Chapter 17

September 2005, kota Denpasar, Bali, di depan sebuah rumah, “Oeek...oeek...oeek,” terdengar suara tangisan bayi, sepasang suami istri tua yang tidak memiliki anak membuka pintu rumah dan mendapati seorang bayi perempuan yang mungil dan lucu. Di dalam keranjang bayi itu, hanya ada selembar kertas yang bertuliskan “Tolong rawat dia dan sayangi dia,” Keduanya melihat bayi itu, walau lucu dan mungil, tapi kulit bayi itu terlihat pucat, akhirnya keduanya mengadopsi bayi itu dan memberi nama Fani untuk bayi itu.

September 2010, Fani yang sudah berusia lima tahun mulai aktif bermain, tapi sang kakek dan nenek yang mengasuhnya menjadi khawatir, karena kulit Fani semakin pucat dan matanya memerah. Suatu malam, nenek memergoki kepala Fani yang sedang tertidur melayang di udara dalam keadaan tidur, namun berbeda dengan leak atau kuyang yang membawa serta organ dalam tubuh keluar, Fani hanya kepalanya saja yang melayang, gigi taringnya mencuat keluar walau tidak sebesar kuyang atau leak pada umumnya.

Nenek langsung membawa Fani ke seorang sakti beraliran putih yang sudah cukup terkenal, menurut sang orang sakti, di dalam tubuh Fani ada kekuatan yang sangat kuat di berikan langsung oleh dewi mengerikan bertangan delapan, berlidah panjang dan bermata melotot, dewi jahat yang memberikan ilmu hitam kepada pemujanya. Mendengar perkataan orang sakti itu, nenek menjadi sangat khawatir dengan apa yang akan menimpa Fani, tapi orang sakti itu berkata kalau dia bersedia menerima Fani sebagai murid untuk mempelajari ilmu kebatinan aliran putih di perguruannya.

Orang sakti itu juga mengatakan kepada nenek tidak perlu khawatir, malah sebenarnya Fani mendapat berkat melimpah ruah semenjak lahir dengan adanya kekuatan itu asal mampu mengendalikannya. Akhirnya sejak saat itu, Fani mulai berlatih di perguruan dan tinggal disana untuk melatih mengendalikan kekuatan di dalam dirinya. Hari demi hari Fani di ajari macam macam oleh gurunya sambil bersekolah untuk pendidikannya. Di sekolah, Fani sering di ledek oleh teman temannya sebagai mayat karena kulitnya yang pucat dan matanya berpupil merah. Tapi mereka hanya sebatas meledek karena tidak berani bertindak lebih.

Walau begitu, Fani selalu sendirian dan tidak punya teman, dia hanya punya kakek, nenek dan gurunya saja. Sepuluh tahun kemudian, Fani sudah bisa mengendalikan kekuatan di dalam dirinya tanpa harus minum darah segar kecuali kalau dia terlalu sering memakai kekuatannya, dia bisa berubah menjadi bola api, berubah menjadi kucing, melepas kepalanya dan terbang menjauh dari tubuhnya, terbang melayang di udara dan menembakkan berbagai sinar dari matanya ketika kepalanya lepas dari tubuhnya, tapi di antara semuanya, dia bisa membuat dirinya menjadi “normal” seperti memiliki kulit kuning langsat dan mata hitam.

Selain itu, dari gurunya Fani juga belajar ilmu kebal dari senjata dan racun, kemampuan Fani sudah sangat tinggi dan tidak ada yang berani macam macam dengannya di kotanya. Setelah selesai berguru, Fani kembali ke rumah kakek dan neneknya yang sekarang sudah sangat tua.

“Kakek, nenek...aku pulang,” teriak Fani ketika sampai di depan rumah.

“Kamu sudah pulang Fani..” balas kakek.

“Aku sekarang sudah selesai berguru kek,” balas Fani.

“Bagus, berarti sekarang kamu tinggal di sini lagi..sama kakek dan nenek,” balas kakek.

“Iya kek,” balas Fani.

“Fani, bantu nenek masak di dapur..” teriak nenek dari dalam.

“Baik nek..” balas Fani.

Langsung saja Fani berjalan masuk ke dapur untuk membantu nenek, kakek duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Setelah selesai memasak, Fani keluar membawa makanan dan menatanya di meja makan untuk makan bersama sama. Dia melihat kakek yang sepertinya sedang tertidur duduk di sofa.

“Kakek kok tidurnya di situ sih,” ujar Fani.

Tapi tidak ada jawaban dari sang kakek, akhirnya Fani berjalan mendekati kakek dan melihatnya, kakek terlihat sedang tidur dan tangannya di letakkan di perutnya. Karena makanan sudah siap dan takut menjadi dingin, Fani memegang pundak kakek dengan perlahan,

“Kek...kek...makanannya sudah siap, makan dulu yu,” Ajak Fani.

Tetap tidak ada jawaban dari sang kakek, Fani yang melihat raut wajah kakek langsung memeriksa nafas dan denyut nadinya, dia melihat wajah kakek yang terlihat tenang dan sedikit tersenyum, air matanya langsung deras bercucuran karena denyut nadi kakek sudah tidak ada dan kakek sudah tidak bernafas lagi. Fani langsung memeluk kakeknya dan menggoyang goyangkan tubuhnya,

“Kakek...kakek...bangun kek, Fani baru pulang kek, kenapa kakek malah pergi...bangun kek..” teriak Fani sambil menangis tersedu sedu.

Mendengar teriakan Fani, nenek berlari keluar dari dapur kemudian mendekati keduanya, nenek melihat kakek sudah tidak bergerak lagi, dia menangis tapi tersenyum dan dengan perlahan tangannya mengelus kepala kakek kemudian memeluknya. Para tetangga yang mendengar teiakan dan tangisan Fani juga nenek, berhamburan masuk dan melihat kakek sudah tiada, mereka langsung berbela sungkawa dan menawarkan bantuan untuk membantu dalam prosesi pemakaman kakek karena bagi para tetangga, kakek termasuk tokoh yang lumayan penting. Nenek setuju dan dengan senang hati menerima bantuan dari para tetangga.

Prosesi pemakaman pun di laksanakan sesuai adat, upacara di lakukan selama tujuh hari. Setelah itu, nenek dan Fani melarung abu kakek ke laut untuk melepaskan roh kakek dari keduniawian dan mudah kembali kepada Yang Maha Kuasa. Tapi kesedihan Fani tidak berakhir di sini, tiga bulan kemudian, tepat pergantian tahun, nenek berpulang untuk menyusul kakek. Fani kembali lagi bersedih dan sekarang dia hanya sebatang kara. Setelah itu, Fani menjalani kehidupannya sendirian, dia sekolah seperti biasa dan pulang ke rumahnya tanpa pergi kemana mana. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke perguruan lagi, namun ketika sampai disana, ternyata gurunya sudah tidak ada di sana, beliau pergi ke pulau sebelah untuk membantu seseorang disana.

Fani pulang kembali ke rumah, dia tinggal sendirian di rumah kakek dan neneknya, karena melihat dan mendengar teman teman sekelasnya suka membicarakan game yang sedang trend saat itu di smartphone, Fani yang merasa kesepian mencobanya, dia mencoba game fps yang sedang di mainkan oleh banyak orang dan terkenal karena selalu menjadi topik pembahasan di kelasnya. Setelah membuat akun dan memasukkan nikname dirinya yaitu mayat, dia mencoba masuk ke server apa saja yang dia temui. Selagi bermain, Fani terlihat tegang dan sangat menikmati, senyum pun terbentuk di bibirnya yang mungil, akhirnya Fani tidak kesepian lagi dan terus bermain tanpa henti.

“Seru banget hehe, tapi buat beli skin bisa pakai koin ya ? kalau pakai diamond harus pakai vocher, tapi kayaknya bagusan pakai diamond....hmmm....bikin penasaran..” ujar Fani dalam hati.

“Baru main ya ?” tanya sebuah pesan masuk.

“Iya, ajarin dong,” jawab Fani.

“Buset, nik lo sih ganteng hahahahaha,” balas chat yang masuk.

“Mendingan, daripada lo kalong hehehe,” balas Fani.

Mulailah pertemanan Fani dengan pemain bernikname kalong yang sebenarnya adalah Diaz. Setelah itu Diaz memperkenalkan Fani kepada teman yang suka bermain bersama dengannya, yaitu putih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!