Bab 15

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Renata sudah menentukan keputusannya. Dia tak akan memberikan modal usaha untuk Deon. Karena dia sendiri juga belum yakin seratus persen akan betah tinggal di kota D.

Jadi kalau misal, Renata ingin pindah lagi dari kota D, kan dia tak perlu pusing memikirkan soal uang lagi. Kalau soal kerja apa di kota D nanti, Renata ingin sekali menjadi reseller baju. Kebetulan sudah dari lama dia tanya-tanya soal itu pada toko yang ia incar.

Malam harinya, Dita kembali mengetuk pintu kamar Renata.

"Ada apa, Mbak?" tanya Renata tatkala pintu sudah terbuka. Dari romannya Renata sudah bisa mencium kalau kedatangan Dita pasti tak jauh-jauh dari perkara uang.

Dita langsung nyelonong masuk begitu saja.

"Gimana? Sudah kamu pikirkan?" Dita duduk bersila di ranjang hotel.

"Sudah, Mbak. Maaf sebelumnya, tapi aku nggak bisa kasih modal buat usaha kalian. Karena uangku sudah habis. Fahmi sudah memakainya untuk merenovasi rumah orang tuanya tahun kemarin."

Terpaksa Renata bohong kalau uangnya sudah habis. Tapi kalau soal merenovasi rumah kan memang benar.

"Lah, kamu kenapa mau-mau aja sih? Yang pinter dikit dong, Ren! Masa uang hasil warisan istri kok di kuasai suami dan keluarganya. Terus kalau sudah begini, kamu sendiri yang luntang lantung nggak punya uang!"

"Ya mau bagaimana lagi, Mbak. Saat itu kan aku memang tinggal di sana, masa mertuaku pinjam buat renovasi rumah, nggak aku kasih?"

"Nah! Mereka pinjam kan? Berarti mereka wajib ngembaliin kalau gitu! Sudah kamu minta?" tanya Dita menggebu.

"Sudah, tapi katanya belum ada uangnya."

"Ya jelaslah mereka jawabannya gitu. Secara kamu nagihnya cuma melalui pesan singkat!"

Renata hanya menggedikkan bahunya. Karena bagi Renata juga percuma mau minta uang itu kembali. Sampai lebaran monyet pun mereka tak akan mau mengembalikan.

"Sini biar aku aja yang minta," celetuk Dita tiba-tiba.

Renata bangkit berdiri dan berjalan ke arah balkon. "Aduh... Aku tuh udah males Mbak berhubungan sama mereka. Untuk saat ini aku mau menghindar dulu. Tapi nanti pasti akan aku minta lagi itu uangku."

"Terus gimana dong sama rencana usahaku?" gumam Dita yang masih dapat Renata dengar.

"Coba cari pinjaman ke teman Mbak dulu. Atau ke saudara, Mbak Dita. Kan saudara Mbak Dita juga pada jadi Manager di bank?"

"Ya sudahlah! Aku mau balik ke kamar dulu!"

Namun baru saja beberapa langkah, Dita kembali menghampiri Renata.

"Ren, bagi duit dong. Buat beli makan malam." ujarnya seraya menengadahkan tangannya.

"Memangnya Mbak Dita nggak punya uang sama sekali?" Renata mengeryitkan keningnya.

Renata benar-benar di buat penasaran dengan keuangan di dalam rumah tangga kakaknya.

"Kalau ada ngapain aku minta sama kamu!" Dita memutar bola matanya.

"Lagian nggak bakal buat kamu jatuh miskin kok kalau sekedar ngasih aku uang buat beli makan malam. Toh ini juga buat beliin makan Mas mu dan kedua ponakanmu. Jangan terlalu perhitungan lah kalau sama sodara! Sama orang tuanya Fahmi aja kamu bisa seroyal itu. Padahal dia kan orang lain. Lah ini sama kakakmu sendiri, kamu nggak mau ngasih? Apalagi sekarang kamu lagi butuh bantuan Mas mu buat keluar dari kota S kan?

"Ya Allah, Mbak. Aku minta bantuan untuk di jemput, kan aku juga yang biayain transportnya?"

"Trus untuk kerugian waktu kami gimana? Seharusnya Mas mu saat ini tuh udah kerja di tempat yang lumayan besar gajinya. Tapi karena Mas mu itu kasihan sama kamu, makanya dia rela ngelepas kerjaan itu dan ngejemput kamu di sini! Lah kok sekarang sekedar ngasih uang buat kami beli makan aja kamu keberatan! Asal kamu tau, uang yang bakal kamu kasih itu nggak sebanding sama pengorbanan kami yang rela jauh-jauh datang kemari!" Seru Dita sembari berkacak pinggang dan mata melotot.

"Ya sudah, aku minta maaf."

Renata berjalan menggambil dompetnya lalu mengeluarkan 2 lembar uang berwarna merah.

"Segini cukup kan, Mbak?"

Dita gegas merebut uang tersebut. "Sebenarnya sih kurang! Tapi ya sudahlah." ujarnya sambil berlalu keluar kamar.

"Mbak, aku sudah nggak sanggup kalau besok harus bayar perpanjang kamar hotel! Jadi kalau sampai besok siang, kita belum juga berangkat ke kota D, aku bakal pergi sendiri ke tempat yang aku mau!" ancam Renata. Walau sebenarnya itu hanya gertakan semata.

"Iya, nanti aku sampaikan ke Mas mu!" teriak Dita sebelum pintu ia tutup.

##

"Gimana? Dapet uangnya?" tanya Deon yang menunggu hasil dari usaha Dita untuk memeras adiknya.

Sebenarnya Deon juga tak tega, tapi rasa tak teganya itu lagi-lagi harus kalah dengan rasa takut pada istrinya.

"Dapet, tapi cuma dua ratus ribu! Sumpah pelit banget sih adikmu itu, Mas?" decak Dita kesal.

"Dua ratus ribu kan sudah lumayan banyak kalau kita buat beli makan, Dit? Memangnya kita beli makan itu segerobak-gerobaknya? Sampai uang segitu kamu bilang 'cuma'?"

Dita langsung menatap tajam ke arah Deon.

"Masalahnya Adekmu itu mau ngasih uang hasil bagi warisannya untuk orang tua Fahmi betulin rumahnya! Dan itu ia lakukan cuma-cuma. Buktinya saat aku suruh dia tagih lagi uangnya itu, adekmu banyakan alasannya!"

Deon terkesiap. "Ja-jadi uang warisan Renata sudah habis? Terus gimana dengan rencana kita yang mau buka usaha?"

"Makanya itu! Kesel sekali aku sama adekmu itu, Mas!" sungut Dita lalu bersilang tangan di dada.

"Oh, iya. Tadi Adekmu itu juga bilang, kalau besok dia nggak mau perpanjang sewa kamar hotel. Dan dia bakal pergi sendiri ke tempat yang dia mau kalau kita nggak juga mengajaknya ke kota D."

Kembali Deon hanya menghela nafas panjang setelah mendengar laporan dari Dita.

"Ya sudahlah, besok kita kembali dulu aja ke kota D. Sambil kita terus usaha suruh Renata untuk meminta kembali uang yang di pakai oleh orang tua Fahmi." putus Deon setelah beberapa menit berpikir.

"Tapi aku punya rencana lain deh, Mas."

"Rencana apalagi sih, Dit? Makin pusing kepalaku dengan banyaknya rencana yang kamu susun."

"Haduh, tinggal dengerin aja pakai acara pusing segala. Harusnya kamu yang mikirin rencana-rencana begini. Karena kamu kepala keluarga di sini!"

"Ya sudah, maaf. Terus apalagi rencanamu sekarang?"

Dita mulai membisikkan rencana barunya di telinga Deon.

"Kamu yakin ini bakal berhasil?" tanya Deon pesimis dengan rencana barunya Dita.

"Yakin lah, sekarang tinggal kamu aja yang cari tau nomornya. Karena nomor yang dulu sempat kita simpan kan sudah terhapus." ucap Dita seraya menaik turunkan alisnya.

"Okelah, besok waktu perjalanan, kita ambil ponselnya Renata." Deon berucap sangat yakin.

Terpopuler

Comments

Adelia Rahma

Adelia Rahma

Deon jadi laki kok lembek amat ya.. ngelawan kej dikit ma bini..
bini Modelan begitu di turutin

2024-12-02

0

Fitri Nur Hidayati

Fitri Nur Hidayati

mumet aku ngerasain keluarga deon,suami takut istri. apapun asal untung walau meras saudara sendiri dijabanin.

2024-10-31

0

Ds Phone

Ds Phone

dah tak ada nobol nya

2024-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!