Bab 7

Ethan kemudian mengiriminya lagi sebuah pesan.

“Hentikan kebisinganmu, tetaplah bersikap manis padanya, dan jangan banyak protes!”

Yasmin segera menghapus pesan Ethan tersebut, lalu ikut makan malam bersama.

“Jadi kamu sudah bekerja, Yas?” tanya Lisa memastikan kebenaran berita ini.

“Iya, Mbak, jadi aku sudah tidak bisa mengasuh Kinan lagi,” ujar Yasmin begitu puas.

Lisa dan Hangga seketika berpandangan, seolah bingung harus menitipkan anaknya pada siapa.

“Kata Ibu, kalau aku bekerja, kita bisa patungan untuk membayar baby sitter, atau kita bisa ambil pembantu saja. Tapi ya aku tidak bisa patungan banyak, karena aku juga masih baru masuk kerja,” lanjut Yasmin.

Bu Emy tampak memandangi Yasmin begitu kesal. Tapi bagaimana pun juga, ia sendiri yang pernah mengatakan demikian. Hingga ia tak bisa berkomentar apa pun.

Hangga lalu meminta sang ibu untuk mengasuh Kinan sementara waktu, sampai mereka menemukan solusi yang tepat. “Jujur, kalau harus bayar pembantu, kita keberatan jika harus menambah pengeluaran.”

Lisa dan Uki seakan juga setuju dengan pendapat Hangga, tapi tidak dengan sang ibunda.

Bu Emy menyatakan keberatannya bila harus mengurus rumah dan mengasuh Kinan sendirian. “Apa kalian tidak kasihan pada Ibu?”

Mereka seakan terdiam merenung, sementara tidak dengan Yasmin yang begitu menikmati makan malamnya, dan tak peduli dengan diskusi mereka.

“Ini semua gara-gara kamu! Ngapain sih pakai kerja segala!” sahut Bu Emy pada Yasmin.

Yasmin dengan tenang menghadapi mertuanya. Ia kembali mengungkit keinginan mertuanya itu yang mau dirinya juga bekerja, membantu suami. Lagi pula, mertuanya itu tak melarang menantunya, si Lisa, untuk bekerja jadi seharusnya ia juga tak melarang Yasmin bekerja.

“Yasmin malah akan memberi tambahan uang bulanan untuk Ibu nanti, jadi Ibu dapat dari Mas Uki, dapat juga dari aku. Kalau Mbak Lisa ‘kan, yang diberikan ke Ibu itu uangnya Mas Hangga, bukan uang dia. Kenapa Ibu tidak suruh saja Mbak Lisa yang berhenti kerja?” terang Yasmin begitu puas, hingga membuat Lisa menatapnya tajam.

Selesai makan, Uki mengajak istrinya untuk segera ke kamar, karena ia ingin segera bicara.

“Eh Yasmin, cuci dulu piringnya!” titah mertuanya.

Yasmin dengan lembut mengatakan bahwa ia lelah sepulang kerja, jadi mulai sekarang ia tak akan lagi mengerjakan pekerjaan rumah, kecuali bila Lisa juga diberikan tugas yang sama, baru dia mau.

“Yas, Mas tidak suka kamu bicara begitu tadi sama Mbak Lisa! Benar kata Ibu, kenapa juga kamu bekerja?” tanya Uki ketika sudah berada di dalam kamar.

Berusaha mengatur emosinya, Yasmin kembali menjelaskan bahwa ia tak berhak dilarang karena Lisa juga tak pernah dilarang bekerja. Justru dengan ia bekerja, jadi ketahuan kalau selama ini dirinya memang hanya dijadikan pembantu di rumah ini. Terbukti ketika Hangga dan Lisa keberatan untuk membayar pengasuh untuk anaknya, karena selama ini mereka menggunakan jasa Yasmin secara gratis.

“Bagian mana yang salah, Mas? Lagi pula kalau aku kerja, kamu tak akan lagi melihatku sering pakai daster. Aku akan beli baju rumahan yang lebih bagus, dan membeli make up untuk merias wajahku, agar kamu kembali menyayangiku. Bukan kah ini yang kamu mau? Kamu bilang aku tak pandai mengatur uang, kalau dari uangmu saja, memang tak ada yang bisa diatur, tapi kalau dari uangku juga, baru aku bisa mengaturnya. Itu semua juga aku lakukan untuk menyenangkanmu, suamiku,” jelas Yasmin yang membuat Uki tak bisa lagi membantahnya.

“Gajiku juga lebih besar dari gaji Mbak Lisa, lalu kenapa tidak dia saja yang berhenti kerja dan mengasuh anaknya sendiri,” lanjut Yasmin.

Uki lalu kembali menanyakan kembali pertanyaan yang belum Yasmin jawab, tentang tempat kerja istrinya itu.

“Aku kerja di perusahaan properti. Meskipun hanya sebagai admin, tapi aku rasa cukup untuk tambah-tambah uang jajan dan tabunganku,” jawab Yasmin lalu izin untuk tidur lebih dulu.

###

Keesokan paginya, Winda kembali menjemput Uki dengan motornya. Yasmin yang juga akan berangkat kerja, melihatnya langsung kali ini, bahkan lebih dekat. Meski hatinya hancur, tapi bukannya marah, Yasmin malah memberi pesan pada suaminya dan juga Winda agar mereka berhati-hati.

“Aku berangkat ya, Mas,” pamit Yasmin mencium tangan suaminya, kemudian berlalu pergi.

Sementara Uki masih memandangi punggung istrinya yang berjalan menjauh darinya, hingga tak lagi terlihat.

“Ayo, Mas, kita sudah telat,” ajak Winda pada Uki yang masih berdiam diri.

Yasmin yang tengah berjalan ke depan jalan rumahnya, berusaha menegarkan hatinya. Tak dilihatnya suaminya yang tengah berboncengan dengan wanita lain itu, yang mengendarai motornya melewatinya. Hanya Uki yang tetap memandangi Yasmin dari kaca spion.

Hingga 200 meter berjalan, Yasmin tak juga mendapatkan ojek. Lalu tiba-tiba, sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Ethan keluar dan memintanya segera masuk ke dalam mobil.

“Apa rumah Pak Ethan ada di sekitar sini, jadi kita bisa bertemu di sini?” tanya Yasmin saat ia duduk di sebelah Ethan, di belakang sopir.

Tak menjawab, bosnya itu hanya diam dengan pandangan lurus ke depan.

Karena merasa tak dianggap, Yasmin membenarkan duduknya dan kembali diam. “Dasar vampir! Sudah dingin, ketus lagi!” gumamnya dalam hati.

Ketika mobil melaju belum begitu jauh, Yasmin kembali melihat dari kaca jendela, sang suami yang sedang mengendarai motor itu tampak dipeluk erat oleh Winda yang duduk di belakangnya. Ditahannya air matanya yang ingin terjatuh. Disekanya perlahan, dan dialihkannya pandangannya kembali ke depan.

Tak sadar, Ethan memperhatikan Yasmin yang tengah sibuk menyeka air matanya, lalu disodorkannya selembar tisu pada karyawannya itu.

Tak bisa mengucapkan terima kasih, Yasmin hanya mengangguk sambil menerimanya.

Hingga 40 menit berlalu, sampailah mobil Ethan di parkiran kantornya.

Saat Ethan akan turun, Yasmin buru-buru menahannya karena ingin menanyakan sesuatu.

“Di ruangan saja,” ucap Ethan berlalu turun dari mobil, disusul Yasmin di belakangnya.

Saat di ruangan, dengan kode tangan tanpa bicara, Ethan mempersilakan Yasmin mengutarakan pertanyaannya.

“Maaf, Pak Ethan, ada yang mau saya tanyakan. Kenapa semalam Bapak meminta saya untuk tetap bersikap manis pada suami saya dan tidak boleh meminta cerai?” Yasmin memberanikan dirinya.

Ethan yang sudah duduk di kursi kebesarannya, kembali berdiri lalu menghampiri Yasmin yang berdiri di hadapannya.

“Kalau mau mematikan lawan, bunuh lah perlahan sampai dia tersiksa, bukan dengan membunuhnya seketika."

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!