Heh dosen gelo! Semua yang diomongin gadis itu ngga ada benernya lagi. Mana ada Nata iri ama tu lampir junior?
Zevan mencoba mengontrol emosinya, tak mau terlalu menyudutkan juga. Apa yang dia dengar adalah keterangan sepihak dari Nata saja.
"Okay, saya masih mengumpulkan bukti, kalo sampai.. saya bilang kalo sampai.. saya sudah mendapatkan bukti itu, saya akan langsung bertindak!"
"Dan.. singkirkan tanganmu ini!"
Zev risih dengan gerak-gerik Vena yang ingin selalu dekat dengannya. Pria itu berkata sambil mengetuk jari telunjuknya ke atas meja yang memisahkan antara Vena dengannya. Gadis itu pun mulai salah tingkah. Mencoba membenarkan rok mininya yang mulai sedikit menyingkap ke atas.
"Bapak tahu kan papi saya adalah investor terbesar di kampus ini, sebaiknya bapak nggak mudah termakan oleh isu miring tentang saya, karena papi saya nggak akan tinggal diam, jika tahu anaknya di fitnah seperti ini! Ini namanya pencemaran nama baik pak!"
Vena sampai memajukan duduknya lalu membungkukkan bahunya hingga belahan bongkahan padat itu pun menyembul, mubadzir untuk tak di lihat, mumpung gratis.
Zev pun berdiri dan duduk di kursi lain, pasalnya si 'anu' sedikit terbangun gara-gara hal itu.
"Ya sudah kamu boleh pergi!" Usirnya pada Vena dengan nada bicara tanpa penekanan.
Dilihatnya gadis ini punya kekuatan yang tentu seorang dosen sepertinya tak mampu mengalahkan kekuatan itu. Tangan Zev di arahkan ke pintu agar Vena menurutinya.
"Ini kartu nama saya pak, saya akan menanggapi chat bapak kalo ajak saya kencan, atau bimbingan belajar hanya berdua." Ucap centil Vena sambil mengedipkan mata dan tersenyum cerah meninggalkan Zev yang tak mampu berkata-kata.
Sebenarnya pria tampan itu tak kaget dengan godaan silih berganti datang dari para mahasiswinya. Pasalnya Zev tercatat sudah mengajar di kampus itu selama 5 tahun lamanya.
Baik S1 maupun pasca sarjana. Godaan Vena tadi adalah godaan kesekian kalinya yang tak akan buat Zev gentar karena ada embel-embel 'murid' disana.
Haram baginya bercinta dengan muridnya sendiri yang belakangan di langgarnya sendiri.
Zev berusaha tenang dengan meminum white coffee yang sudah hampir dingin. Teleponnya pun berdering tampak 'Monyet' terpampang nyata di layar hp mahalnya.
"Gimana nyet?"
Zev bergegas mengangkat telpon itu. Lalu tangan kirinya menyugar rambut tebalnya yang tak berpomade sore itu.
"Nungguin gue lo njing?"
"Ck! buruan loh dapet nggak?" Zev semakin tak tahan untuk segera dapat jawaban yang dia tunggu.
"Tante gue nggak mau ngasih! Itu privasi katanya!"
"Sial!"
Zev lagi-lagi rebahan di sandaran kursi ternyaman itu. Lalu Nando pun bereaksi. "Kenapa pusing-pusing sih, elo tuh professor hacker paling gila yang pernah gue kenal, masa ngurusin beginian aja nggak bisa sih njing?"
Zevan masih tak bergeming. Memang ini keahliannya, bahkan sangat mudah sekali melakukannya.
Namun aksi nekatnya sebagai hacker yang hampir menguras uang di bank international swiss dan hampir saja membuatnya mendekam di jeruji besi di usianya yang masih menginjak usia 16 tahun waktu itu agaknya membuat pria ini trauma.
Bahkan sang ayah harus menguras kocek dalam-dalam untuk membebaskannya. Untungnya alibi Balwin sebagai crazy rich kala itu bisa diterima.
Bahwa Zevan melakukannya atas dasar kenakalan remaja dan bukanlah semata-mata sengaja merampok salah satu bank tekemuka di dunia itu.
"Jangan bilang lo masih trauma, ck! Cemen lo!" Nando bernada meremehkan.
"Oke deh, ya udah dasar monyet ga guna lo!" Ucap Zevan seraya menutup panggilan itu sepihak.
Zevan lalu membuka laptopnya mengutak-atik cctv Monalisa Night Club.
2 jam pun berlalu. Zevan bergumam. "Baru sekarang rasanya gue peduli Ama urusan orang lain!"
Setelah mendapatkan apa yang di carinya Zevan pun meluncur ke kediamannya untuk mendinginkan otaknya barang sejenak.
Seharian ini pikirannya penuh dengan Nata. Lalu pria itu bergidik sendiri. Sejak kapan dirinya jadi pedofil.
Udah tau begini ngerasa jadi pedofil lu! Coba pas ngaduk lendir di ranjang tadi malem. Pengen gua tabok pake klompen mak gua lu!
Tepat sesampainya di apartemennya. "Den, bibik pulang dulu."
Zevan mengerutkan kening, dan melihat bawang bawaan Marni banyak sekali. "Tumben malem?"
"Iya den PR nya banyak?"
"PR?" Zevan lalu berkacak pinggang, merasa aneh dengan jawaban Marni barusan.
Marni kemudian tersipu lagi, mencoba menjelaskan maksud ucapannya. "Entu den, biasanya pan atas aja, sekarang kamar atas dan bawah banyak noda."
Lalu si profesor pun mengerti apa maksud Marni. "Noda?"
Sontak dadanya berdesir. "Terus apa ayu nggak ambil sendiri... ah sial!"
Zevan mengusap wajahnya kasar. Menggigit bibir nya sendiri.
"Kalo neng geulis nggak bisa ambil ya saya yang antar den. Permisi."
Marni membungkukkan badannya untuk segera minggat dari apartemen Zevan. Daripada harus bertemu dengan wanita baru lagi.
Mending kabur sekarang juga!
"Hmm."
Zevan berpikir keras apa itu berarti Marni akan datang ke ruko tempat Fancy Laundry berada. Jam segini apa masih buka?
Gimana kabarnya si cempreng itu? Zevan akhirnya melihat kepergian Marni dengan tatapan nyalang.
Tak ada yang bisa di lakukannya kali ini. Semoga gadis itu tak lagi mengungkit tentang pertanggung jawaban atau semacamnya. Lalu pria itu bisa menjalankan aktivitas nya tanpa di hantui kedua orang tuanya yang memintanya untuk bertanggungjawab.
***
"Eh mbak Marni.." Pekik Atikah dengan senyum sumringah.
"Dek Tikah, si geulis manah?" Tanya Marni seraya menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan gadis cantik yang selalu ceria itu.
"Entu, si neng Nata udah pulang mbak, ini apa aja yang kena noda?"
Seperti biasa Atikah dan Hanif selalu memeriksa biangnya noda kali ini sudah menodai wanita mana saja?
"Ini dek, ada sprei terus kancut eehh."
Marni keceplosan dengan cepat menutup bibirnya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Ada lagi lingerie yang tertinggal bekas pergumulannya beberapa waktu yang lalu.
"Yah yang ini ya nodanya?"
Tikah pun menunjuk noda merah darah yang pudar seperti sudah dicoba di hilangkan dengan air.
"Iya bener."
Marni mengangguk sambil nyengir. Sebenarnya Marni ingin menguceknya sendiri namun hal itu tak pernah di ijinkan oleh Reta.
Marni sangat tahu bagaimana akibatnya jika Marni membawa pulang sisa pertempuran Zevan dengan para wanitanya ke rumah utama.
"Ehem, korbannya tumben perawan mbak?"
"Eh..Korbannya si eneng geulis, perawannya ilang..ayam... ayam .."
Terpaksa Tikah menanyakan hal yang sudah di tahannya sekian lama. Marni pun gelagapan. Tenggorokannya seperti tercekik.
Marni tak sampai hati menjawabnya. Tak tahunya wanita latah ini tak bisa mengendalikan mulutnya.
"Apah?"
Jantung Tikah hampir copot, detak jantungnya berkejar-kejaran. Hanif sampai keluar dari ruang setrika?
"Siapa yang ilang perawannya?"
To be continued..
Yuk tinggalkan jejak dear..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
◌⑅⃝(꜆˘͈Chy˘͈꜀)⑅⃝◌
Haha dasar latah ᥬ🤣᭄ ᥬ🤣᭄
2024-02-20
0