Bab 19

Tak sampai 20 jam perjalanan, mobil yang Deon kendarai sudah masuk ke pulau B. Dan hanya sekitar 4 jam lagi, mereka akan sampai di tempat kos yang Deon sewa.

Tepat pukul 11.00 siang, mobil yang Deon kendarai sudah masuk ke area parkir kos.

"Di sini masih ada kamar kos yang kosong kan?" tanya Renata sambil memperhatikan sekitar.

"Iya, ada. Nanti aku hubungin Pak kos nya." sahut Deon.

Mereka semua turun dari mobil, untuk sementara barang-barang Renata tetap ada di mobil, karena Renata ingin membersihkan dulu kamar kos yang akan ia tempati kedepannya.

Bak pucuk di cinta ulam pun tiba, Deon yang tadinya akan menghubungi Pak kos setelah selesai mandi, ternyata sekarang sudah datang dengan dengan sendirinya.

"Wah, sudah pada balik ya?" sapa Pak kos.

"Iya, Pak." balas Dita. "Oh iya, masih ada satu kamar kosong kan Pak? Ini adek ipar saya lagi cari kamar." sambung Dita sembari menunjuk ke arah Renata.

Pak kos menatap Renata dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Oh, iya ada. Mau masuk sekarang?"

"Iya kalau bisa, Pak."

"Bisa kok, asal bayar dulu sewa kamarnya empat ratus lima puluh ribu, untuk airnya lima belas ribu per kamar, sampah sepuluh ribu per kamar, dan untuk listrik silahkan isi sendiri. Karena itu pakai token." jelas Pak kos cukup detail.

Renata gegas menggambil uang cash yang ada di dompetnya. Untungnya masih cukup.

"Ini ya, Pak. Totalnya empat ratus tujuh puluh loma ribu."

"Oke, ini kunci kamarnya." Kunci kamar Renata terima. "Oh iya, minta tolong ya nanti fotokopi KTP nya juga. Buat data penghuni kos."

"Iya, Pak."

Renata balik badan ingin segera masuk ke dalam kamarnya, tapi tiba-tiba Pak kos menahannya.

"Kalau bisa bayar kosnya nanti jangan sampai telat ya tiap bulannya. Kalau telat 1 atau 2 hari masih bisa saya maklumin. Tapi kalau telat lebih dari itu, maka saya minta maaf kalau saya usir secara kasar."

"Baik, Pak. Saya usahakan selalu tepat waktu," sahut Renata, karena ia sudah merasa lelah sekali.

Kamar kos yang Renata sewa tak terlalu besar. Hanya berukuran 3x4m, yang terpenting ada kamar mandi dan dapurnya di dalam kamar. Karena kalau kamar mandi di luar kamar, rasanya terlalu sulit untuk Renata yang punya anak bayi.

"Mbak, aku titip Alif sebentar ya. Aku mau nyapu sama ngepel kamar dulu," pinta Renata karena ia melihat Dita sedang duduk santai di teras kamarnya.

"Iya, taruh aja di situ." Dita menunjuk ke karpet yang ada di dekatnya. "Aku juga mau rebahan soalnya."

Renata tak mempermasalahkan, yang penting Alif ada yang menjaga selama dia masih bersih-bersih. Kalau soal Alif yang tidur hanya beralaskan karpet juga tak masalah, toh nanti di kamar barunya juga belum ada tempat tidurnya. Mau beli juga pasti harus keluar lagi. Deon belum tentu mau mengantar. Secara semua pasti merasa lelah setelah melakukan perjalanan jauh.

Satu jam kemudian, Renata telah selesai dengan kesibukannya. Alif juga sudah mulai rewel minta di buatkan susu.

"Mbak itu kardus bekas kulkasnya siapa ya? Boleh nggak ya kalau aku minta?" Renata melihat ke sudut kos yang terdapat banyak tumpukan kardus.

"Coba aja tanya sama Mbak Asih. Itu yang kamarnya ada di sebelahnya pas. Memangnya mau kamu pakai buat apa?"

"Mau aku pakai buat alas tidur malam ini, besok aku baru minta tolong Mas Deon buat di anter beli kasur."

Dita hanya menganggukkan kepalanya.

Dan benar saja, malam ini Renata dan Alif tidur hanya dengan beralaskan kardus bekas lalu bagian atasnya Renata lapisi dengan handuk dan beberapa lembar kain. Agar tak terlalu keras juga untuk Alif.

Sepanjang malam juga Renata terjaga dari tidurnya, karena banyaknya nyamuk dan ia belum ada kipas angin. Jendela kamar di tutup, Alif rewel karena panas. Tapi begitu di buka, ada angin semilir yang masuk, tapi nyamuk juga ikutan masuk.

"Sabar ya, Nak. Besok kita minta anter Pakdhe ke toko perabotan. Nanti mama beliin kamu tempat tidur sama kipas. Biar bisa nyenyak boboknya." bisik Renata sembari tangannya terus saja mengibas-ngibaskan kertas sebagai kipas.

##

Saat ini Irfan dan Tia sedang dalam perjalanan pulang dari luar kota.

"Ya sudah, aku ngikut bagaimana baiknya saja, Mas." ucap Tia pasrah.

Dalam pikirannya saat ini, siapa tau ada satu mukjizat dari Tuhan untuknya. Vonis dokter saat itu bisa saja salah. Apalagi Tia sendiri memang ingin punya anak dari laki-laki yang sangat ia cintai.

Irfan tersenyum senang lalu menggenggam tangan kanan Tia. "Kita usaha, selebihnya kita serahkan sama Allah. Jika memang sudah waktunya, pasti kita akan punya anak,"

Namun tiba-tiba senyum Irfan seketika sirna. Membuat Tia jadi bingung.

"Mas kenapa lagi?" Tia menyandarkan kepalanya di bahu Irfan.

"Kok pesan yang Mas kirim ke Renata kemarin masih centang satu ya, Ti? Apa Renata ganti nomor ya? Atau ada sesuatu hal buruk yang menimpanya?" lirih Irfan.

Tia seketika merasa sebal. Bagaimana tidak, di saat ia ingin bermanja dengan suaminya dan membahas soal program hamilnya, tapi Irfan justru membahas soal pesannya ke Renata yang gagal terkirim.

"Mungkin Renata memang ingin kamu nggak menganggu kehidupannya lagi, Mas. Soalnya kalau ada hal buruk yang menimpanya, pasti keluarga suaminya bakal kasih tau kamu atau Deon kan? Tapi buktinya sampai detik ini baik kamu maupun Deon nggak ada tuh yang di hubungi oleh Renata atau keluarga suaminya." sebisa mungkin Tia memberi alasan agar suaminya tak lagi terus memikirkan Renata.

Irfan mengangguk setuju.

"Ya, kita doain ajalah, semoga Renata bahagia rumah tangganya." ucap Tia pura-pura perhatian. Padahal dalam hatinya justru ia ingin Renata selalu menderita dimanapun dan kapanpun.

"Aamiin."

Beberapa menit kemudian, mobil yang di kendarai oleh Pak Gimin, supir pribadi Irfan telah memasuki kawasan perumahan elit yang mereka huni.

Tin.. Tin...

Gerbang pun terbuka.

Setelah mobil berhenti, Pak Supri menghampiri majikannya.

"Permisi Tuan, ada yang ingin saya sampaikan."

"Iya, Pak ada apa?"

"Mas, aku masuk duluan ya. Capek banget rasanya badanku." pamit Tia menyela Pak Supri yang ingin bicara.

"Ya sudah, istirahatlah."

Usai memastikan Tia sudah masuk ke dalam rumah, Irfan kembali menatap Pak Supri. "Mau bicara apa, Pak?"

"Kemarin ada Tuan Deon beserta istri, dan ada Non Renata juga datang kemari." ujar Pak Supri sopan namun sedikit berbisik.

Irfan yang tadinya merasa lelah, tapi ketika mendengar ada adek-adeknya yang datang mencarinya, seketika jadi semangat lagi. Apalagi dia mendengar ada Renata juga yang ikut datang mencarinya.

"Pak Supri nggak bohong kan? Kapan mereka datang? Lalu kenapa Pak Supri tak meminta mereka untuk menunggu saya pulang dengan bermalam disini? Toh, Pak Supri tau kan kalau nggak hari ini ya besok saya pasti pulang?" cecar Irfan sedikit kecewa.

"I-iya, Tuan. Saya tau, tapi masalahnya rumah di kunci oleh Bu Tia. Dan yang saya dengar lagi, Non Renata sempat bilang kalau dia sudah kehabisan uang, jadi tak bisa bermalam di hotel. Dan mereka akhirnya pergi lagi." lirih Pak Supri menunduk.

"Pak Supri tau mereka pergi kemana?"

Pak Supri menggeleng. Kedua tangannya saling meremas karena merasa bersalah pada majikannya.

"Harusnya Pak Supri hubungin saya saat itu juga!"

Terpopuler

Comments

Heny

Heny

Smg kebohongan tia terbongkar

2024-11-18

0

Ds Phone

Ds Phone

hubungi adik kau

2024-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!