, bukan dari mulut orang tuanya.
"Papa mengerti, apa yang kau rasakan saat ini Tara. Jika kau merasa tak bahagia hidup dengan Roy, tinggalkanlah Roy. Papa akan membantumu mengurus surat perceraian kalian berdua !" Ucap nya lagi.
Roy melonjak kaget tak percaya dengan apa yang telah dilontarkan Dokter Adrian barusan.
"Papa !" Teriak Roy tak senang.
Mata Dokter Adrian langsung mendelik marah ke arah Roy.
"Diam lah, aku sedang bicara dengan Tara !" Hardik Dokter Adrian dengan wajah berubah garang.
Roy seketika terdiam, hatinya diliputi keresahan. Wajahnya memandang ke arah Tara istrinya, penuh harap belas kasihan.
Tara memalingkan wajahnya acuh tak acuh.
"Jujur, aku ingin sekali kau dan Sania tinggal disini. Namun semua terserah padamu. Kau yang akan menentukan kebahagiaan mu sendiri. Meski kelak kau bercerai dengan Roy, Sania tetap cucuku. Dan kau tetap ibu nya Sania. Aku takkan menghalangi hak dan kebebasan mu untuk mengasuh Sania !" Dokter Adrian menarik nafas panjang, sambil menarik punggungnya ke belakang bersandar ke kursi tamu.
Sorot Matanya terlihat tajam memandang ke arah Roy yang terlihat gelisah dan salah tingkah.
Roy mencolek istrinya pelan.
"Tara, ku mohon. Jangan dengarkan omongan papa !" Ujar Roy setengah berbisik sambil melirik Dokter Adrian dengan perasaan takut.
Tara menyungging kan senyuman sinis pada Roy.
Kemenangan sepertinya berpihak padanya. Roy terlihat takut pada ayahnya.
"Aku belum mau berpisah dengan Roy, Paman !" Jawab Tara ambigu.
Masih banyak hal yang membebani pikiran nya. Terutama masa depan Sania.
Roy ternganga. Ada rasa senang dan bahagia yang dirasakan Roy kala mendengar jawaban Tara. Dokter Adrian sejenak terdiam. Beliau menatap wajah menantunya lama.
"Baik lah, jika itu yang kau inginkan. Tinggallah bersama Sania dirumah ini. Rumah ini sangat besar, seakan tak berpenghuni, membuatku kesepian !" Ucap Dokter Adrian dengan raut wajah sedih bercampur bahagia.
"Tomo, tolong bantu mereka untuk memindahkan barang barang mereka ke rumah ini. Kalau bisa, mulai besok aku sudah bisa berkumpul dengan menantu dan cucuku !" Dokter Adrian menyuruh adiknya om Tomo untuk membantu Tara pindah mulai besok.
Om Tomo mengangguk menuruti perintah kakak yang sangat ia hormati itu.
"Malam ini, kalian menginap lah disini. Aku ingin bermain dengan cucuku Sania !" Tutur Dokter Adrian, sambil bangkit dari duduknya.
"Tapi Pa, bagaimana denganku ?" Tanya Roy tiba-tiba, membuat raut wajah Dokter Adrian berubah masam.
"Memangnya kamu bagaimana ?" Tanya Dokter Adrian mendelik marah.
"Jika diperbolehkan. Aku ingin bekerja di perusahaan Papa. Selama ini, perusahaan papa yang di kelola Om Tomo. Sudah berkembang pesat, mempunyai beberapa anak cabang. Aku ingin mengelola satu dari perusahaan Papa !" Pinta Roy dengan rada takut.
Dokter Adrian berdecak marah mendengar permintaan putra kesayangannya itu.
"Ck,ck,ck belum punya pengalaman, udah minta jadi pimpinan !" Dokter Adrian pun menggerutu panjang.
"Kalau mau kerja, kerja di klinik Papa saja. Jadi asisten Papa !" Kata Dokter Adrian sewot, lalu berlalu meninggalkan Roy yang hanya tersurut diam tanpa bisa bicara sepatah katapun.
Roy melirik ke arah Om Tomo, yang cuma bisa mengangkat ke dua bahu nya. Seraya menepuk bahu Roy dan mengikuti arah kakaknya pergi.
Disebuah kamar yang luas dan mewah.
Tara sedikit kebingungan dengan satu ranjang yang tersedia. Sementara Roy enak-enakan duduk di sofa yang ada tersedia di dalam kamar, sambil memandangi Tara yang kebingungan.
"Mikir apaan sih, dari tadi mondar mandir !" Roy terlihat risih melihat istrinya yang cuma mondar mandir di dalam kamar.
"Udah..., tidur saja disitu berdua Sania. Aku tidur di sofa !" Ucap Roy seakan memahami apa yang ada di pikiran Tara.
Lalu ia langsung berbaring di atas sofa dan memejamkan matanya. Tara melirik ke arah Roy suaminya sambil tersenyum senang.
Syukurlah Roy tidak tidur bersamanya. Selama ini, Roy memang tak lagi tidur bersama Tara. Bisa dikatakan mereka sudah lama pisah ranjang.
Tara sudah terbiasa tidur berdua dengan Sania. Apalagi semenjak Roy ketahuan selingkuh dengan Diana. Tara tak pernah mau lagi melayani Roy sebagai suami.
Begitu juga dengan Roy, Ia tak mau meminta Tara untuk berhubungan suami istri.
Perlahan Tara pun naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya disamping Sania. Ia membelai rambut Sania dan pipinya dengan lembut serta menciumnya perlahan, agar Sania tidak terbangun dari tidurnya.
Roy membuka matanya, melirik ke arah Tara sekilas. Sebuah senyuman terukir di bibirnya yang tipis.
"Aku akan mencoba menjadi orang baik untukmu, demi Sania dan Marvel !" Gumam Roy kemudian memejamkan matanya lagi.
Malam merambat pelan, hingga Tara pun akhirnya lelap dalam tidurnya.
Keesokan harinya.
Beberapa orang suruhan om Tomo, sedang sibuk menaikan barang-barang yang akan mereka bawa pindah ke rumah Dokter Adrian ke atas sebuah mobil pick up.
Orang-orang itu menyelesaikannya dengan cepat. Kebetulan, barang-barang yang di bawa tidaklah banyak.
Sebelum pindah, Tara pun berpamitan dengan Maya yang terlihat sedih karna harus berpisah dengan Sania.
"Sania cantik, ntar kalau kangen sama Tante Maya ajak mama kesini ya ?" Ucap Maya pada Sania yang di balas dengan anggukan cepat. Maya mencubit pipi Sania gemas.
"Aku berangkat dulu ya, Buk Bos !" Canda Tara pada Maya.
Wajah Maya sedikit cemberut.
"Aku jadi kesepian deh. Gak ada kamu, gak ada Sania di sini !" Ujarnya sedih.
Tara memeluk Maya Bos sekaligus sahabatnya itu dengan erat.
"Jangan sedih May, kita bisa ketemu kapan saja kamu mau !" Bujuk Tara menyenangkan hati sahabatnya.
Maya mengangguk pelan, membalas pelukan Tara dengan erat.
Tak sengaja Tara memandang ke ujung jalan. Tak jauh dari rumahnya dan rumah Maya terlihat seorang perempuan yang sikapnya sangat mencurigakan.
Perempuan itu sedari tadi berdiri dari kejauhan, mengintip ke arah mereka dari balik sebuah tembok penghalang perumahan.
Siapakah perempuan itu ? Mengapa sikapnya terlihat mencurigakan ? Apa maunya perempuan itu ?
.
.
.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
💫0m@~ga0eL🔱
salah sendiri malas, GK punya bakat juga
2024-11-22
0
💫0m@~ga0eL🔱
nyesel dikit dia mah
2024-11-22
0
TAG
PR lagi nih
2024-11-22
1