Part 12. Temani Aku Malam ini

Ivy baru saja selesai mandi, setelah pulang dari cafe Winnie. Rasa lapar yang tadinya melanda, kini sudah hilang karena isi pesan dari sang Ayah. Wanita itu hendak membuka ponselnya, namun terkejut dengan isi pesan dari Ezra.

“Apa-apaan ini,” desah Ivy yang kesal membacanya. Bisakah dia istirahat dengan damai malam ini. Suara bel pintu berbunyi, sehingga membuat Ivy memejamkan matanya untuk menarik napas.

Belum juga melangkah, ponselnya berdering dengan tertera nama bosnya di layar ponsel. “Astaga Tuhan.” Ivy dengan langkah gontai melangkah membuka pintu apartemennya.

“Oh, Wow…kau terlihat..” suara Ezra terjeda melihat betapa manisnya Ivy dengan rambut panjangnya yang setengah basah, dan gaun tidur biru muda lengan pendek sepanjang lututnya.

“Begitu segar malam ini,” lanjut Ezra, lalu langsung menerobos masuk tanpa permisi.

Ivy terkejut dengan sikap tidak sopan bosnya yang masuk ke dalam tanpa permisi. “Ada perlu apa Tuan? Jika ini urusan pekerjaan-”

Ezra mengangkat tangan nya supaya wanita itu diam, pria itu langsung melepas coatnya kemudian duduk di sofa dengan mata terpejam. “Temani aku malam ini,” ucapnya pelan sambil memejamkan matanya.

Ivy hampir merasakan dagunya jatuh ke bawah, mendengar pernyataan Ezra yang memang tidak punya malu.

“Tuan, jangan bercanda. Ini sudah hampir malam,” tukas Ivy pelan, dengan posisi berdiri di samping sofa, tentunya dia tidak mau mendekat karena pria ini sangat berbahaya.

“Lantas? Kau keberatan?” tanya Ezra dengan santai, netra biru terangnya menatap sayu Ivy.

“Ini sudah malam Tuan, dan Anda dengan seenaknya masuk ke apartemen orang,” omel Ivy dengan raut wajah datar.

Ezra menatap lekat Ivy, lalu menegakkan tubuh tegapnya sambil bersedekap. “Pertama, apartemen ini adalah milik perusahaan France, dan secara otomatis adalah milikku,” protes Ezra yang tidak mau kalah.

“Terakhir, kau bukan orang lain. Kau adalah sekretarisku,” lanjut Ezra menatap tajam Ivy.

Ivy berusaha untuk tidak mencakar wajah tampan bosnya ini, apa kepala Ezra sedang terbentur aspal sehingga dia berubah menjadi sangat-sangat menyebalkan seperti ini. “Saya tahu Tuan, tapi ini bukan jam kerja. Saya butuh istirahat, begitu juga dengan Tuan, saya tahu jika Anda juga lelah,” ucapnya dengan nada dingin, dan terdengar frustasi.

Ezra lalu menarik kasar Ivy hingga duduk di sebelahnya, tangannya menyisir rambut setengah basa Ivy, lalu menciumnya. “Rambutmu harum,” pujinya dengan suara serak, mengabaikan suara protes Ivy.

“Jangan ngomel terus. Jika kau lelah ya tinggal tidur saja di kamarmu. Dan abaikan aku,” kata Ezra tersenyum tipis melihat wajah Ivy yang sudah merah.

“Oh, iya sebelum kau tidur. Temani aku makan dulu, dan biar aku saja yang masak! Jangan protes!” cerocos Ezra dan sukses membuat wanita berambut cokelat itu bergeming. Kini pria itu melenggang masuk ke dapurnya, memeriksa isi kulkas yang untung saja sudah Ivy isi kemarin.

“Saya tidak lapar, lagi pula sebaiknya Anda pulang saja Tuan,” usir Ivy pelan.

Ezra tidak menghiraukan ocehan Ivy, melainkan dia mengenakan celemek dapur yang bersih dan berupa gelap, menunjukkan kesiapan untuk memasak dengan serius.

“Diamlah dulu, kau akan menyukai masakanku setelah ini,” ucapnya tanpa mengindahkan ucapan Ivy.

Ivy akhirnya diam saja, karena dia sudah tidak punya tenaga untuk berdebat dengan Beruang Madu ini.

Sedangkan pria itu masih berkonsentrasi untuk memasak, dan kali ini dia ingin memasak spageti saja, dengan bahan yang ada. Pada kompor, panci berisi saus tomat merah menyusun persiapan yang sedang dimasak. Aroma bawang, bawang putih, dan rempah-rempah yang ditumis di panci memberikan sentuhan berkelas pada suasana dapur. Ezra mencicipi sausnya dengan sambil tersenyum, memastikan rasa yang sempurna.

Pasta yang sudah dimasukkan ke dalam air mendidih menunggu dengan sabar di panci besar. Pria ini mungkin mengaduknya sesekali, memastikan agar pasta tetap al dente. Penggunaan sendok kayu mungkin menambah nuansa tradisional pada proses masaknya. Ivy sendiri memperhatikan setiap gerak-gerik pria berbadan besar itu, sedikit terkesima karena tidak menyangka jika Ezra bisa cekatan dalam memasak.

Setelah pasta matang, Ezra menyaringnya dan kemudian menyajikannya di atas piring dengan penuh kehati-hatian. Menghiasi spageti dengan saus tomat yang telah disiapkan sebelumnya, memastikan setiap gigitan terendam dalam kelezatan rasa.

Menambahkan hiasan hidangan spageti dengan potongan daun basil segar dan parmesan yang baru diparut, dan untuk sentuhan akhir yang elegan.

Setelah selesai, Ezra membawa dua piring ke meja makan, menyajikannya dengan rapih. “Sudah jadi, dan kujamin kau akan tergila-gila dengan masakanku,” ucapnya dengan jumawa. Bertingkah seolah seperti suami yang memaksakan istrinya dengan cinta kasih.

Ivy hanya diam saja, melihat tingkah Ezra yang percaya diri.

“Kemari Vy, kau ini suka sekali diperintah dua kali!” tegas Ezra sambil mendelik.

Ivy berdecak pelan, lalu menghampiri meja makan yang kemudian Ezra menarik kursi untuknya.

“Terima kasih Tuan, kau harusnya pulang saja,” ucapnya pelan membuat Ezra menunjukan ekspresi kesal.

“Aku tidur di sini, sudah jangan cerewet cepat makan,” Ezra mengambil garpu lalu menaruhnya di depan Ivy. Pria itu lalu duduk, kemudian menatap lekat Ivy yang mulai menyuapkan satu sendok garpu, namun dia sedikit terganggu dengan rambutnya yang masih tergerai.

Melihat tingkah Ivy yang kesulitan, Ezra bangun dari kursinya lalu berdiri di belakang Ivy.

“Ada apa Tuan?” tanya Ivy bingung, dan bukanya malah menjawab pria itu lalu merapikan rambut cokelat panjang itu menjadi satu kemudian menguncirnya dengan gaya cepol.

“Saya bisa send-”

“Sudah, sebentar lagi selesai,” sela Ezra yang sudah selesai menguncir rambut Ivy dengan rapih. Namun, dia tertegun melihat leher jenjang nan mulus Ivy dan sukses membuatnya menelan ludah. Ada gejolak yang terbangun dalam dirinya.

“Tuan?” suara Ivy membuyarkan bayangan nakal yang melintas di benaknya.

Ezra berdeham lalu dia kembali duduk, menikmati spageti terenak yang dia masak.

“Bagaimana? sudah kubilang enak kan?” tanya Ezra percaya diri.

Ivy pun hanya mengangguk pelan, setuju dengan Ezra jika spageti ini begitu lezat.

Wanita itu lalu, mengambil dua gelas air dingin lalu menaruhnya di samping piring Ezra.

“Setelah makan malam, Anda bisa pulang Tuan,” ucap Ivy sedikit tegas.

“Aku tidak mau, setelah ini kau bisa tidur duluan. Jangan hiraukan aku,” tolak Ezra sekali lagi, dia tidak peduli dengan jawaban Ivy.

“Kenapa Anda akhir-akhir ini sering bersikap seperti ini?” Ivy sudah tidak tahan lagi dengan sikap seenaknya Ezra.

Pria itu menatap lekat Ivy, lalu minum air dingin tadi sampai tandas. “Karena aku ingin menjadi tipe priamu,” ucapnya tanpa basa-basi. Ivy memijat pelipisnya karena dia sudah frustasi dengan bosnya. “Anda hanya penasaran dengan saya Tuan, dan Anda merasa tidak terima jika memang bukan tipe saya. Tidakkah Anda mengerti saya? Tolong jangan buat ini semakin rumit,” jelas Ivy panjang lebar sehingga sukses membuat Ezra berdiri di depannya. Menekan kedua bahu Ivy keras.

“Kau meragukanku? Uh?” netra birunya menatap layang Ivy sehingga membuat wanita itu sedikit takut.

“Tuan, mau apa Anda?” gemetar Ivy melihat ekspresi seram Ezra.

Ezra dengan mudah menggendong Ivy layaknya karung beras, sehingga membuat Ivy meraung ketakutan.

Ezra merasa puas mendengar raungan Ivy, dan dia ingin tahu seberapa keras Ivy menolaknya ketika mereka sudah sampai ranjang.

----

Terpopuler

Comments

Illa Darrel

Illa Darrel

Zra . . Zra anak org maen panggul aja ya . . ntar klu ivy ketagihan bahaya lohh 😉😋🤭

2024-02-12

1

Ayu Kerti

Ayu Kerti

dekati pelan2 boss... cra anda terlalu ekstrim. 😁😁😁

2024-02-12

1

yella xarim

yella xarim

wkwkwwkkwkkwkkwkwkw

2024-02-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!