Part 5. Kau Cantik Malam Ini

Getaran suara dari ponsel membuat Ivy terbangun dari tidurnya, wanita itu baru sadar jika dirinya telah tertidur di kasur dengan posisi buku yang dia pegang.

Dengan setengah kesadaran yang ada, sambil berdecak Ivy membuka layar ponselnya.

Waktu menunjukan pukul sebelas malam, dan dia begitu ingin mengumpat ketika pesan tersebut berasal dari bosnya.

[Jemput aku sekarang]

[Cepat jemput aku Vy, aku tidak bisa menyetir]

[Aku akan memberikan bonusmu lima kali lipat]

[Jangan berani-beraninya kau tidak datang!]

“Apa-apaan dia ini!” gerutu Ivy lalu mengusap wajahnya kasar. Dengan cepat wanita itu lalu beranjak dari tidurnya, hanya dengan rambut dicepol dan tetap memakai sweater tidur berwarna hijau Tosca. Ivy lalu menyambar Coat dan kunci mobilnya. Serta ponsel dan dompet saja, kemudian dia keluar ke basement apartemen.

Langit malam membentang luas di atas, dihiasi oleh gemerlap bintang yang bersinar begitu terang di kegelapan. Bulan mungkin mengambang tinggi, menerangi jalan dengan sinarnya yang tenang. Siluet pepohonan dan gedung-gedung kota menciptakan bayangan yang bergoyang-goyang di sisi jalan, menambah kesan magis dalam keheningan malam. Di dalam mobil, cahaya dasbor dan lampu-lampu indikator memberikan kilauan samar-samar pada wajah pengemudi, menciptakan suasana yang hening. Suara mesin dan gemeretak ban pada aspal hanya terdengar samar-samar, meninggalkan ruang bagi pikiran untuk melayang dan merenung dalam ketenangan malam.

Jalan-jalan yang biasanya ramai oleh lalu lintas di siang hari, sekarang hampir sepenuhnya terbuka. Mungkin hanya beberapa kendaraan yang berseliweran, menciptakan rasa kebebasan dan ruang pribadi di tengah rute yang sepi. Sedangkan Ivy sendiri, berkonsentrasi menatap maps yang ada di monitor, karena ini pertama kalinya dia datang ke bar yang berada di daerah Vasastaden, yaitu salah satu distrik di kota Stockholm.

Untuk sampai ke sana membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit. Demi Tuhan, Ivy rasanya ingin mencakar wajah Ezra, karena pria itu dengan seenaknya menyuruh seorang wanita datang menjemputnya. Harusnya ini bukanlah pekerjaanya, karena sudah diluar jam kerja. Entah sejak kapan Ivy merasa, ada yang aneh dengan Ezra, sejak kejadian di lift dan, mungkin juga sejak Ivy mengatakan jika Ezra bukan tipenya. Wanita bernetra cokelat madu itu menghela napas pendek, lalu menginjak keras sedikit pedalnya supaya cepat sampai dan ingin semuanya ini cepat selesai.

Malam semakin larut, dan di dalam sudut redup sebuah bar yang penuh dengan suara cekakak dan hentakan musik, Ezra duduk di bangku kayu yang sedikit goyang seraya menompang dagunya. Sekarang pria berwajah tampan itu sendirian menunggu wanita bernama Ivy. Carlen sudah pulang sejak sepuluh menit yang lalu, sedangkan Julio masih ada tamu undangan yang harus dia jamu.

Menit demi menit, Ezra menunggu Ivy. Wanita itu pun sudah berani tidak membalas pesannya. Ezra bertekad akan tetap menunggu Ivy untuk menjemputnya.

Gelas kosong berisi sisa-sisa minuman yang tergeletak di depannya, menandakan bahwa pria ini telah menghabiskan waktu dengan minum di bar. Wajahnya yang sudah merah dan matanya yang sedikit berkunang-kunang menggambarkan efek alkohol yang telah merayap di tubuhnya. Meskipun Ezra masih bisa sedikit terjaga.

Dengan setiap dentuman pintu bar yang terbuka, matanya berkedip-kedip dalam upaya untuk memfokuskan pandangannya. Ekspresi wajahnya yang awalnya menahan kantuk, kini menjadi harap-harap cemas saat dia menunggu, terkadang menoleh ke arah pintu dengan sorot mata yang rasa penasaran dan gemas.

Di tangan kanannya, ia memegang ponsel dengan gemetar, sesekali mengecek layar untuk memastikan bahwa tidak ada pesan atau panggilan yang terlewat. Sesekali, bibirnya yang kering terkatup erat, merasa dongkol karena sekretarisnya itu sampai sekarang tidak membalas pesannya.

Hingga dentuman pintu bar terbuka, dan netra biru terang itu menangkap netra cokelat madu Ivy. Tanpa Ezra sadari bibirnya terulas sedikit, melihat kedatangan wanita yang dia tunggu-tunggu. Ezra bisa melihat jelas sosok yang tengah berjalan ke arahnya, walaupun riuh orang-orang bergerumbul di tengah-tengah. Ezra yakin, jika wanita itu tidak nyaman dengan suasana di sini. Dan satu hal lagi yang kini Ezra sadari, jika malam ini wanita berwajah dingin itu terlihat manis dan cantik.

“Tuan, ayo saya antar pulang,” ajak Ivy dengan suara sedikit keras, karena suasana di dalam bar begitu riuh bagai pasar malam. Dan mendadak dirinya dilanda pusing.

Ezra sendiri masih betah menatap sosok lain dari Ivy malam ini. Ekspresi wajahnya mencerminkan keheranan dan ketenangan, seolah terpaku oleh pesona yang ada di depannya. Pria itu melambangkan keheningan yang berbicara jauh lebih kuat daripada kata-kata.

“Tuan, ayo kita pulang,” ucap Ivy sekali lagi, dan suara Ivy kali ini berhasil membuat Ezra berkedip pelan.

“Oh, kau datang,” jawabnya sedikit canggung lalu dia berdiri dan berjalan duluan menuju pintu keluar.

“Mana mobilmu?” Ezra mengamati tempat parkir bar milik Julio, setelah mereka berdua keluar dari situ.

“Di sana Tuan. Ayo, saya antar Anda ke mansion,” kata Ivy, tanpa sengaja tangannya menarik tangan besar Ezra, membimbingnya masuk ke dalam mobil. Bukan alasan apapun, karena Ivy tahu jika Ezra sudah berada di dalam pengaruh alkohol. Sedangkan Ezra sendiri, sedikit terkejut dengan tindakan kecil wanita ini. Sangat jarang sekali Ivy mau melakukan hal seperti ini duluan. Ezra menurut saja, ketika sekretarisnya menuntunnya masuk ke mobil, karena jujur saja kepalanya mulai pusing.

“Tuan, silahkan masuk,” Ivy dengan sopan membukakan pintu mobil penumpang, dan tanpa banyak berkomentar pria itu masuk tanpa sepatah katapun.

Di dalam mobil yang meluncur melalui kegelapan malam, suasana ciptakan keheningan yang merayap. Cahaya dasbor mobil yang lembut memberikan penerangan seiring dengan kilauan lampu jalan yang sesekali menyentuh wajah pria dan wanita yang berada di kursi depan. Tidak ada playlist musik yang diputar dari sistem audio mobil menciptakan latar belakang suara yang menenangkan, atau mengiringi setiap momen perjalanan. Yang ada hanyalah suara penghangat mobil yang Ivy setting agar Ezra tidak kedinginan.

Pria itu duduk dengan memundurkan kursi, lalu memejamkan netra birunya. Ivy sendiri hanya fokus menyetir dengan aman, biar semuanya terkendali.

“Vy,” panggil Ezra dengan suara berat nan serak, mencoba memecah keheningan di antara mereka.

“Ya Tuan? ada yang Anda Inginkan?” jawab Ivy tenang, masih berfokus melihat ke jalan.

Ezra sesaat bergeming, lalu kedua kelopak matanya pelan-pelan terbuka. Pria itu lalu melihat ke arah Ivy dengan tatapan sayu nan berat, “Malam ini kau Cantik,” ucapanya dengan berat, dan tanpa dia sadari Ivy merasakan pipinya merah diiringi debar jantung yang tidak menentu.

——

Terpopuler

Comments

Illa Darrel

Illa Darrel

Smoga Ezra bilang bgtu dlm keadaan masih sadar ya . . biar besok pagi nya ngga lupa klu udh memuji Ivy 🤭🤭

2024-02-06

1

Mei Pratiwi

Mei Pratiwi

Kau cantik malam ini vy....

2024-02-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!