Pulang sekolah, Diaz berjalan di koridor kemudian duduk di sebelah lapangan basket dan melihat para siswa sedang bermain basket di sana, dia mengambil smartphonenya dan menyalakan gamenya,
“Buset dia masih online ?” tanya Diaz dalam hati karena melihat nikname mayat menyala di friendlist nya.
“Eh udah pulang ?” tanya mayat.
“Baru aja kelar, oh ya ngomong ngomong lo mau kuliah di jakarta ya nanti ?” tanya Diaz.
“Iya...rencananya,” balas mayat.
“Kok ga yakin gitu sih,” balas Diaz.
“Abisnya gue bingung, banyak problem,” balas mayat.
“Hmm kalau mau cerita kontak gue aja, lo ada nomer gue kan ?” tanya Diaz.
“Ada, nanti deh gue cerita,” jawab mayat.
Tiba tiba sebuah bola basket melayang ke arah Diaz, “Woi awaaas,” teriak seorang siswa, Diaz melihat bolanya yang bagi dia jalannya sangat lambat. Dia menaikkan tangannya dan menangkap bola itu, kemudian dia memasukkan smartphonenya ke tas dan berdiri,
“Gue ikutan boleh ?” tanya Diaz.
“Wuih pas, kita kurang satu, ayo ikut kak,” balas siswa itu.
“Sip thanks,”
Diaz melangkah ke tengah lapangan, tubuhnya yang tinggi menjadi pusat perhatian terutama para siswi yang lewat dan melihat dirinya.
“Wow oppa main..” ujar seorang siswi kelas 2.
“Iya ih...keren ya oppa,” balas siswi di sebelahnya.
Keduanya langsung duduk di kursi sebelah lapangan untuk menonton Diaz bermain basket. Dengan lincah Diaz mendribble bola basketnya menuju ring lawan, lalu melompat dengan gerakan memukau dan “Blam,” bola basket di dunk kedalam ring, Diaz bergelayutan sebentar lalu turun. Langsung teman satu timnya tos dengannya dan para siswi berteriak “Oppa,” Diaz tersenyum sinis saja melihat semua itu,
“Huh lom tau aja lo pada, kalo nih gelang lepas, kabur lo semua. Lagian gue bukan oppa kale, gue dari negeri tetangganya,” ujar Diaz dalam hati.
Dia meneruskan permainan basketnya dengan hati yang senang karena dia memang menyukai permainan itu. Tapi kesenangannya terganggu, karena dia menoleh ke koridor dan melihat seorang anak culun berkacamata tebal dan berambut klimis siswa kelas dua, sedang di giring oleh siswa seangkatannya yang berbeda kelas dengannya, dia tahu kalau para siswa yang menggiring itu memang tukang membully siswa yang lebih lemah dari mereka. Namun walau aksi mereka di laporkan, tetap saja mereka tidak di hukum karena salah satu dari mereka anak dari seorang pejabat di kota.
Awalnya dia tidak terlalu memperdulikannya, tapi permainan menjadi terhenti karena semuanya melihat siswa yang di bawa keluar oleh gerombolan siswa seangkatannya.
“Lanjut ga nih ?” tanya Diaz.
“Ntar kak..” jawab seorang siswa.
Diaz menaruh bolanya dan berjalan ke arah tasnya, dia mengambil tasnya dan keluar dari gedung sekolah. Di luar dia melihat gerombolan itu menggiring siswa malang itu ke tanah kosong di belakang sekolah, biasanya yang di bawa kesana kalau bukan untuk di lucuti barang barangnya dan di palak, mereka akan memukuli siswa malang itu. Diaz mengusap rambutnya, dia berbalik dan mengikuti gerombolan itu dari belakang. Dugaan Diaz tepat, gerombolan itu langsung melucuti smartphone, dompet bahkan sepatu baru siswa malang yang tidak berani melawan sama sekali.
“Lagi lagi...gue heran, mereka ga kapok kapok, dah sering kasus juga padahal...payah,”
Dia melihat ke kanan dan kiri, kemudian berlari masuk ke gang di antara rumah dan tiba di kebun pohon pisang. Dia menaruh tasnya dan membuka kemejanya sehingga hanya memakai singlet, langsung saja Diaz melepas gelangnya dan tubuhnya berubah, “Woooooooo,” Diaz terbang mengangkasa menimbulkan suara berisik. Dia langsung mendarat di belakang siswa malang yang terduduk di tengah, para gerombolan siswa itu kaget melihat sosok Diaz yang mendadak turun di depan mereka. Dengan perlahan mereka mundur satu persatu dan menaruh hasil jarahan mereka, padahal Diaz hanya mengangkat telapaknya dan membentuk huruf V menggunakan jarinya.
“Ka..kabur....se..setan...” teriak seorang siswa.
Langsung saja semuanya lari tunggang langgang sampai terjatuh jatuh, siswa malang yang masih terduduk itu tertegun, dengan perlahan dia menoleh, ketika melihat sosok Diaz berdiri di belakangnya, langsung saja dia pingsan dengan mulut berbusa.
“Nah kan, gue tolongin malah amsyong,” Pikir Diaz dalam hati.
Dengan sebelah tangannya, Diaz mengangkat siswa itu dipinggangnya dan membawanya keluar dari tanah kosong dan menyenderkan siswa itu di dinding rumah warga. “Wooooooo,” Diaz kembali terbang ke atas meninggalkan siswa malang itu bersama barang barang milik dirinya di atas pangkuannya. Diaz yang sedang terbang di udara dan hendak turun di kebun pisang, mendengar suara sirine pemadam kebakaran dari kejauhan.
“Kebakaran ?” tanyanya dalam hati.
Langsung saja Diaz melesat menuju terdengarnya suara sirene, dari kejauhan dia bisa melihat asap hitam membumbung tinggi. Ketika dia tiba di lokasi kebarakan, dia melihat yang terbakar adalah sebuah ruko bertingkat empat, api sudah membesar dan mulai merembet ke bangunan ruko sebelah, kemudian dia melihat ke bawah, ada seorang ibu sedang di tahan oleh petugas pemadam dan polisi karena di mau masuk ke dalam, “Anakku masih di dalam...” teriak ibu itu. Tanpa menunda lagi, “Woooooooo,” terdengar suara berisik, Diaz langsung masuk menerobos dari jendela lantai empat dan masuk ke dalam.
Api sama sekali tidak terasa panas ketika menyentuh kulit Diaz, lantai empat tempat dia masuk ternyata di pakai untuk tinggal pemilik ruko, seluruh perabotnya habis terbakar dan lantainya mulai rontok, Diaz berjalan maju mencari anak sang ibu yang katanya tertinggal di dalam. Dia membuka kamar demi kamar untuk mencari, sampai akhirnya dia menemukan anak bayi berumur sekitar enam bulan masih terbaring di dalam keranjang bayi di ruangan yang belum terjilat api. Langsung saja dia mengambil kain dan menutupi seluruh keranjang bayi itu beserta bayinya yang sedang tidur di dalam.
Dengan tenaganya, dia mengangkat keranjang bayi kemudian berlari keluar, sesampainya di luar dia melihat ke bawah dan banyak kerumunan orang menonton proses memadamkan api sambil mengacungkan smartphone mereka. Diaz langsung menghilang di tengah asap membawa keranjang bayi yang dia selamatkan. Setelah itu, dengan diam diam dia turun di belakang kerumunan yang sedang melihat ke arah kebakaran sampai tidak memperhatikan dirinya dan meletakkan bayi di sana. “Woooooo,” Diaz langsung melesat terbang lagi ke atas, semua orang yang mendengar suara kencang di belakangnya menoleh melihat ada sebuah keranjang bayi di belakang mereka. Tapi mereka bertanya tanya, suara apa yang mereka dengar barusan.
“Barusan suara apa ya ?” tanya seorang pria.
“Entahlah...aneh..” jawab pria di sebelahnya.
“Anak ku...” teriak sang ibu langsung mendapati bayinya.
Dia menggendong anaknya sambil minta maaf dan menangis tersedu sedu, Diaz yang melihatnya dari atap ruko di sebrang persis tersenyum. Kemudian dia terbang kembali ke kebun pisang untuk mengambil tas dan seragam kemejanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments