Bab 8.

Berpikir tentang apa yang akan ia putuskan, membuat Renata tak bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Padahal posisi tidur juga sudah ia buat senyaman mungkin.

Menatap langit-langit kamar, berulang kali Renata beradu pendapat dengan pikirannya sendiri. "Kalau aku tetap tinggal di kota ini, besar kemungkinan aku bakal bertemu lagi dengan Fahmi. Tapi kalau aku sudah keluar pulau, pasti Fahmi tak akan mudah menemuiku. Cuma apa iya aku harus mengeluarkan uang sebanyak itu agar Mas Deon bisa menjemputku? Argh! Pusing sekali rasanya kepalaku sekarang."

Kembali tangannya meraih ponsel, ingin sekali ia menghubungi Irfan. Mencoba meminta tolong siapa tau Irfan bisa membantunya keluar dari jerat yang sudah lama menyiksanya.

Jam di ponsel sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Namun, itu tak mengubah niat Renata untuk menghubungi kakaknya. Toh, yang ia hubungi juga masih kakak kandungnya.

(Assalamualaikum, Mas. Maaf mengganggu malam-malam begini. Mas Irfan sama Mbak Tia bagaimana kabarnya?) pesan terkirim.

Sengaja Renata mengajak berbasa-basi terlebih dahulu. Mengingat mereka memang sudah satu tahun lebih tak terlibat komunikasi sama sekali. Lebih tepatnya sih setelah pernikahannya saat itu.

Menunggu dari detik ke detik, menit ke menit, bahkan sampai hari sudah berganti tanggal. Namun pesan itu belum juga di baca oleh Irfan.

"Aneh, biasanya Mas Irfan kan suka bergadang. Apa Mas Irfan memang sengaja tak mau membaca pesanku karena dia trlalu kecewa sama aku?" ratap Renata sambil terus memperhatikan foto profil kakaknya.

Tanpa terasa, akhirnya Renata pun tertidur. Entah berapa jam ia tertidur, hingga kembali terbangun lantaran suara Alif menangis dan suara dering telpon berbunyi secara bersamaan. Tapi Renata mengabaikan dering ponsel itu. Fokusnya ia tujukan pada Alif.

Usai membuatkan susu formula untuk Alif, Renata meraih ponselnya yang sempat ia abaikan tadi. Apalagi Alif juga sudah tenang sekarang.

Memeriksa aplikasi pesan singkatnya, Renata sedikit di buat terkejut ternyata yang menghubunginya adalah kakak iparnya, Tia. Sedangkan pesan yang ia kirim ke ponsel Irfan masih belum terbaca juga hingga pagi ini.

"Ada apa ya kok Mbak Tia menghubungiku? Tapi pesanku ke Mas Irfan masih belum di baca? Apa sekecewa itu Mas Irfan sama aku?" hanya helaan nafas berat yang terdengar setelahnya.

Ingin menghubungi kembali nomor Tia kakak iparnya, tapi ia malas jika harus mendengar mulut pedasnya. Namun, jika tak menghubungi, rasa penasaran menghantuinya terus menerus.

####

Sementara di kediaman Bu Parti, pagi ini semua berjalan seperti biasanya. Sepasang suami istri itu juga sudah terlihat rapi. Meskipun hari ini hari libur, mereka selalu membiasakan diri untuk tampil rapi setiap pagi. Mbah Kakung sendiri, akan kembali ke kampung sore hari nanti. Mungkin ia tak betah tinggal di rumah yang penghuninya saja terlalu cuek.

"Pak, apa nggak sebaiknya di undur aja lagi pulangnya? Kan katanya Bapak mau ketemu sama Fahmi?" tanya Bu Parti sesaat setelah mereka menyelesaikan sarapan paginya.

Mbah Kakung hanya melirik. "Memangnya kapan Fahmi pulang? Kamu sendiri dari semalam bapak tanya aja nggak bisa jawab. Kalau terlalu lama di sini kasihan ternak bapak nggak ada yang ngasih makan." Wajah tua itu terlihat sekali kecewa.

"Kan Fahmi bilang tunggu libur, Pak. Jadi...."

"Assalamualaikum!" teriak seseorang dari depan pintu, membuat Bu Parti tak melanjutkan kalimatnya.

"Tuh kan, Pak!" sorak Bu Parti lalu bangkit berjalan menuju ruang tamu. Karena ia sudah tau kalau yang datang itu adalah anak kesayangannya.

Otomatis Mbah Kakung dan Pak Seno juga ikut berjalan ke ruang tamu. Terlihat Fahmi masih sibuk melepas tali sepatunya. Setelahnya ia langsung mencium punggung tangan Mbah Kakung dan kedua orang tuanya.

"Akhirnya kamu pulang juga, Nak. Ibu dah khawatir sekali sama kamu. Kerja boleh, tapi jangan terlalu berlebihan. Bagaimana kalau sampai kamu sakit? Ibu nggak rela kalau sampai itu terjadi," Bu Parti terisak sambil terus memeluk putra satu-satunya itu.

"Tenang aja, Bu. Insha Allah aku akan sehat-sehat aja," Fahmi mengurai pelukan ibunya. Ada senyum bahagia yang terpancar dari wajahnya.

Ya bagaimana tak sehat-sehat aja, orang setiap hari hanya makan tidur dan foya-foya saja kerjaannya.

Kini ia beralih duduk bersimpuh di kaki Mbah Kakung. "Mbah bagaimana kabarnya? Sehat? Kok Mbah dateng kesini nggak kasih kabar dulu? Coba kalau Mbah kabarin dulu kan bisa Fahmi jemput." tutur Fahmi lembut seraya memijat kaki Mbah Kakung.

"Mbah cuma mau mampir saja sebenarnya. Karena kemarin abis dateng ke acara hajatannya Pak Sumitro yang diadakan di kota ini. Jadi dadakan aja."

"Oh begitu. Ya sudah nanti kalau Mbah mau pulang, biar Fahmi yang antar sampe desa." Kemudian ia mengeluarkan amplop coklar dari dalam tas. "Bu, ini ada sedikit rezeki dari aku. Nggak banyak sih, Bu. Tapi semoga bisa bikin ibu dan Ayah senang."

Bu Parti meraih amplop coklat itu dengan sumringah. Secepat kilat ia membuka dan menghitung jumlah uang yang ada di dalamnya. Netranya membulat takjub.

"Wah, ini banyak sekali, Nak. Makasih ya, Nak. Kamu memang anak ibu yang hebat." pujinya tapi tatapannya tak lepas dari uang yang ada di genggamannya.

"Tapi ngomong-ngomong apa ini semua gajimu selama sebulan?" raut Bu Parti berubah penuh tanya.

"Tenang aja, Bu. Itu uang memang khusus aku kasih buat Ibu sama Ayah. Karena hak Renata dan Alif sudah aku transfer. Mereka aku kasih jatah 10 juta rupiah."

"APA? 10 juta kamu bilang?" bak di sambar petir, Bu Parti merasa telah kalah cepat dengan menantunya itu.

Fahmi mengedarkan pandagannya ke kanan kiri seperti baru merasakan sesuatu yang kurang. "Renata sama Alif mana, Bu? Apa Renata sudah berangkat kerja? Kok dia nggak nyambut aku pulang kerja?"

"Kamu kenapa keburu transfer uang ke Renata sih, Nak? Asal kamy tau ya, dia itu sudah kabur dari rumah ini dari semalam dengan membawa Alif! Kalau begini enak di dia dong bisa menikmati hasil kerjamu." sunggut Bu Parti tak terima.

"Kabur? Kok bisa? Dan kenapa ibu nggak cegah dia atau ibu kasih tau aku semalam? Coba kalau ibu kasih tau aku, kan aku bisa menunda untuk transfer uang ke dia, Bu!" omel Fahmi sedikit meninggikan suaranya.

Lupa jika ada Mbah Kakung yang memperhatikan dari tadi.

"Ya ibu mana tau kalau kamu juga bakal gajian dan pulang hari ini. Setiap ibu telpon kamu dan ingin bicara panjang lebar, kamu selalu saja seperti terburu-buru. Jadi ya jangan salahkan ibu!" Bu Parti pun tak mau di salahkan dalam hal ini.

"Sudah-sudah!" Mbah Kakung angkat bicara. "Sudah ikhlaskan uang yang sudah terlanjur kamu transfer buat Renata. Toh dia juga masih istrimu, apalagi dia juga membawa anakmu. Anggap aja itu memang kewajibanmu tiap bulan yang harus memberikan nafkah." saran Mbah Kakung menegahi agar perdebatan antara ibu dan anak itu tak berlanjut.

Fahmi hanya terdiam. Dalam pikirannya bukan itu masalahnya. Tapi bagaimana dia akan membayar uang pada Mahdi yang janji akan dia kembalikan dalam jumlah 2 kali lipat? Sedangkan uang 5 juta itu juga sudah ada di tangan ibunya. Tak mungkin jika ia meminta kembali uang itu. Yang ada malah masalah makin bertambah.

Fahmi meremas kuat kepalanya. "Argh! Terus bagaimana hidupku selanjutnya!" desisnya yang cukup bisa di dengar jelas oleh ketiga orang tua yang ada disana.

"Maksud kamu apa? Kenapa kamu khawatir sama hidupmu selanjutnya? Kamu punya gaji yang besar, jadi Ayah rasa tak ada yang kamu khawatirkan?" ucap Pak Seno yang juga di setujui oleh Bu Parti.

"Lagipula Ibu yakin, kalau Renata tak akan bisa hidup tanpa kamu. Ibu yakin, setelah uang 10 juta yang kamu transfer itu habis, ia pasti akan ngemis-ngemis kemari untuk minta maaf sama kamu, agar tak sampai kamu ceraikan!" pongahnya yang masih belum tau jika anaknya lah yang akan mengalami masalah.

Terpopuler

Comments

Adelia Rahma

Adelia Rahma

puyeng puyeng dah tu kepala..bila perlu lepas tu kepala dari lehemu Fahmi punya kepala gak ada isinya itu untuk apa

2024-12-02

0

Ds Phone

Ds Phone

itu masalah yang kamu cari

2024-10-30

1

Sulfia Nuriawati

Sulfia Nuriawati

laki kyk gitu jgn ads yg mau, g tggung jwb, pemalas anak mm lg hmmm apa kelebihannya y🤦🏾‍♀️🤦🏾‍♀️🤦🏾‍♀️

2024-02-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!