Bab 9 - Hari Sial

Sah...

Kata sakral menggema di ruangan itu. Terlihat seorang pria menghela nafasnya dengan kasar.

Aldo melihat ke arah mama dan omnya yang duduk tidak jauh darinya. Mamanya tampak begitu terharu dengan pernikahan terpaksa ini dan omnya, senyum-senyum saja seolah ikut bahagia dengan pernikahan ini.

"Aldo." panggil wanita di sebelahnya.

Aldo pun menoleh, ternyata Kitty mengulurkan tangan untuk dan mencium punggung tangannya. Matanya terus melihat Kitty yang menundukkan kepala.

"Tami." Ucap Aldo tanpa suara, hanya gerakan bibir. Saat wanita di depannya mengangkat kepala, wajah Tami yang terlihat. Wajah cantik yang tersenyum padanya.

Pria itu ikut tersenyum dan makin lama senyum itu luntur saat wajah di depannya kian berubah. Ternyata hanya bayangan sekilas.

"Aldo, suamiku." Panggil Kitty manja sambil memeluk erat lengan Aldo. Kini mereka berada di atas pelaminan.

"Lepaskan tanganmu!" Aldo merasa risih dipegang begitu.

"Suamiku, aku bahagia sekali menikah denganmu. Aku wanita yang sangat beruntung." ungkap Kitty dengan nada bergetar.

Saat pertama kali bertemu dalam perjodohan kala itu. Kitty sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Aldo. Meski tampak Aldo terus menerus menolak perjodohan, tapi Kitty tetap bertahan.

Dan benar saja, usaha tidak menghianati hasil. Aldo menikahinya juga.

Mata Aldo menatap Kitty. Entahlah, perkataan wanita itu membuatnya jadi merasa bersalah. Wanita itu merasa beruntung menikah dengannya, sementara dia. Terpaksa, sangat terpaksa!!!

"Aku tahu kamu belum bisa menerimaku. Tapi aku akan berusaha keras agar kamu bisa menerima diriku. Aku mencintaimu, Aldo. Suamiku sayang." Kitty mengatakannya dengan mata berbinar.

Aldo pun menatap Kitty dengan sorot mata yang tidak bisa diartikan. Dan Kitty juga menatap dengan tatapan memuja.

Keduanya kini saling menatap dengan pikiran masing-masing.

"Wa, lihat itu! Perasaan akan muncul seiring berjalannya waktu." ucap Rona pada adiknya. Ia merasa senang menjodohkan putranya.

Dewa melihat ke arah pengantin. Lalu mengangguk. Aldo sepertinya akan luluh juga.

"Kamu kapan menikah, Wa? Mau kakak carikan wanita?" tanya Rona. Ia sudah menikahkan putranya, kini tinggal adiknya yang bandel itu.

"Kak Ron, tidak perlu repot-repot!" tolak Dewa. Ia tidak mau dan tidak suka dijodoh-jodohkan.

"Yang itu namanya Citra. Lulusan luar negeri dan sekarang bekerja di perusahaan papanya. Dia-"

"Kak, aku makan dulu ya! Cacingku sudah demo!" sela Dewa cepat menghindari percakapan itu. Ia memilih kabur menuju prasmanan.

"Dewa!" Rona menggerutu kesal. Lagi promosi malah ditinggal.

Saat melihat kakaknya tidak melihat ke arahnya lagi, Dewa berubah haluan. Pria itu memilih keluar dari aula pernikahan. Ia mulai pengap dan gerah. Sudah dari pagi tadi berada di sana. Tubuhnya sudah lelah, walau hanya berdiri-diri saja menemani kakaknya menerima para tamu.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Tami berbaring sambil menatap atap kamar kost-nya. Pikirannya mengingat Aldo. Katanya pria itu akan menikah hari ini.

Sudah pukul 3 sore, pasti pernikahannya sedang berlangsung. Aldo kini sudah jadi suami orang, Tami harus melupakannya. Tak boleh memikirkan suami orang lain. Bisa dianggap pelakor.

"Semoga mas Aldo bahagia dan aku juga harus bahagia." ucap Tami lirih. Harus menerima dan mengikhlaskan semua. Berdamai dengan keadaannya saat ini.

Walau tidak melihat langsung Aldo menikah, tapi pria itu juga sudah tidak menemuinya lagi. Seolah hilang bagai ditelan bumi.

Tok... Tok... Tok... Pintu kamar di ketuk.

Tami pun bangkit dan membuka pintu dan kaget melihat orang yang datang.

"Hai, Tam." Sapa Indah dengan senyum mengembangnya.

Tami terpaksa tersenyum.

"Kau betah ya tinggal di sini?" ucapnya. Tami masih di kost-an lamanya.

"Iya."

"Nggak kau suruh masuk aku?" tanya Indah. Mereka masih di depan pintu saja.

"Masuklah." Tami pun mempersilahkan. Karena tamunya perempuan, diperbolehkan masuk ke kost-an.

"Tam, aku mau minta bantuanmu." Ucap Indah begitu masuk ke dalam.

'Aduh!' Tami merasa merinding mendengarnya. Pasti berhubungan dengan uang.

Demi menjaga silaturahmi, pinjam dulu seratus.

"Aku nggak bisa bantu, Dah!" tolak Tami belum lagi Indah mengatakan maksudnya.

Indah menepuk pelan lengan Tami. Ia belum juga bicara, seperti Tami tahu saja.

"Suamiku kan sudah tidak bekerja lagi. Jadi kami berencana buka usaha gitu, Tam. Jualan ayam penyet."

Tami hanya mendengarkan saja tanpa berkomentar. Perasaannya makin tidak enak.

"Kami rencana mau sewa ruko. Jadi sekalian bisa tempat tinggal juga. Sudah kutanya sewa rukonya 20 juta, terus untuk beli steling, meja dan perintilannya 10 juta. Jadi pinjam uangmu 30 juta, Tam."

Tami merasa sesak mendengarnya. Minjam 30 juta? Nggak salah tuh. Apa Indah pikir dia bank?

"Tam, bantulah aku. Cuma 30 juta, tiap bulan kucicil bayarnya." melas Indah.

"Aku tidak punya uang." ucap Tami.

"Tabunganmu kan banyak. Masa kau tidak punya uang segitu, masih gadis belum menikah. Aku pakai dulu tabunganmu, pasti aku bayar! Jangan sangsi kau sama aku!" yakin Indah kembali. Tidak percaya Tami tidak punya uang. Kerjaan temannya saja di kantoran. Pasti banyak gajinya itu.

"Mana ada tabunganku! Kau kalau mau pinjam uang sebanyak itu, ke bank saja!" saran Tami. Gajinya saja pas-pas an. Kalau ada yang ditabung, itu pun untuk jaga-jaga. Kalau kontrak kerja habis, harus cari kerja lagi. Syukur langsung dapat kerjaan, kalau makin lama nganggur. Habis juga tabungan itu.

"Oh iya Bank. Kita pinjam saja dari bank!"

"Ki-kita?" Tami merasa salah memberi saran. Kenapa jadi kita?

"Atas namamu saja yang pinjam ke bank, Tam. Nanti aku yang bayar tiap bulan."

"Kok aku? Kan kau yang mau buka usaha!" Tami merasa aneh. Kok jadi dia dibawa-bawa.

"Mana bisa aku pinjam ke bank, apa pekerjaanku? Mau bayar pakai apa? Kalau kau pasti bisa, Tam. Pinjam atas namamu, kau ada kerjaan. Bank lebih percaya samamu!" jelas Indah meyakinkan.

"Astaga!" Tami berucap. Hari apa ini? Apa hari sialnya?

Hari ini katanya Aldo menikah. Hari ini juga temannya mau menyesatkannya.

"Aku tidak bisa!" tolak Tami.

"Aku cuma pinjam atas namamu saja. Aku yang bayar tiap bulan, Tam! Aku tidak akan menyusahkanmu lah!" Indah kesal. Tami malah menolak.

"Kontrakku saja akan berakhir minggu depan! Aku akan jadi pengangguran!" ucap Tami. Hidupnya saja tidak bisa diprediksi ke depannya.

"Kau kalau tidak bisa bantu bilang, Tam! Tidak usah pakai beralasan ini itu. Aku mau hutang, bukan mau minta! Pasti akan ku bayar tiap bulan. Kau nolong teman saja tidak bisa! parah kau, Tam!" Indah merepet panjang mengeluarkan uneg-unegnya. Ia merasa dirinya benar.

"Pulanglah kau, Dah!" usir Tami menahan emosinya. Sudah mau hutang tidak pakai otak. Terus marah pula karena tidak dibantu.

"Kau tega tidak mau bantu temanmu!"

"Kau yang tega jadi teman!" jawab Tami tidak mau kalah. Mana ada teman sekejam itu.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Lanjar Lestari

Lanjar Lestari

iya betul Tam jangan mau di manfaatkan oleh indah dia cm mau bohongin km

2024-05-05

0

Rina Azzahra

Rina Azzahra

temen peak, untung tami g mau kalo mau tepuk jidat saja /Smile/

2024-02-06

2

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 55 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!