Sementara itu di belahan bumi lain...
"Selamat malam bos." James membungkuk sambil memberikan laporan terbaru tentang penyelidikan terakhir.
"Hmm, seharusnya usia gadis itu sudah 20 tahun sekarang." Seru Harold bangkit dari kursi kerjanya lalu menatap pemandangan malam jalanan kota Ankara yang begitu gemerlap dari gedung pencakar langit pemilik Mumtaaz Corporate I itu.
"Yah bos, setelah berhenti menjadi buruh pabrik di kota Tasikmalaya, kami kehilangan jejak kedua hizmetkar (pembantu) itu."
"Sudah 5 tahun dan kalian masih belum bisa menemukan jejak pasangan Günahkar (pendosa) itu?"
Harold Mumtaaz menggebrak meja di depanya hingga James terperanjat kaget.
"Kamu tahu kan apa hukuman untuk Hain (pengkhianat)?"
Pria itu semakin emosi sambil berkacak pinggang. Curiga dengan gelagat James asistennya yang sepertinya sengaja menunda agar berita tentang keponakannya yang hilang 18 tahun yang lalu itu tetap menjadi tanda tanya besar.
"Ma maafkan ketidak becusan detektif yang saya sewa itu bos, tapi sedari dulu kami tak pernah temukan jejak di mana mereka menyekolahkan gadis itu atau pun mengajaknya bepergian.."
James menjelaskan dengan kedua tangan di tengadahkan. Wajah pucat pasinya semakin kentara.
Suara pistol tangan di tarik pelatuknya. "Kerk!"
"Ammm.. pun boss!"
Kedua tangan James diangkat tinggi-tinggi seraya ketakutan. "Sa saya khawatir gadis itu su su dah meninggal!"
"Doooooor!"
"Aaaaaaakkk!" Teriakan james membahana. Setelah pria keji itu menarik pelatuk pistolnya hingga darah mengucur dari sudut telinga James. Yah daun telinga pria itu sobek terkena serempetan peluru tadi.
Pria itu menangis memegangi telinganya yang bersimbah darah dengan bersimpuh di kaki Harold.
"Am.. puni saya bos.. ampuni saya..!"
"Kerahkan pembunuh bayaran untuk mencari keberadaan Mütevazı hizmetçi (pembantu hina) itu, kalo memang gadis itu sudah meninggal cari kuburannya, minta surat kematiannya!"
"Heh seharusnya ini semua sudah berjalan sesuai rencana, dasar asisten g*bl*g! Seluruh kekayaan Mumtaaz adalah milikku itu mutlak nggak ada yang bisa merubah!"
James mengangkat kedua tangannya dengan gemetar.
Sambil masih nyengir menahan sakit di telinganya James lalu menjawab. "Ba baik.. bos!"
James lalu pergi dari hadapan sang atasan sambil merintih dan bergegas pergi ke rumah sakit terdekat untuk mengobati lukanya.
***
"Ayyah.. ibuuu?"
Manik mata indah gadis cantik itu semakin berkaca-kaca. Apa semua itu benar? Sebenarnya dia anak siapa? Lalu ayah dan ibu yang membesarkannya ini siapa?
"Neng.. maafin ayah ama ibu."
Hanif berucap sambil menunduk.
"Kita berdua sebenarnya TKI yang bekerja di keluarga Mumtaaz di kota Antara Turki. Keluarga konglomerat disana. Namun tak lama setelah 5 tahun kami mengabdi. Keluarga itu mulai sering cek-cok."
Hanif semakin menundukkan kepalanya sambil bulir air mata mengalir bersamaan dengan Atikah yang juga berkaca-kaca.
Pria berusia 50 tahun itu sedikit sesenggukan, lalu melanjutkan ceritanya. "Apalagi majikan kami Harsyam adalah cucu kesayangan Herzemar Mumtaaz. Harold sang kakak yang merasa tak di akui sebagai cucu karena merupakan anak dari hubungan gelap sang ayah, tak terima dengan pembagian warisan yang menurutnya berat sebelah."
Atikah masih menggenggam erat tangan lentik Nata. Gadis cantik itu berlinang air mata sambil menggamit erat jari-jemari Atikah.
"Hingga Harsyam membagi Mumtaz Corporate menjadi 2 agar Harold berdamai dengan keadaan. Herzemar Mumtaaz pun mendengar pembagian perusahaan itu dan marah besar."
"Lalu memutuskan untuk mewariskan seluruh asetnya untuk si gadis kecil buyutnya yakni Anak dari Harsyam dan Mevanya, yaitu kamu neng."
Hanif mengangkat kepalanya. Ia menatap gadis cantik yang berpelukan dengan sang istri sambil menangis itu.
"Harold pun tak terima dengan isi wasiat itu. Lalu kejadian naas pun terjadi saat ketiganya berlibur di pulau terpencil di negeri itu. Villa mereka hangus terbakar tak tersisa."
Reta sampai tak kuasa menahan air matanya. wanita itu langsung mendekat ke arah Nata dan turut memeluk gadis itu. "Mah orang tua Nata udah meninggal mah..."
Reta semakin banjir air mata lalu menjawabnya. "Kami menyayangimu seperti anak kami sayang, ada mamah dan papah ada ayah ibumu ya?"
Hanif pun mendengar ungkapan hati Reta tadi dengan tangis haru semakin deras membasahi pipinya.
"Saya dan Atikah sudah berusaha sekuat tenaga hanya bisa menyelamatkan bayi mungil mereka yang waktu itu berusia 2 tahun."
"Jadi ibu dan bapak ini sebenarnya dalam pengejaran apa begitu?" Sahut Zev hingga membuat Atikah dan Hanif semakin ketakutan.
"I.. iya den, kami kami takut akan terjadi sesuatu dengan putri kami jika kami mengadakan pernikahan dan apapun yang dapat mengundang kerumunan."
Atikah semakin gusar dengan menggenggam erat tangan Hanif.
"Sial!"
Zev mengusap wajahnya kasar dan baru sadar kalo ada gerombolan pria berbaju hitam bertanya sesuatu padanya.
"Kenapa Zev, apa ada yang mengganggu pikiranmu?"
Balwin tampak memicingkan matanya melihat putra bungsunya seperti mengetahui sesuatu.
"Apa bapak dan ibu, sering diikuti seseorang akhir-akhir ini?'
Atikah dan Hanif kompak mengangguk.
"Sebenarnya sudah dari dulu den. Setelah menyemir rambut si eneng jadi hitam dan kami pindah kemari mereka sudah tak pernah kelihatan mengikuti."
Mata Balwin dan Reta semakin iba pada nasib sang calon meenantu..
"Hmm begini saja, rasanya tempat tinggal bapak dan ibu sudah nggak aman. Lebih baik tinggal di.."
Hanif langsung memotong perkataan Zev yang kelihatan ingin membantunya.
"Nggak den, kami akan tinggal di tempat kami sendiri. Kami nggak mau merepotkan."
Balwin dan Reta menahan Zev untuk mengatakan hal itu. Keduanya sebenarnya sudah pernah menawarkan untuk tinggal di rumah keluarga Maldini yang berada di belakang komplek perumahan Pondok indah itu, tapi lagi-lagi Hanif meennolak.
Walau miskin Hanif dan Atikah tetap kekeh mempertahankan harga dirinya. Apalagi yang menawarkan kini berstatus calon besan. Tentu pria itu tidak mau para tetangga semakin menggunjingnya memanfaatkan besan kaya.
Mulut tetangga lebih tajam daripada belati. Lebih baik tinggal di rumah sendiri walau jelek tapi tentram tak merasa terusik oleh apa pun dari pada tinggal di tempat yang bagus nyaman tapi tidak menentramkan.
"Kami sarankan pernikahan ini di rahasiakan dari publik." Seru Hanif kemudian.
Balwin dan Reta yang tadinya ingin memeriahkan pernikahan putra bungsunya si bujang lapuk itu terpaksa harus gigit jari.
Reta gemas dan tak sabar ingin segera memamerkan pernikahan Zev didepan publik terutama pada keluarga Ong.
Reta dan Balwin tak tahan ingin membungkam mulut keluarga itu yang dengan bangga menuduh Zev tak menikah lantaran patah hati pada Vero. Walau kenyataannya benarlah adanya.
"Yah apa boleh buat. Pernikahan ini kita adakan tertutup di kediaman Maldini saja." Seru Balwin dengan tegas dan jelas.
Saatnya Balwin Reta lalu Zev pamit meninggalkan kediaman Hanif. Ada kekhawatiran dalam diri Balwin dan Reta bagaimana jika ketiganya dirong-rong para penjahat itu lagi malam ini?
"Pah, aku akan bermalam disini kalo papa dan mama cemas?" Celetuk Zev karena tak tega dengan kedua wajah panik orang tuanya saat ini.
"Ehh jangan den, bapak sama ibu sudah siapkan parang dan golok kalo sampai ada yang berani macam-macam." Sahut Hanif yang masih mendengar perbincangan ke tiganya.
Tentu saja Hanif tak rela jika si borokokok menginap di rumahnya bisa-bisa kejadian waktu itu terulang lagi malah makin parah kalo Zev serumah dengan putrinya.
Apalagi sekilas tadi Hanif melihat bibir Nata tampak lebih merah dan tebal dari biasanya. Merah bukan dari lipstick tentu karena Nata tak pernah memakai gincu sama sekali hingga sebesar ini.
To be continued..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
◌⑅⃝(꜆˘͈Chy˘͈꜀)⑅⃝◌
❤❤❤
2024-02-20
0