"Mas, kita jadi berangkat hari ini apa nggak? Kalau Mas Deon masih ngulur-ngulur waktu buat berangkat ke kota D, lebih baik sekarang aku pergi ke tempat temanku aja."
"Iya jadi. Tapi tunggu dulu ya, aku masih mau tidur lagi. Lumayan kalau bisa tidur beberapa jam lagi. Belum puas rasanya cuma tidur beberapa jam kemarin malam." sahut Deon sambil beberapa kali menguap lebar.
Renata memutar bola mata malas. "Ya sudah, tapi jangan lupa pasang alarm. Paling lambat kita chek out jam 12! Kalau sampai lebih dari jam 12, aku nggak mau bayarin lagi sewa kamarnya."
Pagi ini, Dita terlihat lebih pendiam dari biasanya. Namun, Renata mengabaikannya. Yang ada di pikiran Renata, mungkin Dita juga sangat lelah. Padahal jauh dari yang Renata kira, Dita sedang sibuk menyusun rencana demi rencana. Tentunya yang sangat menguntungkan dirinya serta keluarga kecilnya.
Tepat pukul 11.30, Renata kembali menghubungi Deon melalui ponselnya. Dan jika Deon tak merespon panggilannya, Renata akan pergi tanpa berpamitan.
"Halo, iya ini sudah siap! Tunggu aja di lobby bawah!" seru Dita tanpa basa basi lagi.
Renata yang sudah dapat jawaban dari Dita, juga langsung menutup panggilannya. Malas juga dia berbicara dengan kakak iparnya yang suka agak-agak gimana gitu.
Menunggu hampir satu jam, Deon beserta anak istrinya baru muncul di lobby hotel.
"Ayoklah, kita berangkat! Tapi nanti kita mampir ke minimarket dulu ya. Kita belanja buat persediaan selama di perjalanan." pinta Deon sembari memasukkan koper Renata ke jok bagian belakang.
"Hem!" jawab Renata singkat.
Entah kenapa siang ini, Renata justru merasa ragu untuk ikut berangkat ke kota D. Firasatnya tiba-tiba saja merasa tak enak.
"Kamu kenapa cemberut aja, sih? Salah makan?" ledek Dita yang sudah duduk di samping Deon mengemudi.
"Kamu ragu buat ikut kami ke kota D?" tebak Deon yang memang benar.
"Entahlah. Yang jelas saat ini aku hanya ingin menjauh dari Fahmi dan keluarganya."
"Oh iya, gimana kalau kita mampir ke rumah Mas Irfan? Sekalian kamu pamit sama Mas Irfan. Takutnya Mas Irfan nyariin kamu di rumah Fahmi nanti," usul Deon seraya melirik kaca tengah.
"Halah, apa kamu lupa Mas? Mas Irfan kan waktu di nikahannya Renata kemarin bilang sudah nggak mau tau soal Renata lagi. Jadi mana mungkin Mas Irfan nyariin Renata?" celetuk Dita sekenannya.
Dia masih belum tau kemana arah pikiran Deon saat ini.
"Ya itu kan dulu, siapa tau Mas Irfan sekarang bisa berubah pikiran setelah melihat keadaan Renata?" sanggah Deon sembari memberi kode pada Dita.
Tentunya kode yang hanya di pahami oleh mereka berdua saja.
Dita menghadap ke jok tengah. "Eh, iya betul. Kita kesana aja ya, Ren. Sebentar aja kalau memang kamu merasa di kucilkan nanti."
Terpaksa Renata pun mengikuti permintaan mereka. Toh tak ada salahnya juga kan?
Setelah menempuh jarak sekian kilometer, sampailah mobil yang di kemudikan Deon di depan gerbang putih yang menjulang tinggi.
Rumah yang sempat menjadi tempat berteduh yang nyaman sewaktu kedua orang tua mereka hidup.
Tin... Tin...
Pintu gerbang terbuka, Deon memasukkan mobilnya memdekati pos satpam.
"Slamat sore Pak Deon!" sapa Pak Supri yang sudah lama menjadi satpam di rumah mendiang orang tua mereka.
"Sore, Pak! Mas Irfannya ada di dalam kan?"
"Waduh, Pak Irfan dan Bu Tia sedang keluar kota dari beberapa hari yang lalu, Pak. Mungkin besok atau lusa baru pulang."
Deon dan Dita seketika menjadi lesu. Bagaimana tidak? Harapan mereka bisa minta uang pada Irfan kini hanya tinggal angan.
"Memangnya Pak Deon nggak ngabarin Pak Irfan dulu kalau mau datang?" tanya Pak Supri yang menyadari perubahan raut wajah Deon.
"Nggak sih, Pak. Kan kita maunya bikin kejutan gitu." jawab Dita.
Deon menatap Renata karena tiba-tiba saja terlintas sebuah ide di kepalanya. "Ren, gimana kalau kita nunggu sampai Mas Irfan pulang saja?"
Mata Renata membola sempurna. "Terus kita mau tinggal dimana, Mas? Di hotel lagi? Duh, gimana ya, Mas. Aku kan sudah bilang kalau keuanganku saat ini udah tipis banget!"
"Yang bilang mau tinggal di hotel lagi siapa? Kan kita bisa tinggal di sini sambil nunggu Mas Irfan pulang? Ya kan, Mas?" sahut Dita dengan diiringi tawa mengejek.
Memang benar-benar jodoh Dita dan Deon ini. Mereka berdua selalu bisa saling mendukung dalam segala hal. Termasuk hal buruk sekalipun.
Pak Supri yang mendengar jawaban Dita, jadi merasa serba salah. Berulang kali ia terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Bisa kan Pak kami menginap di sini sampai Mas Irfan pulang? Toh kita kan adik kandungnya Mas Irfan." tanya Deon memastikan.
"Itu... Anu... Itu..." Pak Supri bingung menjelaskannya.
"Memang ada apa, Pak? Bilang aja apa adanya sama kami, insha Allah kami bisa ngerti kok nanti." sela Renata yang ikut penasaran karena perubahan mimik wajah Pak Supri setelah mendengar permintaan Deon yang ingin menginap.
"Itu, Mbak... Aduh, gimana ya saya jelasinnya?"
"Sudah ngomong aja, Pak. Kita nggak akan marah kok." ucap Renata lembut.
"Rumahnya di kunci sama Bu Tia. Jadi nggak akan bisa masuk kalau nggak nunggu Bu Tia dan Pak Irfan datang."
"Kok bisa di kunci? Memangnya Mbok Asih nggak kerja selama Mas Irfan pergi?"
"Libur, Pak Deon. Rumah memang sengaja di kunci oleh Bu Tia. Karena dulu sempat ada beberapa barang yang hilang sewaktu mereka lagi keluar kota. Makanya demi kejadian saat itu tak terulang lagi, satu-satunya jalan ya dengan meliburkan Mbok Asih dan mengunci semua pintu." jelas Pak Supri cukup panjang.
"Ya sudahlah, Mas. Berarti kita memang harus jalan sekarang ke kota D. Soal pamit, nanti aku akan pamit melalui telpon." tutur Renata.
Lagi-lagi Deon berdecak kesal. "Ya sudahlah kalau gitu. Tapi abis ini kita isi bensin dulu ya. Sudah hampir abis ini bensinya."
Mereka semua pamit undur diri.
##
Saat di pom bensin Renata melihat Fahmi yang sedang berdiri tak jauh dari mobil yang ia tumpangi. Bahkan Deon dan Dita juga sama-sama melihat.
"Ren, itu Fahmi kan?" tanya Deon memastikan.
"Iya, Mas! Ini isi bensinya masih lama nggak? Aku takut kalau Fahmi melihat ke arah kita. Secara kaca mobil ini sepertinya bukan yang model riben ya?" Renata mulai panik.
"Mungkin sebentar lagi selesai. Sini aku minta uang lima ratus ribu buat isi bensinnya!" Deon menegadahkan tanganya.
"Kok aku lagi, Mas? Kemarin uang satu juta lima ratus itu sudah abis?"
"Sudahlah! Kamu pikir bensin buat ke kota S sama sewa mobil ini gratis?" ketus Dita.
"Buruan! Semakin lama kamu ngeluarin uangnya, semakin lama juga kita disini. Jangan salahin aku kalau sampai Fahmi lihat kita ada di sini." ucap Deon tanpa beban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Adelia Rahma
kenapa semua iparmu itu pikiran jahat semua Renata
2024-12-02
0
Heny
Punya ipar dua2nya jht
2024-11-18
0
Dhewi Nurlela
kasihan bgt Renata punya suami tanggung jawab eh punya saudara bukan bantuin mlh morotin
2024-10-28
0