Selesai mandi, tubuh Yasmin yang harum, semakin membuat Uki bergairah. Hal itu dijadikan kesempatan bagi Yasmin untuk menggoda suaminya lagi, di depan Winda. Kehamilan Winda yang masih 3 bulan ini, membuatnya tak bisa bebas melayani suaminya semenjak pernah terjadi kontraksi saat berhubungan sebelumnya. Tubuhnya juga seakan tak mulus seperti dulu lagi, yang mulai timbul stretchmark, berbeda dengan tubuh Yasmin yang kembali mulus dan seksi hasil perawatan yang intens.
Yasmin mendekati suaminya dan memeluknya, lalu berbisik lirih padanya. “Mas, apa tidak rindu denganku? Sudah lama sekali kita tidak berhubungan. Aku juga masih istrimu ‘kan. Boleh tidak kalau malam ini aku tidur denganmu? Aku rindu.”
Sejujurnya, Yasmin sudah muak dengan semua ini, ia bahkan sudah tak ada nafsu untuk melayani suaminya, tapi ia hanya ingin menjalankan rencananya.
Uki lalu meminta Winda untuk tidur dengan Kinan, kalau tidak mau tidur di sofa ruang tamu, karena ia ingin menghabiskan malam ini dengan Yasmin. “Aku harus adil.”
Dengan kesal dan tak bisa berbuat apa-apa, Winda pergi ke luar kamar, untuk membiarkan Uki dan Yasmin berduaan di kamar.
###
Pagi harinya, saat Yasmin akan berangkat ke kantor, ia memanja meminta diantar oleh sang suami. Winda yang per hari ini sudah dinyatakan mengundurkan diri dari kantornya semenjak tubuhnya sudah terlihat berisi, tak lagi menjalankan aktivitasnya sebagai seorang pekerja. Untuk itu, Uki yang sehari-hari bekerja dengan motor Winda, kali ini diminta oleh Yasmin untuk mengantarkannya juga.
Sebelum berangkat, Yasmin masih sempat menggoda suaminya dengan mendaratkan bibir manisnya di bibir suaminya itu, di depan Winda.
“Masih pagi, ah, jangan memancing. Nanti malam lagi saja ya,” pinta Uki kembali membalas ciuman bibir istrinya.
“Ya sudah yuk berangkat. Winda, aku berangkat ya,” pamit Yasmin menggandeng tangan suaminya.
Sengaja Yasmin juga menunjukkan kemesraan saat berboncengan dengan suaminya, melekatkan pelukannya, dan bercanda gurau dengan Uki.
Winda yang kesal dibuatnya hanya bisa membatin.
Sementara itu, Bu Emy yang sudah menunggu momen ini pun segera meminta menantu hamilnya itu untuk membantunya di dapur. Sontak Winda merasa tak sanggup jika harus mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi, kemarin-kemarin ia begitu dimanjakan saat masih bekerja.
“Bu, Winda lebih mudah terasa lelah saat hamil, bekerja di kantor saja Winda harus curi-curi waktu untuk beristirahat. Winda tidak sanggup kalau harus membantu Ibu,” tukasnya.
“Orang hamil itu tidak boleh manja, harus banyak gerak biar ototmu itu tidak kaku. Sudah, biasakan saja dulu, nanti juga lama-lama terbiasa. Kamu pikir di rumah terus mau ngapain? Apa mau tidur terus? Bantu Ibu dong, bantu urus Kinan juga,” pinta mertuanya.
Dengan sangat terpaksa, Winda menuruti perintah mertuanya. Hatinya semakin kesal setelah cemburu melihat suami dan Yasmin bermesraan di depannya. Sekarang, batinnya dibuat kesal kala harus menjadi pembantu di rumah mertuanya.
Hingga sore harinya, Winda meminta sang suami segera pulang.
Uki yang mengira Winda ada masalah, segera melajukan motornya agar cepat sampai rumah.
“Mas, kalau tahu begini, lebih baik kita tinggal di kontrakan saja!” ketus Winda pada suaminya yang baru saja masuk kamar.
“Kontrakanmu ‘kan sudah disewa orang. Lagi pula, nanti siapa yang bantu Ibu kalau tidak ada kamu? Kamu ‘kan sudah tidak kerja sekarang,” jawab Uki santai.
Seketika Winda berdiri dari duduknya. “Jadi maksudmu meminta aku berhenti kerja agar bisa jadi pembantu? Enak saja! Tidak!”
“Terus kamu mau tinggal di mana? Kamu pikir cari kontrakan mudah?” tegas Uki.
Saat situasi tengah memanas, Yasmin yang baru saja datang, berpura-pura mengambil bajunya di kamar. Terpaksa, kedatangannya membuat Uki dan Winda berhenti berdebat. Lalu disengajanya Yasmin memeluk tubuh suaminya dari belakang. “Mas, malam ini jadi ‘kan? Sekarang saja yuk, mumpung kita sama-sama belum mandi.”
Sontak Uki yang merasa ototnya tegang karena perdebatan dengan Winda, menjadi lebih rileks karena pelukan Yasmin. Ia semakin dibuat bersemangat jika Yasmin sudah mulai agresif seperti ini. Dulu, istrinya itu bahkan tak pernah mau mengajaknya lebih dulu.
“Soal ini kita bicarakan nanti, kamu bisa keluar dulu ya, Win,” pinta Uki lembut.
“Tidak mau!” teriak Winda.
“Ya sudah, Mas, ada Winda juga tak apa-apa kok,” ujar Yasmin santai sembari membuka kancing kemeja suaminya perlahan.
Merasa jijik, Winda lalu keluar kamar dengan muka penuh amarah, sementara Yasmin hanya menahan senyum kepuasannya.
Semakin memanjakan suaminya, Uki seolah tak ingin lepas dari istrinya itu. “Kamu cantik sekali sekarang, aku pangling. Jangan tinggalkan aku, Yas, aku masih mencintaimu.”
Hanya tersenyum, Yasmin tak menjawab.
“Nikmati saja, anggap ini saat-saat terakhir ibadah kita,” batin Yasmin.
###
Hari demi hari berlalu, Winda seakan sudah tak tahan lagi berada di rumah mertuanya dengan segala tugas dan ocehan mertuanya yang seolah berbeda tak seperti dulu lagi. Bu Emy juga tak terlihat lagi menyuruh Yasmin mengerjakan pekerjaan rumah, karena sudah pasti akan ditolaknya. Apalagi, Yasmin sering memanjakan mertuanya itu dengan memberikan uang maupun barang-barang. Hingga akhirnya, Lisa dan Winda yang menjadi sasaran empuk mertuanya karena dianggap tak berguna sebagai menantu. Winda yang tak pernah becus membantunya, dan Lisa yang selalu merepotkannya untuk mengasuh Kinan.
Bahkan, Bu Emy seakan setuju dengan saran Yasmin agar Lisa keluar dari pekerjaannya untuk mengurus Kinan. “Kasihan Ibu dan Winda, Mbak. Setidaknya kalau Mbak Lisa yang jaga Kinan, Ibu dan Winda tak kerepotan mengurus rumah.”
Yasmin sungguh menjadi pengadu domba di rumah mertuanya.
Setiap hari Winda harus berdebat dengan Uki karena meminta kembali ke rumah kontrakannya yang dulu, sementara saat ini, penghasilan Uki saja seakan tak mampu jika harus menafkahi kedua istrinya, apalagi untuk membayar uang kontrakan.
Saat Uki dan Winda sedang bertengkar, hal ini selalu dimanfaatkan Yasmin untuk merayu dan menggoda suaminya. Hingga Uki terlihat lebih menyayangi Yasmin dari pada Winda. Bahkan, beberapa kali Winda meminta suaminya itu untuk memilih dirinya atau Yasmin, seperti pagi ini.
“Mana bisa aku memilih salah satu. Kamu sendiri sudah menyanggupi dari awal mau menjadi istri keduaku dengan segala konsekuensinya. Kalau pun aku harus memilih, jelas aku akan lebih memilih Yasmin. Apa kamu mau menjanda dengan perut besar seperti ini? Siapa yang akan menafkahimu? Silakan pergi kalau memang kamu bisa menghidupi dirimu sendiri dan bayi yang ada di dalam perutmu. Kalau kamu masih mau aku nafkahi, tinggal lah di sini dan jangan banyak protes!” bentak Uki.
“Tega kamu, Mas!” tangis Winda pecah.
Yasmin yang ikut mendengarkan hal ini hanya bisa mencibirnya. Bagaimana tidak, dulu ia juga ada di posisi Winda. Tak peduli, Yasmin segera membereskan beberapa baju-baju kesayangannya, juga beberapa barang-barangnya yang tak banyak itu ke dalam 1 tas besar, yang dibawanya saat berangkat kerja.
“Kamu mau kerja atau mau ke mana bawa tas besar?” tanya suaminya saat Yasmin berpamitan padanya.
“Oh ini, aku sudah janji akan ikut bansos hari ini di kantor, Mas. Aku ikut menyumbangkan baju-bajuku yang sudah tak terpakai untuk acara ini,” jawab Yasmin berbohong.
Yasmin juga tetap berangkat ke kantor bersama Uki, agar suaminya itu tidak curiga.
Hingga setibanya di kantor, Yasmin segera menghadap bosnya, sesuai perintah.
“Pak Ethan panggil saya? Saya sudah boleh cerai ‘kan, Pak? Saya sudah tidak tahan. Saya juga sudah bawa barang-barang saya dari rumah dan tak akan pulang lagi ke rumah itu mulai hari ini,” ucap Yasmin tanpa menunggu perintah dari Ethan untuk pergi dari rumah.
Ethan lalu berdiri dan mendekati Yasmin. “Sekarang saatnya kamu membalas budi.”
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
IG: halomeika
Apa salah budi?🥲 harusnya balas Uki😅
2024-02-04
3
Rafika Adami
next
2024-02-04
1