Bab 18

"Ternyata masih bisa juga lu dapet duit dari Renata. Gue pikir, Renata udah nggak mau balik lagi sama lu setelah lu tinggalin dia sebegitu lamanya." celetuk Mahdi saat ia sudah berdiri di hadapan Fahmi.

Ya, sore ini Fahmi memang sengaja mengajak Mahdi untuk bertemu di pom bensin tempat ia melamar kerja pagi tadi.

"Renata? Duit? Hahaha! Hey, ini duit bukan dari Renata! Ini murni duit hasil usaha gue semalem." sanggah Fahmi.

"Ya elah, udah ngaku aja kalau itu duit lu dapet dari Renata kan? Lu nggak bisa bohongin gue. Lagian dapet dari mana lu semalem duit sepuluh juta? Atau lu mulai menekuni kerjaan jadi babi ngepet? Hahaha!"

Jelas Mahdi tak bisa percaya begitu saja dengan ucapan Fahmi. Apalagi Mahdi memang tau kalau Fahmi tukang bohong.

"Lu nggak percaya banget sama gue! Gue aja sampai sekarang masih nyari kemana Renata pergi. Jadi mana mungkin ini duit dari Renata? Dan soal dari mana gue dapet ini duit, itu rahasia gue. Yang penting sekarang gue balikin duit lu. Dan urusan kita selesai!"

Mahdi mengerutkan keningnya. "Yakin lu nggak tau Renata ada di mana? Terus tadi Renata ngapain keluar dari dalam pom bensin ini kalau bukan abis ketemuan sama lu?"

Kali ini Fahmi yang di buat bingung. "Renata tadi ada di pom bensin ini? Lu yakin itu Renata?" tanya Fahmi balik.

"Ya yakin lah, kan gue juga berteman di sosial media sama Renata. Jadi udah pasti nggak bakal salah orang lagi gue."

"Lu kenapa baru ngomong sekarang kalau abis lihat Renata?"

"Ya kan gue mikirnya lu abis ketemuan ma dia?" bela Mahdi yang tak mau di salahkan.

Fahmi meluapkan emosinya dengan menendang batu kerikil yang ada di dekat kakinya. "Si al! Bisa lolos lagi ternyata dia!"

"Lu liat dia ke arah mana? Terus naik apa? Sama siapa aja?" cecar Fahmi tak sabar.

Mahdi mencoba mengingat-ingat dengan apa yang dia lihat tadi.

"Kalau nggak salah dia ke arah timur tadi. Naik mobil sih dia. Di mobil ada banyak orang tadi. Mungkin Renata naik travel." jawab Mahdi santai.

"Travel? Berarti dia mau pergi jauh?" gumam Fahmi seraya meremas telapak tangannya.

"Ya udah siniin duitnya! Mau langsung ke rumah sakit soalnya gue." Mahdi membuyarkan pikiran Fahmi tentang Renata.

Fahmi menyerahkan duit yang sudah ia janjikan. Mahdi memang ingin meminta secara tunai. Lagipula kalau mau transfer, Fahmi juga tak ada waktu untuk setor dulu ke bank.

"Yakin nih lu nggak mau berbagi tips sama gue soal gimana caranya dapet duit banyak dalam semalem?" ledek Mahdi sebelum ia benar-benar pergi.

Fahmi hanya mendengus kesal. Kemudian ia mulai menyalakan motornya. Harapannya sih ia masih bisa mengejar mobil yang Renata tumpangi. Meskipun hanya berbekal info mobil menuju arah timur.

Sayangnya, saat motor yang ia kendarai baru keluar dari area pom bensin, ponselnya terus saja berdering. Sampai membuatnya kesal.

Terpaksa ia menepikan kendaraannya lalu melihat siapa yang terus saja menelponnya.

Netranya membulat tatkala melihat nama yang muncul di layar ponselnya. "Ibu? Aduh, jangan-jangan ibu sudah tau jika ada barang berharga miliknya yang hilang. Apa aku abaikan saja telponnya? Tapi nanti Ibu malah semakin gencar neror aku. Ah, lebih baik aku angkat saja telponnya. Dan yang penting aku harus santai."

Berulang kali Fahmi menarik nafas dan membuangnya secara perlahan.

"Ya, halo, Bu. Ada apa?"

"Fahmi! Kemana aja kamu beberapa hari ini? Itu motornya jangan kamu pakai terus. Susah ibu kalau nggak ada motor! Lagian motormu sendiri kemana sih?" omel Bu Parti.

"Masih di bengkel, Bu. Belum bisa aku ambil. Soalnya antriannya panjang."

Fahmi memang sengaja memakai motor Bu Parti, lantaran motor yang Renata beli sudah ia jual pada orang yang ia kenal sebagai penadah motor curian.

"Ya sudah kalau gitu kamu ambil aja dulu. Atau kamu ganti bengkel aja lah!"

"Nggak bisa, Bu. Nanti kalau aku ambil motornya, uang DP yang sudah aku bayar bisa hangus. Kan rugi jadinya. Lagipula Ibu kan bisa minta antar jemput sama Ayah kalau mau pergi kemana-mana?"

"Ya sudahlah. Ibu cuma mau tanya itu aja. Kamu hati-hati ya kerjanya. Bulan depan jangan lupa kasih Ibu uang yang jauh lebih banyak dari sebelumnya. Kan jatah untuk Renata sudah nggak ada lagi?"

"Iya gampang lah itu. Aku balik kerja lagi ya, Bu."

Fahmi bernafas lega setelah panggilan berakhir. Berulang kali ia mengusap dadanya.

"Untung Ibu nggak ngebahas soal barangnya yang hilang. Atau jangan-jangan Ibu memang belum tau? Baguslah kalau gitu. Tapi meskipun begitu, aku nggak bisa pulang sekarang.

Apa sebaiknya sekarang aku cari kos dekat pom bensin aja ya? Biar aku berangkat kerjanya bisa jalan kaki aja. Terus motor Ibu aku gadaikan ke orang yang kemarin beli motornya Renata? Kan lumayan duitnya bisa aku pakai buat modal main judi. Kangen rasanya kumpul sama temen-temen buat main judi lagi." gumam Fahmi. Bahkan ia sampai membatalkan rencananya yang akan mencari mobil travel yang membawa Renata tadi.

##

"Ren, abis ini kita mampir ke minimarket ya." pinta Dita.

"Kalau Mbak mau belanja ya silahkan. Nggak perlu bilang ke aku." jawab Renata sedikit ketus.

Rasa jengkelnya masih melekat di hatinya.

"Memangnya kamu nggak mau belanja? Jauh loh perjalanan kita nanti. Bisa 20 jam kurang lebih." Deon berusaha membuat Renata cemas.

"Nggak, Mas. Kebetulan aku masih nyimpen kue di tasku. Ada 3 botol air mineral juga buat persediaan bikin susunya Alif."

"Mana cukup, Ren?" sela Dita yang memang hobinya menyela setiap ada orang yang sedang berbicara.

"Kalau nggak cukup, ya aku bakal puasa. Toh paling nanti cuma tinggal beberapa jam aja sampainya setelah kue yang aku punya habis." lagi-lagi Renata tetap menolak untuk di ajak turun ke minimarket.

Deon dan Dita saling melirik. Kesal? Tentunya.

"Terus kamu nggak kasihan sama Via dan Zafir?"

"Lah, Mbak sama Mas sebagai orang tuanya bagaimana? Kan Via sama Zafir masih ada kalian sebagai orang tuanya. Yang lebih berkewajiban ngasih Via sama Zafir makan itu ya kalian. Lagian harus berapa kali sih Mbak aku bilang kalau uangku itu udah menipis banget. Aku di kota D nanti kan juga harus bayar uang sewa kamar kos? Tolonglah pengertiannya. Toh dari kemarin sudah aku terus loh yang keluar uang." sungut Renata kesal.

"Ya kan...."

"Memang aku yang minta tolong untuk Mas Deon buat jemput aku. Memang aku akui! Tapi kan nggak begini juga, Mbak?"

Akhirnya Dita dan Deon terdiam. Entah mereka sudah sadar jika salah, atau sedang menyusun rencana lain.

Begitu juga dengan Renata, ia memilih untuk memejamkan mata. Apalagi Alif juga sedang tertidur di pangkuannya.

Sedangkan Via dan Zafir mereka berdua asik bermain ponsel di jok paling belakang.

Terpopuler

Comments

Adelia Rahma

Adelia Rahma

nah gitu don ren tegas dikit ma sodara mu yg bloon itu

2024-12-02

0

Ds Phone

Ds Phone

nak kena kan orang aja

2024-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!