"Maaf, Tuan. Tapi sebenarnya...."
"Mas kok belum masuk sih? Memangnya Pak Supri mau ngomong apa?" Tia tiba-tiba saja muncul dari balik punggung Irfan. Membuat Pak Supri terkejut dan semakin takut.
"Oh, nggak ada yang penting kok, Ti." jawab Irfan berbohong.
Entah kenapa Irfan tiba-tiba saja merasa ada yang aneh. Terutama saat melihat Pak Supri yang jadi takut ketika Tia datang. Bahkan Pak Supri enggan melanjutkan kalimat yang akan ia sampaikan.
"Ya sudah kalau gitu ayok masuk. Mas kan juga pasti capek habis perjalanan jauh. Nanti aku akan minta Mbok Asih masakin sup ayam kesukaanmu." Tia menggandeng lengan Irfan agar ikut masuk dengannya.
Untuk sementara, Irfan menurut. Tapi setelah usai mandi dan Tia sedang istirahat, ia berjanji akan kembali menemui Pak Supri guna mencari tau ada apa sebenarnya.
Melihat Irfan yang menutupi apa yang mereka bicarakan sedikit membuat Pak Supri bernafas lega.
##
Saat Irfan sedang mandi, Tia langsung bertindak cepat. Ia mengambil ponsel Irfan, kemudian melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada nomor Renata kemarin.
Setelahnya ia kembali meletakkan ponsel itu persis seperti Irfan menaruhnya. Supaya Irfan tak curiga, Tia segera keluar. Tujuannya kali ini adalah menemui Pak Supri.
"Aku harus kasih peringatan pada Pak Supri. Jangan sampai Pak Supri mengatakan yang sebenarnya pada Mas Irfan." gumam Tia seraya berlari kecil menuju pos satpam.
Pak Supri yang melihat majikannya berlari ke arahnya, gegas berjalan menghampiri.
"Maaf, ada apa ya, Bu?" tanya Pak Supri sopan, pandangannya menatap ke bawah.
"Saya cuma mau kasih peringatan sama Pak Supri. Kalau masih betah kerja di sini, jangan pernah sekali-kali mencoba memberitahu suami saya jika saya yang sudah suruh Pak Supri berbohong soal rumah yang saya kunci!" desis Tia penuh penekanan.
"Ba-baik, Bu. Saya nggak akan kasih tau Tuan soal ini." sahut Pak Supri sedikit terbata.
Ya, sebenarnya saat itu Pak Supri sempat menghubungi nomor ponsel Irfan guna menanyakan bagaimana baiknya soal Deon dan Renata yang ingin menginap, tapi sayangnya yang menerima panggilan saat itu adalah Tia. Makanya ia bisa ambil keputusan untuk menyuruh Pak Supri berpura-pura jika rumah terkunci. Padahal kenyataannya saat itu rumah tidak terkunci, bahkan Mbok Asih pun ada di dapur.
"Bagus!" ucap Tia kemudian ia cepat-cepat pergi ke dapur. Agar jika Irfan mencarinya, maka ia bisa beralasan sedang membantu Mbok Asih.
Setengah jam kemudian, Irfan terlihat turun dari lantai 2. Sedangkan Tia masih sibuk menata hidangan makan siangnya.
"Wah, banyak sekali makanan hari ini?" seru Irfan tatkala memperhatikan berbagai macam hidangan yang begitu mengugah selera.
"Iya, dong. Karena hari ini aku sangat bahagia." jawab Tia sembari tersenyum senang.
Irfan berjalan mendekat lalu melingkarkan tangannya pada pinggang ramping Tia. "Bahagia? Kok nggak cerita sama aku. Memangnya istriku ini lagi bahagia karena apa sih?"
"Rahasia dong. Nanti juga kamu bakal tau, Mas." Tia mengurai tangan Irfan yang enggan melepas pelukannya. "Ayo kita makan dulu, Mas. Aku udah laper banget soalnya." rengek Tia manja.
"Iya, deh. Tapi nanti cerita ya, kamu bahagia karena apa."
Tia menghela nafas panjang. "Iya deh,"
Seusai makan, Tia kembali menyibukkan diri di dapur dengan Mbok Asih. Padahal biasanya Tia paling malas kalau harus repot di dapur. Ya, apalagi tujuannya kalau bukan untuk menghindari pertanyaan dari Irfan.
Sementara itu Irfan sendiri juga ingin menemui Pak Supri di pos satpam. Pikirnya mumpung Tia masih sibuk di dapur. Rasa penasarannya semakin tinggi kali ini.
"Siang, Pak!"
"Eh, siang Tuan. Maaf apa ada yang harus saya kerjakan?" tanya Pak Supri.
"Nggak ada, Pak. Saya kesini cuma mau tanya, tadi itu Pak Supri mau ngomong apa sebelum istri saya datang?"
"Apa ya, Tuan? Saya sendiri juga lupa mau ngomong apa. Maklum saya sudah tua, jadi mudah pikun juga. Hehe,"
Namun jawaban Pak Supri itu tak lantas membuat Irfan percaya begitu saja. Karena terlihat sekali jika Pak Supri sedang berbohong.
"Jujur saja, Pak. Saya tau ada yang ingin Pak Supri sampaikan ke saya kan?"
Pak Supri semakin dilema saat ini. Jujur salah, bohong juga salah. Berulang kali juga Pak Supri membersihkan keringat yang tiba-tiba saja muncul di keningnya. Padahal cuaca siang ini sedang mendung.
"Saya nggak akan marah kok. Asal Pak Supri mau jujur sama saya. Pak Supri tau kan kalau saya paling nggak suka kalau di bohongi?"
Ingin sekali Pak Supri menjawab, jika selama ini yang suka membohonginya adalah istrinya sendiri. Tapi lagi-lagi Pak Supri harus sadar diri, jika ia hanya seorang satpam yang cukup takut jika berbicara fakta. Ia sangat takut akan ancaman di pecat. Bagaimana nasib pengobatan istrinya jika ia sampai tak bekerja lagi. Mau mencari kerja di tempat lain, belum tentu di terima. Mengingat usianya yang kini sudah kepala 5.
"Mas!" Tia menepuk bahu Irfan. "Pantes aja aku cari-cari di rumah nggak ada. Ternyata kamu lagi di sini. Lagi ngapain sih, Mas?"
"Lagi ngobrol aja sama Pak Supri. Abisnya kamu sibuk di dapur terus sama Mbok Asih. Kan aku jadi bingung mau ngobrol sama siapa?"
"Ya sudah maaf. Aku kan lagi belajar jadi istri yang baik." Tia bergelayut mesra di lengan Irfan.
"Ya udah masuk, yuk." Irfan mencubit hidung mungil Tia.
"Aku mau coba menghubungi Deon dulu. Siapa tau dia masih ada di kota S."
"Oh, iya silahkan, Mas. Kan kalau masih ada di sini kita bisa ajak mereka liburan bersama."
Irfan mengangguk sambil tersenyum. Lalu mulai sibuk dengan ponselnya.
"Silahkan aja kamu coba terus menghubungi adek-adek nggak gunamu itu, Mas! Sampai lebaran monyet pun, kamu nggak akan bisa terhubung lagi sama mereka." batin Tia tersenyum puas.
"Kok centang satu ya, Ti? Aku hubungi juga pada nggak aktif nomornya. Apa jangan-jangan mereka semua pada ganti nomor ya?"
"Bisa jadi, Mas. Ya sudahlah, kita tunggu aja mereka sampai menghubungi kamu duluan. Karena kalau kita ke tempat Deon, kita kan nggak tau pasti alamatnya. Secara kita kan belum pernah main kesana semenjak mereka memutuskan merantau."
"Ya sudah kalau gitu, kita ke rumah Fahmi aja." sela Irfan.
Di luar dugaan Tia. Irfan yang begitu benci dengan Fahmi, hanya karena ingin tau kabar adiknya, kini rela menurunkan gengsinya dengan datang langsung ke rumahnya.
Hal ini membuat Tia berpikir keras. Ia harus memikirkan bagaimana caranya agar Irfan tak jadi pergi kemanapun. Kecuali untuk keperluan pekerjaan atau untuk menemaninya jalan-jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Adelia Rahma
ini bener² iblis berwujud manusia
2024-12-05
0
Ds Phone
bini tak guna
2024-10-30
0
Yuliana Tunru
kasihan bgt jd renata punya saudara jg ipar2 yg lucnut..knp jg kyk giti thor jd ceeita x benar2 nelangsa
2024-10-21
7