"Aku turun di halte saja." Pinta Tara pada Arya ketika mobil Arya mulai memasuki area tempat Tara tinggal.
"Aku mengerti, maaf tak bisa mengantarkan mu dan Sania hingga sampai ke rumah mu." Jawab Arya memaklumi keadaan.
Mobil Arya pun berhenti menepi di depan halte. Tanpa menunggu Arya membukakan pintu, Tara buru-buru turun dari mobil. Dia tak ingin ada orang sekitar ataupun tetangga yang mengenali nya dan melihat nya turun dari mobil Arya.
Arya bergegas turun, membantu Tara membukakan pintu belakang.
Tara pun menggendong Sania dengan cepat sehingga si kecil imut itupun terbangun dari tidurnya yang nyenyak sedari tadi.
"Mama!" Rengek Sania.
"Sstt, iya. Ini mama." Ucap Tara lembut seraya memeluk Sania dalam dekapannya.
"Makasih Arya, kamu dan Pamanmu sudah membantu ku." Ucap Tara dengan nada tulus.
"Pulanglah segera, hari sudah terlalu larut malam. Hati-hati dijalan." Ucap Arya.
Tara mengangguk.
Arya membelai rambut Sania lembut.
Tara pun berbalik menuju jalan ke rumahnya yang terlihat sepi bersama Sania yang berada dalam pelukannya.
Di halte Arya masih tetap berdiri memandangi Tara hingga menghilang di gelap nya malam.
Sesampai nya di rumah.
Lampu teras rumah terlihat menyala, saat Tara dan Sania sampai di rumah. Ia coba membuka pintu, namun sepertinya terkunci dari dalam.
"Mas Roy...!" Tara memanggil suaminya, mungkin Roy sudah bangun dari tidurnya. Pikir Tara dalam hati.
Ceklek...!
Terdengar suara kunci di buka dari dalam. Namun pintunya tak terbuka. Seperti nya Roy yang memutar kunci nya.Tara pun menekan gagang pintu.
Terbuka!
Tanpa bersuara Tara pun melangkah ke dalam rumah. Ia melihat Roy sedang duduk di ruang tamu sembari meminum secangkir kopi.
"Dari mana kamu?" Tanya Roy dengan wajah tak senang.
Tara terus berjalan ke kamar, seakan tak memperdulikan pertanyaan Roy.
"Tara...! kamu dengar tidak?" Teriak Roy marah.
Roy pun mengejar istrinya ke dalam kamar dengan kesal. Namun langkahnya sejenak terhenti di depan pintu kamar, saat Tara menoleh ke arahnya sambil menempelkan jari ke bibir nya.
Tara membaringkan Sania pelan-pelan di atas ranjang. Ia pun meraba kening Sania pelan, panas tubuhnya masih belum turun. Keringat terlihat membanjiri tubuh Sania. Bibir mungilnya yang terlihat pucat mulai mengigau.
"Minum." Sepatah kata keluar dari mulut mungil Sania.
Roy yang memperhatikan Tara dari pintu kamar terlihat uring-uringan tak menentu. Ia mendekati istrinya dengan penuh amarah.
"Kamu darimana heh? Sania kenapa?" Ia mendesak Tara dengan pertanyaan.
"Sania demam." Jawab Tara tanpa menoleh sedikitpun ke arah Roy.
Ia kemudian menaruh tas kecil yang di sandangnya dari tadi di pinggir kasur.
Bergegas Tara berputar meninggalkan Roy menuju dapur mengambil air minum untuk Sania.
Roy melirik Tara sebentar kemudian beralih memandang kearah Sania yang terbaring lemah. Namun Roy tak bersimpati sama sekali melihat darah dagingnya yang terbaring sakit. Ia lebih tertarik pada tas kecil milik Tara.
Dengan cepat Roy menyambar dan memeriksa tas kecil milik Tara. Tak ada barang berharga didalamnya hanya sebotol obat sirup dan beberapa puyer.
Roy menarik selembar kertas yang bertuliskan resep obat untuk Sania yang mencuat keluar dari dalam tas. Seketika Roy terkejut, ekspresi wajahnya terlihat berubah membaca nama klinik dan dokter yang tertera di resep itu.
Roy buru-buru menaruh resep itu kembali ke dalam tas. Saat bayangan Tara mendekat.
Sikap suami nya yang gugup saat ia datang membuat Tara jadi curiga. Tara melirik ke arah tas kecilnya yang sudah berpindah tempat.
Tapi Tara tak perlu khawatir jika Roy ingin menggeledah tas nya, karna disitu tak ada apa-apa. Cuma sebuah hand phone jadul, obat Sania, dan secarik kertas resep dari klinik dan beberapa lembar uang ribuan yang tak berharga buat Roy.
"Kenapa kamu tak bilang, kalau Sania sakit?!" Ucap Roy kesal.
Nada suaranya mulai melunak dan sedikit gugup.
Tara tersenyum pahit sambil mendekati Sania di pembaringan.
"Ku pikir kamu lelah seharian. Aku tak ingin membangunkan mu dan merepotkan mu." Sindir Tara dengan nada getir.
Tara tak mempedulikan ekspresi wajah Roy yang berubah.
Roy menatap wajah istrinya itu dengan tajam, ia sadar Tara menyindir nya.
"Kamu selalu meremehkan ku Tara, bagaimana pun aku suami mu!" Ujar Roy.
Nada Roy terdengar kesal mendengar sindiran Tara.
Mata Tara mulai berkaca-kaca. Tara ingin sekali Roy mengucapkan kalimat seperti itu setiap hari. 'Aku suamimu!' Tapi itu dulu, ketika Tara masih sangat mencintai Roy. Waktu Roy membuatnya tergila-gila.
Namun saat ini, kalimat itu membuat Tara merasa hampa. Yang tersisa cuma rasa sakit menusuk relung hatinya serta rasa penyesalan, kelukaan dan kekecewaan.
Tara mengusap air matanya yang nyaris jatuh dengan buru-buru sebelum kelihatan oleh suaminya. Ia mengangkat kepala Sania pelan dan menyodorkan gelas air minum ke bibir mungil Sania.
"Ayo, minumlah!" ucap Tara lembut pada anak nya.
Sania membuka mulutnya dan meminum air putih itu sampai habis. Ia terlihat kehausan. Setelah menghabiskan segelas air, Sania kembali memejamkan matanya terbaring lemah di atas kasur.
Kemudian Tara beranjak menaruh gelas diatas meja rias di kamar nya.
"Dari mana kamu dapat uang membawa Sania berobat ke klinik mahal heh?!" Hardik Roy sesaat setelah Sania kembali tertidur.
Tara tersentak, buru-buru memalingkan wajahnya agar tak terlihat oleh Roy.
"Aku meminjam uang temanku." Tara berbohong.
Roy menatap wajah istrinya penuh curiga.
"Temanmu yang mana, heh?" Tanya Roy lagi penasaran.
Roy tak percaya dengan apa yang di ucapkan Tara.
"Teman kerjaku di resto." Jawab Tara.
Tara berjalan menjauhi Roy, ia takut suaminya bertanya lebih detail lagi.
"Apa kamu mengenal dokter itu?!" Tanya Roy lagi.
Roy makin penasaran.
Tara tertawa pelan menyunggingkan senyuman sinis.
"Kenal darimana? Mana mungkin seorang dokter mau punya kenalan pelayan restoran." Jawab Tara jengkel.
Tara mencibirkan bibirnya seraya berdiri membuka pintu lemari pakaian, mencari baju tidur.
Jawaban Tara seakan menenangkan Roy. Ia tak lagi bertanya. Roy perlahan mendekati ranjang dan membaringkan tubuhnya disamping Sania. Menatap wajah imut Sania sejenak, lalu berbalik memandang ke arah istrinya yang sedang berganti pakaian.
"Ku pikir, malam ini kamu mau keluar lagi. Kumpul bersama teman-teman mu." Ucap Tara seraya melirik suaminya yang sedang tiduran sambil menopang kepalanya dengan sebelah tangan, Roy terlihat memikirkan sesuatu.
"Malam ini tidak, aku harus bangun pagi. Besok aku punya urusan." Jawabnya kemudian bangkit dan duduk di tepi ranjang.
"Tidurlah dengan Sania, aku tidur di luar saja. Aku tak mau tidurku terganggu, jika Sania nanti merengek." Ucap Roy menyuruh Tara tidur dan beranjak keluar kamar meninggalkan istri dan anaknya berdua.
Tara sudah tak heran, sedari dulu Roy memang tak mau tidur berdua dengannya apalagi semenjak Sania lahir. Bisa dikatakan, mereka sudah lama pisah ranjang.
Meskipun Sania adalah darah daging nya sendiri. Roy sama sekali tak mau menggendong ataupun mengajaknya bermain. Roy selalu canggung setiap kali bersama Sania. Tidak seperti bapak-bapak kandung kebanyakan. Sikap Roy terlalu kaku. Apalagi jika mendengar Sania menangis ingin minta di belikan sesuatu ataupun pengen pipis dan pup. Roy sering marah dan membentak Sania.
Sejenak pikiran Tara melayang membandingkan sikap Roy dengan Arya, darahnya berdesir. Kejadian di atas mobil tadi, pelukan hangat Arya masih bisa ia rasakan. Ah...! Apa yang ia pikirkan. Tara memejamkan mata mencoba menepiskan bayangan Arya yang tiba-tiba memenuhi otaknya.
Kata-kata yang di ucapkan Arya seolah terngiang-ngiang di telinga nya, membuat mata nya makin sulit untuk di pejam kan. Hingga dini hari, Tara pun akhirnya tertidur karna kelelahan.
Pagi pukul setengah 7.
Roy membangunkan Tara yang sedang terlelap di atas ranjangnya. Tara terkejut bangun dan membuka matanya dengan cepat.
Matanya langsung menyipit heran melihat Roy terlihat sudah ber pakaian rapi dan berubah penampilan. Tidak seperti biasa nya, slenge'an dan sedikit tidak terawat. Kumis tipis yang sering kali malas di cukur nya pun sudah terlihat rapi dan bersih.
"Kamu mau kemana mas?" Tanya Tara.
Tara menatap Roy penuh selidik.
Ada sedikit kebahagiaan dihatinya melihat perubahan Roy hari ini. Suaminya yang seperti ini, terlihat seperti Roy yang dulu pernah ia kenal. Rapi, bersih, energik, tampan dan kharismatik.
Roy terlihat senyum-senyum sendiri didepan kaca, sambil memasang kancing lengan baju kemeja putih yang dikenakan nya. Penampilan nya seperti calon pengantin pria yang akan pergi menikah.
Ser...!
Darah Tara berdesir cepat. Tiba-tiba terbersit dalam pikiran nya sebuah pikiran negatif. Apa jangan-jangan Mas Roy?.
"Tara, bantu aku memasang dasiku!" Roy berteriak menyuruh istrinya memasangkan dasi.
Tara kaget dan segera menepiskan pikiran buruk yang melekat dibenaknya. Ia bergegas menghampiri Roy dan membantunya memasang dasi. Roy terlihat puas dan senang melihat penampilannya di depan kaca.
"Ternyata kamu masih ganteng seperti dulu ya mas." Tara memuji penampilan suaminya terang-terangan.
Roy tertawa lebar dan memandang Tara dengan lagak nya yang angkuh.
"Aku memang ganteng." Ucap Roy menyombongkan dirinya.
Tara hanya mencibir, mencemoohnya dari belakang.
"Kamu harusnya bersyukur, karna punya suami ganteng seperti aku." Ucap Roy, sambil mencubit dagu istrinya.
Curiga dengan sikapnya. Tara buru-buru menjaga jarak, agar tubuhnya tidak terlalu dekat dengan Roy.
Suaminya itu seolah tau jika Tara ingin menjauh. Ia bergerak cepat menarik tubuh Tara hingga merapat ke tubuhnya.
Aroma tubuh Roy yang memakai parfum, langsung tercium wangi menggoda hasrat.
Tara berusaha menarik tubuhnya dari pelukan Roy. Namun tenaga Roy begitu kuat.
"Pinjamkan aku sedikit uang." Bisiknya pelan di telinga Tara.
Nafas Tara terasa sesak. Tara sudah mengira, Roy pasti ada maunya.
"Hari ini aku ada urusan keluar kota. Ada bisnis dengan temanku. Mungkin aku tidak pulang seminggu lamanya. Jika kamu ada sedikit uang, pinjamkan aku untuk bekal di perjalanan." Ucap Roy lagi.
Tara diam, tak ada reaksi sedikitpun darinya.
"Tenang saja, sepulang nya dari situ, aku akan mengganti uang mu lima kali lipat. Oke...!" Bujuk Roy sambil melepaskan tubuh Tara dari tangannya.
Jiwa Tara yang kesepian nyaris terbang melayang dengan sikap Roy yang tadi seolah romantis padanya. Ternyata Roy memang ada mau nya.
"Maafkan aku mas Roy, Aku tak punya uang sama sekali." Jawab Tara.
Tara merundukkan kepalanya.
Roy mendengus kesal. Ada bias kecewa terukir dimatanya.
"Ayo lah Tara, aku tau kamu punya tabungan walaupun sedikit." Roy membujuk istri nya lagi.
Tara menghembuskan nafas panjang.
"Apa kamu tega, membiarkanku pergi tanpa uang sepeser pun di kantong ku?!" Ucap Roy.
Wajah Roy terlihat memelas.
Tara sesaat terdiam mendengar perkataannya. Kemudian ia berjalan menuju lemari pakaian. Mengambil beberapa lembar uang simpanannya dan memberikan ke tangan Roy.
"Cuma ini uang ku yang tersisa." Ujar Tara sedih.
Roy tersenyum sumringah dan menerima nya dengan mata berbinar-binar.
"Terimakasih Tara sayang, kamu memang istri yang baik." Roy tersenyum riang.
Cup!
Roy tiba tiba mengecup kening Tara.
"Aku pergi dulu ya. Hati-hati dirumah, salam untuk Sania." Ujar Roy bersemangat.
Roy segera pamit pergi dan bergegas meninggalkan Tara yang berdiri termangu melihat sikapnya hari ini.
Apakah Roy sudah berubah, atau kah ada sesuatu yang lain? Ada perasaan aneh dan janggal ia rasakan. Namun ia mencoba untuk menepis segala prasangka buruk yang melintas dibenaknya.
Tara hanya berharap, Roy benar-benar berubah. Kembali seperti dulu, Roy yang dulu pernah ia cintai.
Tiitt!
Bunyi dering hp jadul milik Tara menyadarkannya dari lamunan. Ia bergegas mengambil hp yg berada dalam tas kecil nya sejak semalam. Nama Pak Iwan terlihat memanggil di layar hp.
"Halo!" Jawab Tara buru-buru mengangkat telpon.
"Kamu telat lagi, Tara!" Suara Pak Iwan terdengar kesal menelponnya.
"Maaf pak, saya belum sempat mengabari bapak. Hari ini saya tidak bisa masuk kerja. Anak saya demam pak." Tara merasa tak enak hati.
Ia sadar, Pak Iwan pasti akan marah besar untuk saat ini.
"Kamu terlalu banyak alasan. Kesabaran saya sudah habis Tara. Hari ini, kamu saya PECAT!"
Tuut! Tuut! Tuut!
Komunikasi Tara dan Pak Iwan langsung terputus, saat pak Iwan mematikan hp nya.
Tara terduduk lemas di lantai kamarnya. Nasib buruk apalagi yang ia alami hari ini.
Sania sedang terbaring sakit. sementara uang simpanannya pun habis di serah kan semua pada Roy untuk keluar kota. Baru saja Roy berangkat pergi, tiba tiba dirinya di pecat dari pekerjaan.
"Ya tuhan, betapa berat cobaan yang engkau berikan pada hamba mu ini. Aku sungguh tak berdaya. Aku tak tahu harus berbuat apa." Batin Tara merintih sedih.
Untuk saat ini ia cuma bisa menangis, dan menangis. Apa yang akan terjadi pada dirinya dan anaknya esok? Bagaimana caranya ia dan Sania bisa bertahan hidup? Dia harus minta bantuan siapa? ia tidak mungkin minta uang sama Bapak kandungnya yang cuma pengangguran. Apalagi meminta pada ibu nya yang sudah tua dan sering sakit-sakitan.
Seharusnya Roy ada di sini saat ini. Karna Roy adalah suaminya. Roy lah yang harus memikirkan bagaimana kehidupannya dan Sania.
Tapi, dimana Roy sekarang? Kemana ia pergi? Apa yang sedang di perbuat nya sekarang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅🔵Rivana84
aku pikir tdi bunyi klakson motor 🤭😅
2025-01-04
1
PURPLEDEE ( ig: _deepurple )
roy parah jdi bpk
2024-12-02
1
Mr.Arez-Jr
uang lagi uang lagi 😤
2024-11-23
1