bab 11.

Sedari selesai mengirim pesan terakhir pada Renata, Fahmi terus saja merasa gelisah. Bagaimana tidak gelisah, kalau pesannya hanya di baca saja oleh Renata. Ia benar-benar harus memutar otaknya untuk mencari jalan keluar agar bisa mendapatkan Renata kembali. Tujuan utamanya ya tetap pada uang yang Renata miliki.

"Kalau dengan pakai cara mengancam nggak bisa buat Renata takut, mungkin aku harus dengan cara halus. Ya, aku yakin jika Renata akan mudah luluh seperti biasanya, jika aku meminta maaf padanya. Secara dia kan bucin banget sama aku. Buktinya dulu dia rela menentang kakaknya demi menikah denganku yang jelas-jelas hanya dari keluarga biasa." Senyum seringai muncul di wajah tampannya. Fahmi bangkit berdiri lalu meraih ponselnya dan mulai mengetikkan pesan untuk di kirim pada Renata.

(Ren, kenapa pesanku hanya kamu baca saja? Apa kamu nggak kasihan sama aku yang sudah menunggu balasan pesan darimu? Oke, aku akuin kalau aku memang sudah salah sama kamu dan Alif. Tapi kamu juga harus dengar dulu alasanku kenapa aku sampai nggak pulang hampir sebulan kemarin. Dan aku yakin kalau kamu sudah dengar alasanku, kamu nggak bakal semarah ini. Ini hanya salah paham aja diantara kita.)

"Mungkin cukup segini dulu pesan yang kukirim, aku yakin Renata pasti akan membalas pesanku kali ini, karena dia akan penasaran dengan alasanku." gumam Fahmi sangat yakin dengan pikirannya.

Detik demi detik, hingga berubah menjadi 1 jam Fahmi menunggu. Namun lagi-lagi pesan itu hanya di baca saja oleh Renata.

Fahmi membanting ponselnya ke tempat tidur. "Sial! Kamu kenapa keras kepala sekali sih kali ini, Ren!" amuknya tanpa sadar jika Bu Parti sudah berdiri di ambang pintu kamar memperhatikan emosi putranya yang meledak-ledak.

Bu Parti melangkah mendekat, lalu duduk di sisi tempat tidur. "Kamu kenapa marah-marah begitu? Apa masih soal Renata?"

"Huh!" hanya helaan nafas yang terdengar dari mulut Fahmi. Ingin rasanya ia memaki ibunya itu, tapi Fahmi masih punya rasa takut. Bukan takut dosa, tapi lebih ke rasa takut di usir dari rumah. Mau pergi kemana lagi dia jika sampai di usir? Sudah di tinggal anak istri, terus harus di buang orang tua juga.

"Nggak! Nggak, jangan sampai itu terjadi!" gumam Fahmi sambil menggelengkan kepala.

"Apanya yang jangan sampai terjadi?" Bu Parti makin di buat penasaran oleh Fahmi. Tatapannya menyelidik, seolah sedang mencari sesuatu yang di sembunyikan oleh anak tercintanya itu. Namun, tetap saja Bu Parti tak menemukan apa-apa. Karena, bagi Bu Parti anaknya itu selalu benar dan tak pernah berbuat salah.

Fahmi kembali duduk di samping ibunya, tapi di dalam pikirannya masih berkecamuk ide bagaimana membujuk Renata.

"Nggak ada, Bu! Aku cuma lagi capek aja sekarang." lalu ia merebahkan tubuhnya sambil memejamkan mata. Berharap ibunya itu segera keluar dari kamarnya.

Bu Parti yg melihat putranya justru memejamkan mata, maka ia memutuskan kembali bangkit berdiri dan berjalan keluar.

"Anak kok aneh, tiba-tiba marah, tiba-tiba tidur!" omelnya yang cukup terdengar oleh Fahmi.

"Bu!" panggil Fahmi, sambil kembali duduk.

Bu Parti yg sudah sampai ambang pintu kembali menoleh kebelakang. "Ada apa lagi? Katanya lagi capek?"

"Ibu sudah hubungin Renata?"

Alis Bu Parti berkerut heran. "Buat apa? Ibu nggak mau ya buang-buang waktu buat hubungin calon mantan menantu nggak guna itu!"

Fahmi manepuk keningnya, "Astaga, Bu! Kan tadi pagi Ibu janji mau bantu aku buat hubungin Renata, biar dia mau balikin uangku yang terlanjur aku transfer itu? Kok sekarang malah bilang buang-buang waktu sih!"

"Astaga, iya Ibu lupa! Hehe," Bu Parti kembali menghampiri Fahmi. "Maaf ya, soalnya Ibu lagi banyak pikiran." sambungnya lagi.

Fahmi hanya berdecak, karena ia sudah bisa menebak kemana lanjutan kalimat Ibunya itu nanti.

"Tapi nanti setelah Ibu berhasil minta lagi uang itu dari Renata, uangnya buat Ibu semua ya! Soalnya Ibu pengen banget beli kalung. Tadi pas belanja sama Ayah dan Mbahmu, Ibu ngeliat ada kalung yang cantik sekali. Sayangnya Ayahmu uangnya kurang." jelas Bu Parti sedikit merengek bak anak kecil minta permen.

"Tuh kan bener! Pasti ujung-ujungnya duid kalau minta bantuan sama Ibu. Padahal tadi pagi sudah aku kasih lima juta. Masih aja berharap minta lagi. Andai uangku memang bener-bener banyak, nggak bakalan aku seperti ini, Bu!" batin Fahmi.

"Gimana? Kok malah ngelamun sih?" protes Bu Parti sembari melambaikan tangannya di depan wajah Fahmi.

"Maaf, Bu. Tapi uang itu mau aku pakai buat modal investasi." dustanya.

Bu Parti nampak murung setelah mendapat penolakan dari Fahmi.

"Nanti deh kalau aku udah dapet hasilnya, Ibu bakal aku beliin satu set perhiasan. Atau kalau perlu berlian yang aku beliin." bujuk Fahmi lagi.

"Bener ya?" dengan mata yang berbinar Bu Parti mengenggam tangan anaknya.

"Iya, Bu. Makanya sekarang Ibu hubungi Renata ya. Biar aku juga bisa cepet investasi,"

Padahal bukan untuk investsi, melainkan untuk mengembalikan uang yang ia pinjam dari Mahdi. Bisa hancur reputasinya jika ia gagal mengembalikan uang yang ia pinjam dari Mahdi sebanyak dua kali lipat.

"Ya sudah, Ibu hubungi dulu Renata!" cepat ia menyalakan ponselnya, lalu mencari nama Renata di daftar kontaknya.

Namun sayangnya sudah berulang bahkan ratusan kali ia menghubungi nomor itu, sang empunya tak menjawab juga. Bahkan sampai memakai ponsel milik Pak Seno pun, Renata tetap enggan menerima panggilan itu.

"Bagaimana, Bu?" desak Fahmi kala sang Ibu kembali menemuinya.

"Kurang ajar memang si Renata itu! Sudah berani dia mengabaikan telpon dari Ibu dan Ayah!" geramnya.

"Atau kita lapor ke polisi aja lah!" celetuk Pak Seno yang tiba-tiba saja ikut masuk ke kamar Fahmi.

"Lapor polisi? Ah... iya betul itu! Lebih baik kita lapor polisi aja!" sambung Bu Parti yang selalu berkata tanpa berpikir dulu.

Lagi-lagi Fahmi hanya mampu menghembuskan nafas panjang. Bagaimana bisa ia terlahir dari kedua orang tua yang seperti ini? Memangnya bisa lapor polisi kalau kasusnya aja tak jelas.

"Lapor polisi itu kasusnya apa Bu, Yah?" Fahmi menatap bergantian kedua orangtuanya.

"Ya, mencuri uangmu lah!" celetuk Bu Parti dengan cepat.

"Aduh! Begini amat punya orangtua. Andai mereka tau jika akulah sebenarnya yang berharap dapat uang cuma-cuma itu dari Renata." gumam Fahmi lemas.

"Lapor polisi juga pakai uang. Dan itu juga ribet! Aku nggak mau! Cari cara lain aja." tolaknya tegas.

Di saat mereka sedang sibuk berpikir, tiba-tiba ponsel Fahmi berbunyi. Menandakan ada pesan yang masuk.

Dengan cepat Fahmi membuka pesan itu. Karena itu pesan yang di kirim oleh Renata.

Terpopuler

Comments

Adelia Rahma

Adelia Rahma

jgn panjang Thor ceritanya ug penting jelas padat dan masuk akal jadi gak lama nunggunya langsung abis..sat set bet udah

2024-12-02

0

Wijiyanti Solo

Wijiyanti Solo

tu trgantu yg nulis ceritanya

2024-11-26

0

Heny

Heny

Renata jng mau di bodohi

2024-11-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!