Bab 10.

"Ya Allah.... ternyata Mas Irfan benar-benar kecewa sama aku." menatap nanar layar ponsel yang sudah ia letakkan kembali ni nakas.

"Aku harus kemana setelah ini? Nggak mungkin aku terus menerus tinggal di hotel ini. Yang ada malah tabunganku akan cepat habis. Aku juga harus kembali bekerja demi menyambung hidupku dan Alif. Tapi kalau keluar dari sini, besar kemungkinan akan kembali bertemu dengan Fahmi. Apalagi temannya ada di mana-mana. Pasti dia juga bakal minta bantuan ke temen-temennya itu untuk mencari keberadaanku."

Bukannya Renata takut, tapi ia sudah malas jika harus berhadapan dengan orang-orang seperti keluarga Fahmi.

Berjalan ke arah balkon, dimana Renata bisa melihat hiruk pikuknya jalanan dari gedung pencakar langit ini. Dari sekian banyak pulau dan kota yang ada di Indonesia, Renata masih belum bisa menentukan kemana ia akan pergi.

Tring!

Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya, membuat Renata tersentak dari lamunannya. Saat meraih ponselnya, ada nama Fahmi yang tertera di atas pesan masuk itu.

"Huh! Mau bicara apa lagi orang satu ini?" gumamnya.

Sengaja Renata memang belum memblokir nomor ponsel Fahmi sebelum ia mendapatkan kembali motornya. Jika ia sudah tau dimana motornya, Renata akan minta bantuan orang lain untuk mengambilnya nanti. Lumayan jika motor itu bisa ia dapatkan kembali lalu akan ia jual.

(Kamu dan Alif ada di mana? Kenapa panggilanku selalu kamu alihkan? Apa begini caramu memperlakukan suami? Kamu juga sudah pergi tanpa ijin dariku dulu. Apa orang tuamu dulu nggak pernah memberi contoh atau nasehat yang baik pada anak-anaknya dalam menjalankan sebuah rumah tangga?) bunyi pesan itu yang terkesan cuma Renata lah yang salah.

Renata tersenyum miring setelah membaca pesan itu. Lalu ia mulai mengetik pesan balasan.

(Buat apa kamu nyari aku sama Alif? Bukannya kamu sudah nggak peduli lagi sama kita? Kamu sendiri kan yang bilang saat itu? Jangan pura-pura amnesia deh!

Soal panggilan yang aku alihkan, itu kan aku belajar dari kamu? Dan caraku sekarang memperlakukan kamu itu kan juga aku nyontoh dari kamu, Fahmi! Ingat, baik buruknya istri itu juga tergantung dari suami.

Kalau kata orang, aku sebagai istri itu hanya surga numpang, neraka ikut! Jadi jangan berani-beraninya kamu bawa-bawa ajaran dan didikan kedua almarhum orang tuaku. Yang harusnya kamu pertanyakan itu cara didikan orang tuamu sendiri.

Bagaimana kedua orang tuamu itu mengajarkan ilmu agama padamu? Bisa-bisanya kamu lalai pada tanggung jawabmu sebagai seorang suami dan ayah hampir 2 tahun ini, tapi kedua orang tuamu diam saja.)

Pesan terkirim, dan langsung berubah centang dua biru. Rupanya Fahmi selalu online sekarang.

Cukup panjang lebar Renata membalas pesan itu. Apalagi ia juga tak terima jika almarhum kedua orang tuanya ikut di bawa-bawa dalam masalah ini. Karena bagi Renata, semua ini ya murni atas kesalahannya sendiri yang salah pilih suami.

(Kamu bawa Alif pulang sekarang juga! Sebelum aku sendiri yang akan menemukan keberdaan kalian.)

Kali ini Renata hanya membaca pesan itu. Lalu kembali ia meletakkan ponselnya.

"Kamu pikir, kamu siapa Fahmi? Kamu bukan lagi orang yang pantas untuk aku hargai dan hormati. Kamu sendiri yang sudah merusak hubungan rumah tangga kita. Gelar suami itu tak pantas kamu sandang." berbicara seolah Fahmi sedang ada di hadapannya.

Baru saja ingin merebahkan diri di samping Alif, sambil menunggu bayi mungil itu bangun, lagi-lagi ponselnya kembali berbunyi.

(Kenapa pesanku hanya kamu baca saja? Inget ya, aku nggak main-main sama ucapanku. Jadi sebaiknya sekarang juga kamu pulang. Atau kamu kasih tau di mana kalian sekarang. Biar aku yang jemput ke sana!)

Kembali pesan itu Renata abaikan. Dan Alif juga tiba-tiba terbangun. Kini ia lebih memilih bermain dengan Alif ke kolam renang yang ada di hotel. Cukup bosan juga terus menerus berada di kamar dari kemarin malam.

####

Selepas dari jam kerja, Deon sengaja mempercepat laju kendaraan bermotornya menuju tempat tinggalnya. Bukan karena sudah kangen dengan anak dan istri. Tapi karena ia sedang kesal dengan atasan di tempat kerjanya.

"Baru jadi bos sablon aja sudah sombong! Emang dia pikir cuma di tempatnya aja aku bisa kerja? Ya, nggak lah! Aku juga bisa kok cari kerja di tempat lain! Yang gajinya lebih gede dari situ." omelnya sepanjang jalan tanpa perduli jika banyak orang yang menatapnya aneh.

Sesampai di rumah, rupanya emosi Deon masih belum juga hilang. Sedikit melempar tas ke arah tempat tidur, dimana ada Dita- istrinya yang sedang rebahan.

"Kamu apa-apaan sih, Mas? Ngapain juga pulang-pulang bukannya salam, ini malah main lempar-lempar tas. Untung aja nggak kena badanku tadi," cerocos Dita tanpa jeda.

"Huh!" hanya helaan nafas berat yang Deon keluarkan. Terduduk di lantai sambil menopang keningnya di lutut. "Aku sudah di pecat!"

Sontak Dita melempar ponsel yang ada di genggamannya. Kini ia pun sudah ikut duduk di lantai berhadapan dengan Deon.

"Apa kamu bilang, Mas? Di pecat? Kok bisa? Kamu kan baru aja 2 hari kerja di sana? Emang kamu ngapain sih kok sampai bisa di pecat? Ihh, kamu mah gitu! Kerja aja nggak pernah bener. Punya uang warisan juga sudah abis, padahal hutang-hutang kita juga belum kebayar semua," Dita mengacak rambutnya frustasi.

"Kamu bisa nggak, nggak nyalahin aku terus menerus? Setidaknya kalau kamu belum tau apa masalahku sampai aku di pecat, kamu tanya dulu baik-baik. Atau kalau nggak mau tanya, mending kamu diem!" bentak Deon cukup lantang. Untung saja kedua anak mereka sedang tidak ada di kos.

"Ya aku kan sudah tanya juga tadi! Kamu ngapain kok sampai bisa di pecat?" ucap Dita tak kalah lantangnya.

"Aku salah cetak kaos sampai ratusan biji. Aku sudah minta maaf, tapi bos minta aku ganti rugi. Ya jelas aku nggak mau dong! Kan aku sudah minta maaf, lagipula uang dari mana aku buat ganti rugi? Aku nggak salah dong kalau aku melawan? Eh, malah di pecat aku." adu Deon bak anak kecil yang sedang mengadu pada orang tuanya.

"Duh, kalau kamu di pecat, terus bulan depan kita bagaimana dong, Mas? Cari kerja di sini kan nggak gampang, Mas! Kamu dapet kerja di sana aja karena aku mohon-mohon sama Mas David yang sudah cukup lama kerja di sana biar ngomong sama bosnya."

"Ya mau bagaimana lagi?" Deon mengedikkan bahunya, lalu bangkit berdiri. Tak mau ia berlama-lama membahas masalah ini dengn Dita. Bukan pembelaan yang di dapat, justru makin menambah beban pikiran.

"Sudah ah, aku mau mandi dulu. Kamu sudah masak kan?" tanyanya lagi sebelum masuk ke kamar mandi.

Dita mendongak ke arah Deon dengan tatapan sinis. "Iya sudah masak batu sama air sama angin!"

"Ck! Kamu kan bisa hutang dulu sama warung depan, Dit!"

"Malu lah, Mas. Yang kemarin aja kita belum bayar! Gini nih, kalau andelin gaji harian dari kamu, tapi kamunya kerjanya malah nggak bener."

BRAK!

Malas menjawab, Deon memilih masuk ke kamar mandi dengan membanting pintu.

"Iya, banting aja, Mas! Biar kalau rusak, nanti pak kos nyuruh kita ganti rugi plus kita di usir dari sini! Heran deh, punya suami tapi nggak guna banget!" gerutunya lalu kembali duduk di atas tempat tidurnya.

Duduk bersila sambil menopang dagunya, Dita memaksa otaknya untuk terus berpikir bagaimana caranya malam ini agar mereka tetap bisa makan. Dan kalau bisa mereka punya usaha sendiri aja.

Setelah beberapa menit berpikir, terlintas lah ide yang menurutnya sangat bagus. Tak lama kemudian Deon juga sudah selesai mandi.

"Ngapain kamu senyum-senyum sendiri? Jangan bilang kalau kamu sudah mulai gila!" Deon bergidik ngeri dengan ucapannya sendiri.

"Enak aja!" sewot Dita. "Sini deh, Mas. Aku mau bisikin kamu sesuatu. Aku yakin jika ideku kali ini pasti kamu setuju." Dita menepuk tempat tidur untuk mempersilahkan Deon duduk.

Karena penasaran dengan istrinya, Deon pun mengikutinya.

Dengan wajah yang semangat empat lima, Dita terus saja merinci idenya. Sedangkan Deon manggut-manggut sambil sesekali tersenyum.

"Bagaimana, Mas? Kamu setuju kan?" tanya Dita usai membisikkan idenya.

"Aku ikut kamu aja, aku percaya idemu kali ini pasti sukses." timpal Deon.

Terpopuler

Comments

Sunarmi Narmi

Sunarmi Narmi

Blokir saja..sdh tau licik renata kmu pinter dikit ngapa..niat klo mau maju ya jgan toleh ke belakang ..los ke..

2024-12-01

0

Adelia Rahma

Adelia Rahma

kenapa gak ada yang bener sih keluarga Renata itu.. gemess tau

2024-12-02

0

Wijiyanti Solo

Wijiyanti Solo

klau bisa Renata jgn dibikin bodoh kak thor seperti saudara n suami

2024-11-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!