Part 3. Kesal

Sepanjang rapat Direksi ekspresi Ezra bagai seorang pembunuh, yang siap menembak musuhnya karena dendam membara. Dingin dan tidak tersentuh. Sejak pengakuan Ivy mengenai dia bukan tipe wanita itu, sangat mengganggu dan menyentil ego Ezra. Dan sepertinya wanita itu harus diberi pelajaran, supaya dia tahu dengan siapa dia berhadapan. Rasa obsesi untuk membuat Ivy tergila-gila padanya semakin membara.

“Tuan Ezra apa Anda jelas dengan presentasi saya?” suara pria berwajah Asia campuran Jerman mendistraksinya.

Beberapa Dewan Direksi memperhatikan Ezra dengan serius, “Saya setuju dengan tempat pembangunan Mall baru, dan tentunya dengan biaya yang sudah dipertimbangkan,” jawab Ezra serius, menatap Carlen Lee yang merupakan COO perusahaan, yang bertanggung jawab mengenai semua administrasi perusahaan.

Carlen tersenyum tipis lalu mengangguk paham.

Sekilas Ezra melirik ke arah sang sekretaris yang duduk di paling ujung. Ekspresi wanita itu begitu tenang dan serius, seakan kalimat yang dilontarkan tadi pagi adalah hal yang tidak penting. Melihat bagaimana Ivy seperti itu, tentu saja membuat Ezra semakin kesal.

“Vy, sekali lagi jelaskan apa yang dibicarakan Carlen tadi!” titah Ezra dengan nada dominan, netra birunya menyalang ke arah Ivy.

“Hey, bukankah-”

Ucapan Carlen terhenti ketika tangan Ezra terangkat, yang artinya menyuruh pria itu diam.

Sedangkan Ivy yang terkejut dengan perintah mendadak Ezra, pun tidak biasanya bosnya itu menyuruhnya untuk menjelaskan presentasi tadi. Dengan sikap tenang Ivy lalu berdiri dan langsung saja dia menjelaskan apa saja yang dikatakan oleh Tuan Carlen mengenai pembangunan Mall terbaru di daerah kota nanti.

Sepanjang menjelaskan, Ezra sendiri sudah menduga jika Ivy pasti bisa melakukan presentasi dengan baik, menunjukan betapa kuatnya aura High Value yang dia tunjukan. Ezra juga baru menyadari akhir-akhir ini, jika Ivy memang sangat cerdas dan wanita yang tidak sembarangan.

“Seperti itu Tuan Ezra, untuk selengkapnya saya sudah mencatatnya dengan detail,” lanjut Ivy dengan nada sopan, dan tersirat suara tegas.

“Kerja bagus,” komentar Ezra lalu melihat jam yang melingkar di tangannya, ini sudah waktunya makan siang.

“Baiklah, sampai di sini dulu pembahasan kali ini,” lanjut Ezra lalu berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan rapat.

Ezra keluar disusul Carlen yang berlari kecil menghampirinya. “Jarang sekali kau menyuruh Ivy menjelaskan rapat tadi,” papar Carlen menatap Ezra sekaligus teman dekatnya ketika mereka sama-sama di Universitas. Pun kedua orang tua mereka juga sangat dekat.

“Hanya ingin saja,” jawab Ezra sekenanya, dia terlalu malas menanggapi Carlen.

“Kau terlihat kesal sejak rapat dimulai, apa ada yang salah?” lanjut Carlen, masih penasaran dengan sikap Ezra yang terlihat terganggu akan sesuatu.

“Kenapa kau cerewet sekali! Keluar sana!” usir Ezra menatap Carlen jengkel, dia juga tidak ingin Carlen tahu alasan dia kesal.

“Ck, dasar sensitif. Ah, jangan lupa nanti ke Julio. Dia membuka bar baru di daerah Vasastaden. Jangan lupa,” Carlen sekedar mengingatkan acara malam ini.

“Hmm, kau kirim alamatnya saja,” jawab Ezra yang sudah duduk di kursinya sambil menatap Carlen.

“Okay,” ujar Carlen cepat, setelah itu dia keluar ruangan, dan bertepatan Ivy masuk ke ruangan Ezra. Wanita itu menunduk ke arah Carlen, lalu menatap Ezra.

“Tuan, sekarang jadwal Anda makan siang dengan Tuan Steve,” papar Ivy untuk mengingatkan Ezra untuk temu janji dengan Tuan Steve.

“Ikut aku makan siang,” perintah Ezra langsung, kemudian berdiri untuk keluar dari ruangannya.

Ivy mengangguk paham, “Restaurant yang dijanjikan yaitu Restaurant Jepang Tuan,” papar Ivy, yang masih mendekap erat iPad. Netra cokelat madunya tidak sengaja bersiborok dengan Ezra.

Ezra bergeming sebentar, menatap sekretarisnya yang masih terkesan dingin dan sedikit kosong. Sebenarnya, wanita ini normal apa tidak sih? Bagaimana pria setampan dan sehebat dirinya tidak membuatnya berselera?

“Suruh Tobias siap lima menit lagi, kali ini kita diantaranya,” putus Ezra, kemudian langsung melenggang keluar dari ruangannya.

Ivy sendiri langsung mengikuti Ezra dari belakang, seraya mengambil ponsel untuk menghubungi supir Ezra, supaya siap dalam lima menit.

Mereka berdua memasuki lift khusus petinggi-petinggi perusahaan, dan masih sama seperti tadi pagi. Rasa kesal Ezra masih ada, dan tiba-tiba saja terlintas di kepalanya untuk mengerjai Ivy. Pelan-pelan pria bertubuh tegap itu mendekati Ivy, sehingga membuat Ivy yang tadinya fokus melihat iPad langsung mundur pelan.

“Ada apa Tuan?” tanya Ivy datar, namun ekspresinya menyorotkan rasa terkejut.

Kekehan dari suara Ezra terdengar, “Kau tahu Vy, aku masih tidak percaya jika aku bukan tipemu,” ujarnya serak, menatap wajah Ivy yang terlihat manis dan natural dengan riasan seadanya, dan juga bibir sehat yang terpoles pelembab berwarna pink menggoda. Namun, Ezra memutuskan untuk pelan-pelan dulu karena pada umumnya wanita akan lari jika para pria mengejarnya secara brutal.

“Saya katakan lagi, jika Anda bukan tipe saya. Dan saya di sini hanya fokus bekerja dan bukan untuk menggoda atasan saya,” tegas Ivy lalu menegakkan dagunya, berani membalas tatapan netra biru itu dengan sorot dingin. Ivy harus lebih waspada lagi dengan pria seperti Ezra.

“Aku sangat tersinggung Vy, kau tahu sejauh ini belum ada yang menolakku,” balas Ezra berat nan mendayu, bibirnya tertarik tipis ke atas.

Ivy membenarkan kacamatanya, meski berada dalam kungkungan pria ini. “Itu bukan urusan saya Tuan. Anda berhak tersinggung jika kinerja pekerjaan saya tidak benar.”

Sedangkan Ezra semakin mendekatkan wajahnya, hingga hidung mancung mereka saling bersentuhan. “Kau harus bertanggung jawab Vy, karena aku tidak suka penolakan.”

Ivy pun tidak gentar untuk tetap memandang Ezra dingin, di balik kacamatanya. “Hentikan Tuan, sikap anda saat ini tidak etis. Lagipula itu hak saya untuk berpendapat, Anda tidak bisa memaksakan orang lain.” Ivy melirik ke arah angka Lift, dan Demi Tuhan kenapa sangat lambat.

“Lalu tipemu sendiri yang seperti apa? Pangeran berkuda yang selalu mengucapkan Aku mencintaimu my love seperti itu?” terka Ezra memundurkan tubuhnya sambil memperagakannya.

Ivy hanya menghela napas pendek. “Saya baru tahu jika anda sangat kekanak-kanakan Tuan,” sarkas Ivy masih dengan nada tenang.

Ezra melotot sambil berkacak pinggang mendengar penuturan Ivy. Netranya berkilat-kilat menahan amarah pada wanita ini. Namun, entah kenapa rasanya sulit untuk membuat Ivy tunduk padanya. Akan tetapi, menyerah bukanlah sikap Ezra, dia akan menuntaskan rasa penasaran dan obsesinya untuk membuat wanita ini jatuh hati padanya.

“Dan kau akan segera tahu seberapa, kekanakanya aku Vy,” ucap Ezra dengan nada sinis. Tidak lama kemudian pintu Lift terbuka, dan akhirnya mereka berdua keluar dari Lift dengan ekspresi sedikit canggung. Ezra sendiri berjanji pada dirinya, jika besok-besok dia tidak akan melepaskan Ivy.

Note: Vasastaden nama daerah di Stockholm

Terpopuler

Comments

Me

Me

saya suka type wanita seperti IVy,, semoga tdk berubah. dan Sang Casanova takluk di bawah pesina Ivy.

2024-05-01

1

Yani Cuhayanih

Yani Cuhayanih

Aku sakiit hati say....
begitulah kata hati ezra

2024-03-03

1

yella xarim

yella xarim

penasaran.. hmm.. m...

2024-02-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!