"Mbak...! Udah belum...? dibelakang banyak yang ngantri nih...!" Tara terkejut dengan teguran seorang pemuda belia dari arah belakangnya.
Wajahnya berpaling menoleh kearah belakang. Antrian panjang terlihat di luar mesin ATM. Ada banyak orang yang sedang menunggu diri nya keluar dari dalam ruangan itu.
Tara buru-buru kembali menatap ke arah layar mesin itu. Ia masih belum percaya dengan angka sembilan digit yang tertera di layar mesin yang ada di hadapan nya. Tara segera menekan tombol cancel membatalkan transaksi.
Setelah menarik kembali kartu ATM, ia bergegas keluar dari ruangan. Diiringi tatapan beberapa orang yang sudah lama mengantri.
Sepanjang jalan, otak nya terus berpikir.
"Apa yang harus ku lakukan dengan uang sebanyak ini?" Tara jadi bingung sendiri.
"Tidak, aku tak bisa menerimanya. Aku harus mengembalikan kartu ini pada Arya. Aku tak bisa menerima uang dari nya sebanyak ini." Gumamnya pelan.
"Tapi gimana caranya? Aku tak tau Arya tinggal dimana..." Lagi-lagi Tara di landa kebingungan.
"Telpon? Nomor ponsel? Aku tak pernah melihat Arya memakai ponsel." Tara benar-benar bingung.
Nyaris ia menabrak seseorang saking asyiknya melamun. Tiba-tiba Tara teringat sesuatu.
"Yup, Dokter Adrian. Aku bisa menitipkan kartu ini pada ayah angkat yang dipanggilnya paman itu." Tara tersenyum seketika.
Ia kemudian menyetop sebuah angkot yang lewat di depannya. Kebetulan klinik Dokter Adrian tak jauh dari situ. Cukup satu kali naik angkot, sebentar saja sudah sampai.
Sesampai nya di klinik Dokter Adrian, Tara jadi sedikit ragu untuk melangkah ke dalam klinik.
Sosok dokter tua itu terlihat sedang berbicara dengan stafnya di lobi. Ternyata, Ia melihat kehadiran Tara dan melambaikan tangan menyuruh Tara untuk mendekat.
Tara pun menghampiri Dokter Adrian.
"Sore Dok..." Sapa Tara hormat.
Dokter Adrian mengangguk membalas sapaan Tara.
"Apa kabar Tara?" Sapa Dokter Adrian ramah.
Tara tersenyum, Ia pikir dokter itu lupa padanya, ternyata paman tua itu masih mengingat Tara.
"Baik Dokter. Hm Itu lho dok, saya boleh minta nomor ponsel Arya gak? " Tanya Tara canggung.
Dokter Adrian menatap Tara sebentar. Sejenak ia terdiam seakan berpikir.
"Hmm... Nomor ponsel? Arya tidak punya, ia tak suka pakai ponsel. Katanya, ia tidak punya seseorang yang penting untuk dia hubungi." Ucap Dokter Adrian dengan nada berat.
Tara terpaku membenarkan ucapan dokter tua itu. Arya memang tak terlihat memakai ponsel sejak mereka bertemu.
"Kalau kamu ada perlu dengan Arya, saya bisa memberi alamatnya padamu." Kata Dokter Adrian.
"Maksud Dokter, alamat rumah Dokter?" Tanya Tara sedikit canggung.
Dokter Adrian menggeleng.
"Rumah Arya, dia beli sendiri dengan uangnya. Hasil kerjanya jadi developer. Sudah empat tahun lebih, dia tak lagi tinggal dirumah saya." Ujar Dokter Adrian dengan raut wajah sedih.
"Kasihan anak itu, dia terlalu banyak menanggung derita karna kesalahan saya." Katanya lagi.
Tatapan mata dokter itu terlihat hampa dan kosong.
"Saya tahu, Arya sangat mencintaimu. Mungkin dengan menyatukan kalian berdua, Arya bisa seperti dulu lagi. Menganggap saya seperti ayahnya sendiri." Ucap Dokter Adrian sambil mengusap mukanya.
Tara bingung dengan apa yang di ucapkan dokter tua itu.
Dokter Adrian menuliskan sebuah alamat di atas secarik kertas dan menyerah kan nya pada Tara.
"Ini alamat Arya, pergilah." Ucap nya sedih.
Tara memandang wajah dokter Adrian dengan pandangan heran.
Dokter Adrian menepuk pundak Tara lembut sambil tersenyum pahit.
"Maafkan saya. Saya memang ayah yang tak sempurna untuk anak-anak saya." Katanya sedih.
Dengan wajah terlihat murung, Dokter Adrian pun berlalu meninggalkan Tara yang kebingungan dengan sikap si Dokter yang jadi aneh.
Meskipun di penuhi banyak tanda tanya, Tara pun pergi meninggalkan klinik Dokter Adrian dengan setengah berlari.
Di tengah perjalanan menuju alamat yang di berikan Dokter Adrian, di atas angkot. Tara asyik melamun memikirkan setiap perkataan dokter itu. Entah apa maksud dari setiap ucapannya. Sungguh membuat hatinya penasaran.
Tak lama kemudian, setelah beberapa menit. Mobil angkot yang ia tumpangi berhenti di sebuah kawasan perumahan elite. Tara menyusuri beberapa rumah dan mencocokan nomornya dengan alamat yang tertulis di kertas.
Mobil sedan silver milik Arya terlihat parkir di sebuah teras rumah yang lumayan besar dengan taman didepannya. Tara yakin, itu adalah rumah milik Arya. Ia pun mempercepat langkahnya mendekati rumah itu.
Suara cekikikan perempuan yang terdengar samar dari dalam rumah, mengurungkan niat Tara untuk mengetuk pintu. Suara itu terdengar manja dan mesra. Tara jadi penasaran.
"Suara siapa itu? Apakah Arya sudah punya istri?" Hati Tara tak karuan.
Berbagai prasangka dan dugaan timbul di benak nya. Ia pun mengendap-endap mengintip lewat jendela yang sedikit terbuka.
Tara terkejut melihat seorang perempuan sedang asyik berpelukan mesra di pangkuan seorang lelaki yang terlihat aktif mencumbu nya dengan penuh nafsu.
Jantungnya seolah berhenti berdetak.
Tara memperhatikan lelaki itu dengan lebih seksama. Penasaran, apakah itu Arya atau bukan? Yang jelas itu bukan Arya, tapi pria lain yang sepertinya teramat Tara kenal.
Wajahnya seketika pucat pasi. Tak percaya dengan apa yang ia lihat. Tubuhnya gemetaran, lututnya menggigil. Tara tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Pria itu adalah Roy, suaminya yang sudah hampir seminggu tidak pulang dengan alasan pergi ke luar kota.
Tubuh Tara seolah lemas tak bertenaga. Rasanya ia ingin marah dan berlari menerobos pintu masuk untuk melabrak mereka. Tapi sebuah tangan kekar dan kuat tiba-tiba menahan tubuhnya. Tara tersentak kaget dan menoleh ke belakang.
Sosok Arya telah berada dibelakangnya sambil menaruh jari nya ke bibir Tara. Arya memberi isyarat agar Tara tak bersuara.
Tara memberontak, ia mencoba melepaskan pegangan tangan Arya. Tapi tenaga Arya begitu kuat, Ia menarik Tara dengan paksa untuk menjauh dari rumah itu.
"Apa-apaan kamu? Lepaskan!" Jerit Tara marah pada Arya.
Saat ini Arya dan Tara telah berada cukup jauh dari rumah itu.
"Tenanglah Tara. Jangan terbakar emosi!" Arya coba menenangkan Tara.
Kecurigaan menyeruak dalam hati Tara. Rasa tak percaya pada Arya mulai menyelimuti hatinya.
"Jelaskan, Siapa kamu sebenarnya hah...!? apa hubungan mu dengan Roy? Kenapa Roy ada di rumah mu? Siapa perempuan itu? Kamu sengaja ya, mendekati aku agar Roy punya alasan untuk membuang ku? Begitu...? Apa karna itu kamu memberiku uang banyak? Apa itu uang dari Roy agar Aku tidak menuntut nya setelah di ceraikan Roy?!" Teriak Tara memberondong Arya dengan banyak pertanyaan disertai nada yang penuh emosi.
"Jangan marah padaku Tara. Dengarkan penjelasan ku baik-baik! Aku akan jawab pertanyaan mu satu persatu. Oke...!" Arya berusaha membujuk Tara untuk tenang.
Arya menarik nafas dalam. Ia Kemudian memegang kedua bahu Tara dengan kuat.
"Roy itu, adalah saudara angkat ku. Ia anak kandung Dokter Adrian. Perempuan yang kamu lihat tadi, nama nya Diana, kekasih nya Roy sebelum kalian menikah. Roy tak pernah tau hubungan kita berdua Tara, percayalah. Aku tak ada sangkut paut nya dengan mereka. Dan uang yang ku berikan padamu adalah milikku pribadi, bukan uang Roy...!"Jelas Arya pada Tara.
Tara nyaris limbung, mendengar penjelasan Arya. Ia tak menyangka begitu banyak rahasia Roy yang tak pernah ia ketahui selama ini. Apalagi Arya, Ia yang baru saja Tara kenal ternyata juga banyak menyimpan rahasia.
Wajar saja selama ini Arya tahu siapa Tara. Sungguh Tara tak menyangka, Dokter tua Adrian Kusuma adalah mertua nya yang sesungguhnya.
Siapa pria tua yang mengaku sebagai bapak mertuanya di pesta pernikahan Tara dan Roy waktu itu? Tara bingung.
Diana...? Tara tak mengenal perempuan itu sama sekali. Roy juga tak pernah bercerita tentang perempuan yang pernah menjadi kekasihnya di masa lalu.
Apakah ini maksud dari permintaan maaf dokter Adrian terhadapnya tadi? Tara teringat ucapan Dokter Adrian.
Lalu Arya, pria di hadapannya yang telah menaburkan benih-benih cinta di hati Tara. Ternyata menyimpan semua rahasia kebusukan dan perselingkuhan Roy darinya selama ini.
Mereka semua seakan sekongkol untuk menghancurkan hidup Tara. Tak kuasa, Tara menggigit bibirnya menahan sakit yang terasa bagai ribuan jarum menusuk relung hatinya.
Tara terduduk lemas, bersimpuh di jalanan aspal, sambil memegang dadanya yang terasa perih. Ia pun menjerit, menangis dan meraung seperti orang gila.
Arya menatap Tara dengan perasaan sedih. Ia mencoba untuk meraih tubuh Tara agar berdiri. Tara menolak, menepiskan tangan Arya yang terulur ke arahnya dan mendorong tubuh Arya dengan keras. Hingga Arya pun terduduk di hadapannya.
"Dasar jahat...! Kalian jahat...! Kamu dan Roy sama jahatnya!" Teriak Tara marah disela tangisnya yang tumpah ruah.
Ia memungut setiap benda yang ada di dekatnya dan melemparkannya ke arah Arya dengan membabi buta.
Arya hanya diam, membiarkan Tara mengamuk. Melepas kan semua emosi dan kemarahan yang membakar dadanya.
Hingga tanpa sadar Tara memungut sebuah batu dan melemparkannya kearah kepala Arya.
"Akh...!"Jerit Arya meringis pelan.
Arya mengusap pelipis kanannya yang berdarah terkena batu. Ia tak berupaya menghindar dari lemparan yang di tujukan Tara padanya.
Sesaat Tara merasa iba, ia ingin meminta maaf pada Arya karna melukainya. Namun sakit di hatinya membuat Tara merasa gengsi untuk melakukannya.
Tara pun menghentikan aksi brutalnya setelah Arya terluka. Lama mereka hanya terdiam tanpa bicara. Arya menatap Tara dengan wajah kasihan. Airmata Tara seakan tak berhenti keluar sedari tadi.
Kemudian Tara membuka tas kecil lusuh yang selalu menemaninya kemanapun ia pergi. Ia mengambil kartu ATM pemberian Arya kemarin lalu menyodorkannya pada Arya.
"Ini, ku kembalikan padamu. Aku tak mau menerima nya!" Ucap Tara dengan nada serak karna terlalu banyak menangis.
Arya hanya terdiam menatap kartu ATM miliknya yang di kembalikan Tara ke tangan nya. Tara pun segera bangkit berdiri dari duduknya.
"Aku harap, ini adalah terakhir kali kita bertemu. Jangan pernah temui aku lagi!" Ucap Tara dengan nada pilu.
Arya pun tertunduk lesu.
"Maafkan aku Tara!" Ujar Arya dengan suara pelan nyaris tak terdengar.
Tara hanya tersenyum sinis. Tanpa menoleh sedikitpun, ia pun pergi meninggalkan Arya yang terlihat sangat terpukul dengan kalimat terakhir yang di ucapkan Tara.
Langkah kaki Tara terasa gontai, tak bertenaga sama sekali. Hatinya, hidupnya, keluarganya, semuanya hancur sudah. Semua karna mereka, keluarga Adrian Kusuma.
Sakit hati yang Tara rasa kan saat ini, tak kan ia biar kan begitu saja.
"Lihat saja Roy, tunggu pembalasanku. Aku tak kan pernah menderita sendiri. Aku akan membalas semua rasa sakit yang pernah kamu berikan pada ku."
Tara bertekad dalam hati.
.
.
.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
larasatiayu
jd makin penasaran ama si royyy
2024-11-16
1
⍣⃝ꉣꉣ❤️⃟Wᵃf◌ᷟ⑅⃝ͩ●diahps94●⑅⃝ᷟ◌ͩ
hilangkan tanda tanya itu Tara, langsung tanya aja loh
2024-11-27
1
⍣⃝ꉣꉣ❤️⃟Wᵃf◌ᷟ⑅⃝ͩ●diahps94●⑅⃝ᷟ◌ͩ
wkwkwk sempet2nya iba kau Tara
2024-11-27
1