Saat akan memesan ojek online, indera pendegaran Renata menangkap suara kendaraan roda dua milik Pak Seno, Ayah mertuanya yang berhenti di depan rumah.
"Tumben jam segini sudah pulang?" batin Renata seraya kembali memperhatikan jam dinding yang mengantung di ruang tamu.
Klak!
Tatapan Pak Seno langsung mengarah pada Renata yang sudah terlihat siap akan berangkat. Namun tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia terlihat tak peduli akan kemana menantu dan cucunya itu. Pak Seno berlalu begitu saja saat melewati Renata.
Pun dengan Renata yang hanya diam saja saat sang Ayah mertua mengabaikannya. Rasanya dia juga sudah mulai malas meski hanya untuk berpamitan dengan sang Ayah mertua yang selalu terkesan membela Fahmi meskipun Fahmi yang sudah salah.
"Makanya jangan membiasakan anak untuk di titipin di daycare! Kalau sudah sakit begini kan kamu sendiri yang susah. Di daycare itu ada berbagai macam anak yang berbeda-beda latar belakangnya. Belum tentu mereka yang di titip di sana itu, semua dalam kondisi sehat! Siapa tau ada yang sakit, tapi tetep di titip di sana?" hardik Pak Seno.
"Tapi kalau saya nggak titipin Alif di daycare, Alif siapa yang jaga, Yah? Fahmi selalu aja kelayapan nggak jelas. Coba kalau Fahmi mau di ajak kerja sama, pasti saya juga nggak bakal titipin Alif di daycare." sahut Renata sedikit ketus kala itu.
"Kelayapan nggak jelas gimana maksud kamu? Anak saya itu sibuk kerja! Bahkan dia rela kerja sampai nggak pulang-pulang begini. Kamu sebagai istri bukannya ngedukung, ini malah ngefitnah aja kerjaannya!
Lagi pula tugas ngerawat anak itu ya tugas istri! Suami nggak ada kewajiban sama sekali. Saya saja sewaktu Fahmi masih kecil, saya juga yang rawat. Padahal saya juga kerja seperti kamu, tapi nggak ada tuh niat sedikitpun buat nitipin anak ke daycare! Yang ada justru boros dan sombong." sela Bu Parti, Ibu mertua Renata di sertai tatapan sinis.
"Iya, kerja ngabisin duit tabungan saya! Sampai-sampai lupa sama kewajibannya sebagai Ayah dan suami! Kalau memang Fahmi kerja selama ini, mana hasilnya Bu, Yah?" Renata menatap bergantian kedua mertuanya.
Netra Bu Parti melotot, "Apa kamu bilang? Ngabisin duit kamu? Hahaha, jangan ngayal deh, Ren. Iya sih saya tau kamu itu anak orang kaya. Tapi apa iya, uangmu sebanyak itu? Dan satu lagi, kamu tanya apa hasil dari kerja Fahmi kan? Sini biar saya kasih tau," Bu Parti beralih duduk di samping Renata.
"Kamu bisa bedakan rumah saya sekarang sama yang dulu kan? Kalau bisa bedakan, berarti kamu sudah tau jawabannya apa hasil dari kerja Fahmi selama ini!" pongahnya tanpa merasa malu sedikitpun.
Andai Bu Parti tau, jika uang yang ia pakai untuk merenovasi rumahnya itu adalah uang tabungan Renata, akankah ia bisa sesombong itu? Ah, entahlah!
"Ibu yakin? Apa ibu nggak curiga gitu Fahmi bisa punya uang sebanyak itu tiba-tiba? Kalau itu uang hasil curian gimana, Bu?" celetuk Renata santai sambil melipat tangannya.
"Oh, kamu sekarang mau nuduh anak saya kerjanya maling gitu? Bener-bener nyesel saya dulu ngijinin Fahmi buat nikahin perempuan seperti kamu ini! Sudah sombong, kalau ngomong nggak punya etika pula!" Sungutnya lalu membuang muka.
Sedangkan Pak Seno sendiri sudah mulai mengepalkan tangannya. Terlihat sekali jika ia pun ingin memaki Renata saat itu.
Mudah saja sebenarnya bagi Renata untuk mengatakan jika uang itu adalah uang dari tabungannya. Tapi bicara dengan manusia seperti Bu Parti dan Pak Seno harus di sertai bukti. Dan sialnya saat ini Renata belum punya bukti soal itu.
"Ya sudah terserah Ibu sama Ayah saja! Saya sudah capek, mau istirahat dulu. Permisi!" Renata bangkit dari duduknya meninggalkan kedua mertuanya yang masih di selimuti emosi karena tak bisa membuat menantunya itu hormat pada anak tercintanya.
Tin... Tin...
Suara klakson motor ojek online, membuat Renata tersadar dari lamunan percakapan mereka seminggu yang lalu. Dan ternyata itu menjadi percakapan terakhir di antara mereka bertiga. Karena setelahnya, mereka saling diam satu sama lain.
Gegas Renata membuka pintu dan berjalan keluar.
"Tujuannya ke rumah sakit yang di jalan subur itu ya, Mbak?" tanya pengemudi ojol untuk memastikan tujuannya customernya.
"Iya, Pak. Tolong pelan-pelan saja ya bawa motornya. Soalnya anak saya lagi sakit ini," pinta Renata seraya memakai helm yang telah di sodorkan padanya.
"Siap, Mbak! Ayok naik,"
Namun, baru saja Renata akan memakai helmnya, terdengar selentingan dari tetangga sebelah rumah.
"Enak ya jadi Renata, suaminya pekerja keras. Bahkan kata Bu Parti si Fahmi sekarang kerja di kapal pesiar. Makanya sudah lama nggak pernah kelihatan."
"Wah, enak ya. Pasti banyak tuh gajinya. Makanya sekarang rumah Bu Parti jadi bagus. Terus itu si Renata sepertinya sudah nggak kerja lagi ya."
Renata enggan menanggapi selentingan miring itu. Karena lagi-lagi percuma, hanya akan buang-buang waktu dan tenaga saja. Toh sebentar lagi juga ia memilih untuk pergi jauh. Biarlah nanti ibu-ibu itu akan menyadari faktanya setelah Renata tak ada di rumah itu lagi. Terutama sih kedua mertuanya.
###
Sepulang dari rumah sakit, ternyata hari sudah cukup sore. Maklum tadi di rumah sakit antriannya juga lumayan panjang. Dan Alif juga harus di nebulizer, agar pernapasannya kembali lancar seperti sedia kala.
"Tolong, sirkulasi udara di dalam kamarnya di perbaiki ya, Bu. Kasihan anaknya kalau sirkulasi udaranya buruk."
Pesan dari dokter itu hanya mampu Renaya iyakan saja. Karena memang benar, sirkulasi udara di kamar yang ia tempati memang buruk. Jendela atau fentilasi aja tidak ada sama sekali.
Renovasi rumah, tapi hanya fokus pada ruangan yang lain saja. Khusus untuk kamar yang Renata tempati, tak pernah ada perubahan.
Kenapa tak ada perubahan? Ya karena Fahmi sendiri jarang pulang unjuk tidur dirumah.
Memindai wajah mungil bayinya, "Sabar ya, Nak. Sebentar lagi Alif nggak bakal sakit begini lagi. Meskipun uang tabungan Mama tinggal sedikit, tapi Mama akan usahakan agar kita nanti bisa dapat tempat tinggal yang nyaman."
Tring.. Tring...
Terdengar suara ponsel Renata yang kembali berteriak minta untuk di respon. Memang sedari tadi itu ponsel sudah berdering. Namun Renata abaikan, karena masih fokus pada pengobatan Alif.
Netranya membulat sempurna. "Astaga, Mbak Ana telpon. Duh, aku kok sampai lupa buat ngabarin dia kalau hari ini aku mau ajukan resign."
Dengan perasaan gundah, Renata menggeser tanda hijau yang tertera di layar ponselnya.
"Halo, Mbak. Maaf ya, aku baru sempat angkat telponnya. Soalnya tadi lagi fokus sama pengobatannya Alif."
"Bagus ya, Ren! Makin hari kamu makin seenaknya aja kalau kerja! Kamu pikir ini toko nenek moyangmu, yang kamu bisa masuk dan bolos sesuka hatimu? Jangan gitu lah, Ren! Hargai partner kerjamu ini. Dan harusnya kamu itu sungkan sama aku, karena akulah yang bantuin kamu biar kamu bisa jadi pegawai tetap di sini. Lah ini kok malah seenaknya begini!" amuk Ana tanpa mau mendengarkan lagi alasan yang Renata berikan.
"Iya, Mbak. Aku tau aku salah, aku minta maaf ya. Makasih karena selama ini Mbak Ana sudah banyak membantu aku."
"Aku nggak butuh permintaan maafmu, Ren. Yang aku mau sekarang juga kamu datang kesini. Karena aku nggak mau lembur hari ini!"
"Maaf, Mbak. Aku nggak bisa, Alif sakit, dia butuh aku. Dan sebenarnya, hari ini aku mau ajukan surat resign." tutur Renata hati-hati.
"APA?" terdengar jelas keterkejutan dari Ana di seberang sana. "Nggak bisa gitu dong, Ren! Mana ada resign dadakan begini! Kamu harus stock opname dulu! Pastikan dulu jika semua barang sesuai sebelum kamu resign. Kalau caramu resign seperti ini, jangan salahkan kalau gajimu bulan ini nggak bisa turun." panggilan pun segera Ana akhiri. Ia tak habis pikir dengan perubahan dari partner kerjanya itu. Semenjak punya anak, sering sekali ia ijin secara tiba-tiba.
Sedangkan Renata setelah mengetahui panggilan telah berakhir, hanya mampu menggigit bibir bawahnya. Uang gaji bulan ini sebenarnya lumayan jika buat tambah-tambahan uang tabungannya. Tapi bagaimana caranya agar ia bisa stock opname, sedangkan kondisi Alif masih belum memungkinkan jika harus ia titip di daycare. Apakah iya, Renata harus mengikhlaskan gaji terakhirnya yang akan cair 4 hari lagi itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Adelia Rahma
lanjut
2024-12-02
0
Ds Phone
semua orang tak iklas
2024-10-30
0
Yuliana Tunru
ya Allah renata sedih dqn nelangsa bgt sih hidup mu cobaan tak.putus krn salah pilih suami knp jg kemarin2 mau keluarkqn tabungan untuk perbaikan rmh mertua yg sikap x sdh jelek dan itu kan rmh mertua ngapai direnov..
2024-02-02
1