Bab 13.

Malam ini Renata kembali bisa merasakan tidur yang nyenyak. Bayangan untuk segera keluar dari kota ini sudah semakin terlihat nyata. Tak masalah baginya jika harus keluar uang, toh nantinya ia akan dapatkan sebuah ketenangan dan kehidupan yang baru.

Hal ini justru bertolak belakang dengan Fahmi dan kedua orangtua. Fahmi merasa semakin gelisah dan geram lantaran nomor ponselnya telah di blokir oleh Renata. Ingin ia melacak keberadaan Renata melalui GPS, tapi ia juga tak tau bagaimana caranya.

Bu Parti yang sudah sangat mendambakan perhiasan berupa kalung cantik untuk dapat ia pamerkan pada Bu Handoko juga akhirnya tak dapat tidur nyenyak. Ia kebingungan memikirkan alasan apa yang akan ia berikan pada Bu Handoko besok. Pasalnya siang itu Bu Parti sudah menyombongkan diri akan membeli perhiasan itu secepatnya.

"Uhh! Andai aja tadi si menantu nggak guna itu mau ngembaliin uangnya Fahmi. Pasti aku sekarang nggak perlu pusing mikirin alasan." rutuk Bu Parti.

Netranya melirik ke arah Pak Seno yang justru tertidur pulas, bahkan sampai terdengar suara dengkurannya.

"Kalau tidur bisa diam nggak sih, Yah! Aku makin pusing ini denger suara dengkuranmu. Kamu tidur di ruang tamu aja gih sana malam ini!" usir Bu Parti seraya berusaha mendorong tubuh Pak Seno agar terbangun.

Namun bukannya terbangun, Pak Seno justru semakin kencang saja mendengkurnya. Membuat Bu Parti semakin hilang kesabaran. Terpaksa akhirnya Bu Parti yang mengalah dan memutuskan untuk keluar kamar.

Bu Parti melangkah menuju ruang tamu, tapi sayup-sayup ia mendengar suara Fahmi. Dengan langkah mengendap-endap ia berjalan semakin mendekat. Ia tak ingin sampai Fahmi tau jika sedang mencuri dengar apa yang Fahmi bicarakan.

"Iya, sabar dulu. Kasih aku waktu lagi. Nanti kalau...."

Gludak!

Tanpa sengaja Bu Parti justru menyenggol botol minum yang ada di meja dekatnya. Yang akhirnya membuat Fahmi menoleh dan tak melanjutkan kalimatnya. Padahal Bu Parti sudah sangat hati-hati tadinya.

"Bu? Ngapain malem-malem begini belum tidur?"

Fahmi menutup panggilan telponnya, lalu menghampiri Bu Parti yang sudah duduk manis di sofa.

"Belum ngantuk!" jawabnya sembari mengelus telapak kakinya yang sempat kejatuhan botol minum tadi.

"Oh!"

"Gimana? Kamu sudah mencoba menghubungi Renata pakai nomor baru? Ibu pokoknya pengen uang itu di balikin secepatnya." cecar Bu Parti.

"Sudah, tapi tetap aja selalu berakhir dengan di blokir juga."

"Dih! Emang semakin nggak tau diri aja tuh anak! Awas aja kalau sampai dia kehabisan uang lalu datang lagi kemari. Nggak akan Ibu maafin!" Omelnya berapi-api.

"Ibu sih, kenapa ngebiarin Renata pergi gitu aja? Harusnya Ibu bisa dong melarang dia keluar dari rumah ini?"

"Lah mana Ibu tau kalau ternyata dia keluar dari rumah ini setelah dapat transferan gajimu? Andai Ibu tau, Ibu bakal ambil itu ATM nya!

Tapi kamu juga ngapain sih, transfer uang segitu banyaknya buat Renata? Toh dia kan juga punya gaji sendiri? Harusnya gajimu itu utuh kamu pegang atau full kasih ke Ibu. Dan gaji Renata itulah yang kita pakai buat bayar tagihan ini itu!"

Mereka berdua justru semakin sibuk saling menyalahkan. Tanpa mereka sadari suara adzan subuh sudah berkumandang.

    **************×*************×*****************

Renata, terbangun dari tidurnya, lantaran alarm yang ia pasang tadi malam sudah berbunyi. Gegas ia turun lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu.

Usai sholat, Renata memilih untuk mulai mengemasi pakaiannya yang sempat ia taruh di laundry hotel. Begitu semangatnya Renata untuk cepat keluar dari kota S ini.

Bahkan saat jam sarapan pagi, Renata memutuskan untuk sarapan di dalam kamar saja. Sampai akhirnya tepat pukul 09.00 pagi, semua barang yang ia bawa sudah tersusun rapi.

"Nah, kalau gini kan nanti tinggal seret aja nih koper." ungkapnya sumringah.

Tring.... tringg...

Ponselnya kembali berdering. Tapi kali ini ia yakin kalau itu bukan lagi dari Fahmi dan keluarga. Cepat Renata meraih ponselnya, lalu menekan tombol warna hijau.

"Halo, assalamualaikum Mas. Sudah sampai mana? Jadi berangkat hari ini kan?"

"Duh, maaf ya, Ren. Sepertinya Mas baru bisa berangkat besok siang. Soalnya hari ini, Mas Masih ada kerjaan yang nggak bisa di tinggal gitu aja. Nggak masalah kan?"

Ada rasa kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Tak mungkin ia memaksa agar Deon tetap berangkat hari ini juga.

"Ya sudahlah. Tapi besok usahakan ambil penerbangan pagi ya, Mas. Biar aku nggak perlu nambah biaya kamar hotel lagi. Sayang duitnya." pinta Renata.

Andai Renata masih kerja sih tak masalah jika harus tinggal di hotel beberapa hari. Tapi nyatanya saat ini hanya pengeluaran yang dia alami.

Renata menghampiri Alif yang semakin hari semakin menggemaskan. "Sayang, kita nggak jadi pergi hari ini. Karena Pak Dhe mu berhalangan. Kita doain semoga urusan Pak Dhe di sana cepet selesai ya. Biar besok jadi jemput kita di sini."

"Ao... Ao... Ao..."

"Wah... Anak mama sudah bisa di ajak ngobrol ya sekarang?" seru Renata bahagia.

Bayi mungil itu kembali memberikan senyumannya.

"Andai Ayahmu itu tau betapa menyenangkannya bisa bermain dan bercanda denganmu. Pasti dia tak akan menyia-nyiakan kamu, Nak." Renata membelai lembut pipi gembul Alif.

...****************...

"Gimana? Adekmu itu nggak curiga kan, Mas?" cecar Dita ketika Deon telah memutus panggilan telponnya.

Deon menghela nafas panjang. "Nggak sih. Tapi kok aku ngrasa jahat ya?"

"Halah... Itu lagi... Itu lagi yang kamu bahas!" omel Dita.

"Sudah lebih baik sekarang kita mulai masukin barang bawaan kita ke mobil. Abis itu langsung berangkat. Urusan mandi, kita mandi di pom bensin aja." sambungnya lagi seraya menatap ke arah jam dinding.

Dengan langkah seribu, Deon dan Dita memasukkan barang ke mobil. Tak lupa Via dan Zafir yang masih tertidur pulas juga mereka gendong.

Benar-benar seperti sedang main kejar-kejaran dan petak umpet dengan Pak kost mereka berdua.

Pukul 08.30, semua sudah beres.

"Ayo, Mas buruan!" teriak Dita dari dalam mobil.

Tapi, ternyata di saat Deon hendak masuk ke dalam mobil, Pak kost justru datang dan menghadang jalannya mobil mereka.

"Ih, kamu sih lama, Mas!" gerutu Dita.

"Ya maaf, Dit. Perutku mules banget soalnya tadi."

Tok... Tok...

Pak kost mengetuk kaca mobil. Mau tak mau, dita pun menurunkan kaca mobilnya.

"Wah, mau kemana ini?"

"Eh... Ini Pak, Adek saya minta di ikut tinggal di sini. Makanya sekarang mau saya jemput." sahut Deon.

"Oh, ya sudah. Terus mana ini uang sewa kostnya? Masih mau tinggal di sini atau sekalian aja pindah? Mumpung kalian lagi sewa mobil juga kan?"

"Nanti ya, Pak. Kami janji sepulang dari jemput Adek saya, pasti saya bayar uang sewanya."

"Nggak bisa! Setidaknya bayar dulu separoh."

Dita melirik sinis ke arah Deon. Hingga akhirnya ia terpaksa mengeluarkan uang sewa kost.

"Nah, gini kan sama-sama enak!" ucap Pak kost sembari menggeser motornya yang menghalangi jalannya mobil.

"Pokoknya nanti kamu harus minta uang yang banyak ke Adekmu itu, Mas!" seru Dita lalu membuang muka.

Terpopuler

Comments

Azumi Rahmat

Azumi Rahmat

Ya Allah ibarat keluar dr mulut singa skrg malah mau masuk mulut serigala.. kejam betul hidup ini

2024-11-15

0

Adelia Rahma

Adelia Rahma

semoga kalian mendapatkan karmanya

2024-12-02

0

Ds Phone

Ds Phone

gila ini orang

2024-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!