Berjalan menuju kantin rumah sakit. Renata perlu mengisi perutnya yang memang sedari pagi belum terisi apa-apa. Sedangkan Alif juga perlu air hangat untuk menyeduh susu formulanya.
Renata sebenarnya ingin memberikan Alif ASI ekslusif setidaknya sampai sang buah hati berusia 6 bulan. Tapi apalah daya, karena dia terlalu sibuk kerja plus di tambah tekanan dari mertua dan sang suami, membuat ASI nya tiba-tiba tak mau keluar sedikitpun.
Sambil menunggu pesanannya datang, Renata mengecek sisa uang tabungannya. Uang yang dulu ia dapat dari Irfan, kakak pertamanya.
"Astaga, uang dari 200 juta, sekarang hanya tersisa 20 juta saja dalam tempo waktu satu setengah tahun. Tapi belum ada wujud apapun yang aku dapatkan. Bodoh memang aku selama ini!" rutuk Renata sembari memukul perkali-kali keningnya.
Dulu setelah kedua almarhum orang tuanya meninggal, Irfan memutuskan untuk memberi masing-masing uang tunai sebesar 400 juta kepada kedua adiknya. Yakni Deon dan Renata. Tapi dengan syarat, rumah itu akan menjadi hak milik Irfan sepenuhnya.
Awalnya Renata tak setuju, tapi apalah daya saat itu juga Deon kakak keduanya sedang terlilit hutang. Jadi mau tak mau, Renata pun ikut menyetujuinya.
Bodohnya, Renata yang saat itu terlalu percaya pada Fahmi, meskipun status mereka masih pacaran. Renata menceritakan masalah itu juga pada Fahmi. Hingga membuat Fahmi semakin semangat untuk mengikat hati Renata.
"Astaga, kasian sekali kamu, Sayang. Berarti setelah ini Mas Irfan sudah nggak ngijinin kamu untuk tinggal di sana dong?" ujar Fahmi setelah baru mendengar cerita dari Renata.
"Nggak juga sih. Mas Irfan masih ijinin aku buat tinggal di sana kok. Tapi ya gitu, uang itu belum bisa aku pegang. Kecuali kalau aku sudah nikah atau mau keluar suka rela dari sana. Baru Mas Irfan mau ngasih uang itu ke aku." sahut Renata terdengar sedih.
"Bagaimana kalau rencana nikah kita di percepat saja? Aku nggak tega sama kamu soalnya. Takutnya tiba-tiba Mas Irfan berubah pikiran, dan dia ngusir kamu gitu aja. Secara Mbak Tia kan nggak suka sama kamu. Aku khawatir kalau tiba-tiba dia fitnah kamu, terus Mas Irfan percaya? Sedangkan kalau kamu sudah nikah sama aku kan, aku bisa jagain dan jadi pelindungmu. Lagipula umur kita kan memang sudah pas untuk nikah." rayu Fahmi. Terdengar sangat perhatian bukan?
"Me-nikah?" Renata menatap ragu Fahmi. Mencoba mencari keseriusan dari sorot matanya.
Memang Renata sangat mencintai Fahmi, apalagi perlakuan kedua calon mertuanya juga begitu ramah padanya. Tak ada alasan untuk menolak pikirnya.
"Iya, kita menikah. Kamu tenang aja, aku ajak kamu menikah, bukan karena warisan yang kamu terima itu. Tapi melainkan karena aku mau jagain kamu dan menghalalkan hubungan kita. Kamu nggak mau kan kalau sampai hubungan kita ini malah jadi sumber dosa?" lagi-lagi Fahmi bersikap sok bijak di depan mangsanya yang begitu rapuh.
Renata selalu terlihat rapuh setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam waktu yang hampir bersamaan. Jadi begitu ada yang menawarkan sebuah hubungan keluarga yang akan menyanyanginya, maka ia akan mudah tergoyahkan.
Karena Renata masih diam membisu, Fahmi kembali melancarkan aksi rayunya. Dengan lembut, ia genggam telapak tangan Renata. "Kamu mau kita menikah di gedung mana nanti, Sayang? Semua biaya akan aku tanggung." senyum mengembang di akhir kalimatnya.
Netra Reanata seketika berkaca-kaca. "Aku mau nikah secara sederhana aja. Karena biaya hidup setelah menikah itu jauh lebih penting. Jangan sampai kita nikah mewah, tapi setelahnya banyak hutang di mana-mana. Dan rencanaku, uang bagianku nanti akan aku belikan rumah minimalis. Agar kita bisa hidup mandiri setelah menikah."
Fahmi susah payah enelan salivanya setelah mendengar keputusan Renata yang ingin membeli rumah. Padahal bukan itu yang Fahmi mau. Dia harus kembali memutar otaknya.
"Astaga, Sayang. Beli rumah itu kan nggak gampang. Beli rumah itu jodoh-jodohan. Kalau nggak jodoh, rumah itu bakal jadi sumber malapetaka buat kita. Jadi sebaiknya setelah menikah, kita tinggal sementara waktu dulu di rumah orang tuaku. Kamu nggak masalah kan? Atau jangan-jangan kamu alergi ya tinggal di rumah orang tuaku yang sempit itu?" Fahmi memasang wajah sedih.
Secepat kilat Renata menggelengkan kepalanya. "Nggak sama sekali kok. Tapi..."
Belum sempat Renata menyelesaikan kalimatnya, Fahmi sudah memotongnya begitu saja. "Ya sudah berarti deal ya! Secepatnya kita nikah secara sederhana saja. Setelahnya kita tinggal dulu di rumah orang tuaku, sampai kita nemu rumah yang cocok buat kita." Fahmi memeluk erat Renata. Dalam hati ia bersorak-sorai.
####
Keesokan harinya, Renata memutuskan untuk berbicara hal ini pada Irfan. Karena bagaimanapun, nanti yang akan jadi wali nikahnya adalah kakak pertamanya itu.
"Mas, aku mau bicara, bisakah?"
Irfan yang memang sedang libur kerjapun, mengiyakan permintaan adik bungsunya itu. Adik yang sangat ia sayang. Tapi ia tak mau terlalu memperlihatkan. Gengsi mungkin.
"Mau bicara apa? Sepertinya serius." Irfan meletakkan koran yang sedang ia baca tadi, lalu menatap Renata yang sudah duduk di sofa dekatnya.
"Aku... aku mau nikah, Mas." ucap Renata seraya meremas ujung kaos yang ia kenakan. Tatapanya ke arah lantai, sama sekali ia tak ada keberanian menatap Irfan saat mengucapkan kalimat itu.
Kedua netra Irfan terbeliak seketika. Bahkan hampir juga tersedak. "Menikah? Sama siapa? Apa sama si Fahmi itu?"
Renata mengangguk ragu.
"Ck! Apa nggak ada pria lain, Ren? Mas kurang yakin kalau kamu menikah dengannya. Sebaiknya kamu menikah sama seseorang yang punya bibit bebet bobot yang sepadan sama almarhum orang tua kita. Bukan Mas mau menghina ekonomi seseorang. Tapi Mas cuma mau bicara fakta saja. Kalau kamu menikah sama orang yang sepadan, kamu akan bahagia. Tapi kalau kamu menikah sama orang yang ada di bawah kita. Maka kamu harus siap kalau mereka akan memanfaatkan kita. Jarang sekarang ini ada orang yang mencintai dengan tulus tanpa embel-embel duit.
Lagipula, apa kamu sudah siap hidup sederhana setelah menikah dengan Fahmi? Kamu yang terbiasa tidur dengan AC, apa bisa nanti tidur pakai kipas angin. Apalagi kamu kan alergi debu? Kecuali kamu beli rumah sendiri. Cuma, Mas tetap nggak yakin kalau Fahmi setuju. Dia pasti hanya mengincar sesuatu darimu." Setiap ucapan Irfan seolah peluru yang tertembak tepat pada sasarannya.
Renata terkejut dengan pernyataan dari sang kakak. "Bagaimana bisa Mas bicara seperti itu? Nggak semua orang itu gila harta, Mas! Termasuk Fahmi dan keluarganya. Mereka meskipun hidup sederhana, tapi sekalipun Fahmi nggak pernah mau kalau aku yang keluar uang selama kita pacaran. Lagipula aku juga sudah mulai belajar hidup sederhana. Buktinya aku mau kerja di luar dengan gaji UMR. Padahal kalau aku mau, aku kan bisa jadi pengawas di toko perhiasan punya Mas Irfan? Dan gaji yang aku terima tentunya bisa 2 kali lipat lebih banyak."
"Huh!" Irfan kembali menghembuskan nafasnya secara kasar. Dalam hati Irfan yakin sekali kalau adiknya itu sudah di butakan sama yang namanya cinta. Sifat keras kepalanya susah sekali untuk dinbengkokan.
"Kamu yakin itu bukan sekedar topeng? Mas ini juga laki-laki, Ren. Jadi Mas tau apa yang ada di pikiran Fahmi. Tapi tunggu-tunggu..." Irfan menjeda kalimatnya beberapa detik.
"Kenapa kalian tiba-tiba saja mau nikah? Apa kamu sudah hamil? Atau jangan-jangan kamu sudah cerita sama Fahmi kalau kamu bakal dapat uang ratusan juta dari Mas?" tebak Irfan yang memang tepat pada sasarannya.
Renata yang merasa tersudut, akhirnya membuang muka. Agar sang kakak tak bisa melihat kebohongan yang akan ia sembunyikan.
"Aku nggak hamil, Mas! Kalau nggak percaya ayo kita priksa ke rumah sakit. Dan aku juga nggak pernah cerita apa-apa sama Fahmi soal uang itu. Buat apa juga aku cerita ke dia? Toh dia juga nggak bakal tergiur." elaknya.
"Jadi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Adelia Rahma
lanjut lagi
2024-12-02
0
Ds Phone
tipu lah pulak
2024-10-30
0
Yuliana Tunru
cinta buta berahur sengaara
2024-02-04
0