“Lepaskan saya Tuan!” pekik Ivy yang sekarang panik luar biasa. Ezra tidak menghiraukan raungan Ivy, dia membawa wanita itu sampai kamar Ivy. Lalu melempar tubuh mungil itu ke ranjang dengan pelan. Tubuh besar pria itu langsung menindih Ivy di atas tubuhnya, sehingga membuat Ivy sulit bernapas.
“Apa yang Anda lakukan Tuan, ini namanya pelecehan!” bentak Ivy dengan pelan, wajahnya sudah semerah tomat.
Ezra memegang kedua tangan Ivy hingga berada di atas kepala wanita itu. “Memangnya apa yang sudah kulakukan Vy, hanya posisi seperti ini semua orang pasti mengalaminya,” bisik Ezra tepat di wajah Ivy, netra biru terangnya menatap lekat wanita itu, hingga sukses membuat Ivy takut. Kaki besar Ezra membelit kaki Ivy sehingga dirinya sulit bergerak, dan tidak bisa menyerang.
“Anda sepertinya sudah tidak waras Tuan, butuh saya bantu untuk periksa ke psikiater?” Ivy yang tadinya panik, kini dia berusaha untuk tetap tenang meskipun jantungnya seperti akan meledak bersama aliran darah yang memanas dalam tubuhnya. Sialan! aroma parfum kayu cendana yang memanjakan indera penciuman Ivy, membuat tubuhnya panas dan sedikit bergairah. Ezra menyeringai. “Aku hanya membutuhkanmu Vy, tidak yang lain.” Wajahnya semakin mendekati Ivy, sehingga membuat wanita itu menahan napas.
“Haruskah aku membawamu pergi ke pulau pribadiku, mengurungmu di sana bersamaku, dan membuatmu merasakan surga yang belum pernah kau lihat,” tutur Ezra mendayu-dayu, suaranya dalam nan serak. “Dan membuat bibirmu robek hingga membuat dirimu kesulitan berjalan,” lanjutannya bernada dengan sensual. Kalimat Ezra membuat Ivy bergidik ngeri, “Apakah ini kalimat yang sering Tuan ucapkan dengan lawan berkuda Anda Tuan?” Ivy bertanya dingin, sorot matanya menatap berani netra terang.
Ezra tertawa renyah, hingga punggungnya bergetar hebat, lalu secepat mungkin ekspresi wajahnya berubah dingin. “Sayangnya, ini berlaku untukmu saja Vy,” balasnya dingin.
“Hentikan Tuan, saya tahu Anda merasa tidak terima dengan pernyataan saya. Lagipula, setiap orang punya selera masing-masing,” pungkas Ivy yang kini menatap Ezra sendu. Cukup dia tidak mau lagi termakan omongan pria-pria buaya seperti Ezra. Ivy tidak mau jatuh ke lubang yang salah lagi. Sedangkan Ezra bergeming menatap tatapan sendu yang tersorot dari netra cokelat madu Ivy. Entah mengapa dia tidak suka, dia tidak mau jika arti tatapan ini adalah perasaan sebenarnya. Terbesit rasa tidak terima, jika suatu hari Ivy bersama dengan pria lain. Oh, tentu dia tidak akan membiarkannya terjadi, meskipun pria itu lebih tampan, lebih baik, dan tentunya lebih pintar dari Ezra. Pria itu tidak akan segan-segan menyingkirkan mereka dengan cara kotor, dia tidak peduli. Yang paling penting sekarang dia ingin menjadikan Ivy miliknya.
“Tapi itu tidak berlaku untukmu Vy, kau harus menjadikanku tipemu,” ujar Ezra keras kepala, sekali lagi dia tidak peduli. Pelan-pelan kedua tangannya melepaskan tangan Ivy, dengan masih posisi duduk di atas tubuh wanita itu.
Kemudian, Ezra membawa kedua tangan kurus itu ke dekapannya, menautkan jemari mereka dengan erat. “Kau tahu, rasanya malam ini aku ingin menghabisimu sampai tidak tersisa Vy, membuatmu merasakan gairahku yang sudah tidak tertahan. Tapi aku tahu ini…” suaranya yang serak terjeda, lalu bibirnya mendekat ke daun telinga Ivy sambil berbisik pelan. “Belum saatnya.” Dan dengan tidak tahu malu, Ezra menjilat sedikit ujung telinga Ivy. “Ini balasan atas gigitanmu yang tajam itu,” kekeh Ezra lalu dia melepaskan Ivy dan turun dari ranjang wanita itu. “Aku pulang, kau sepertinya memang lelah,” ujar Ezra tersenyum tipis, karena puas mengerjai Ivy. Lalu pria itu keluar kamar begitu saja. Ivy masih berdiam, dan tidak tahu harus bereaksi apa, netra cokelat madunya menatap langit-langit kamar dengan irama jantung yang semakin cepat. Aliran darah, yang mengalir deras seakan ingin meledak. Aroma kayu cendana pria itu masih mendominasi kamarnya.
Ezra sendiri merasa puas membuat wanita itu bergeming, dengan memberi Ivy sedikit pelajaran pria itu bisa tahu jika Ivy terlihat sedikit goyah. Sekarang Ezra tahu kelemahan Ivy. Senyum terbit di bibir sexynya, lalu dia mengambil ponselnya dari saku celana dan mendial nomor Carlen.
“Di mana kau? Ayo bermain billiard di tempat Julio,”ajak Ezra lalu mematikan sepihak panggilannya tanpa mendengar jawaban Carlen.
Dan detik itu juga Ezra mendapat pesan dari Carlen yang isinya mengumpat.
Ezra tidak peduli, dia mengambil coat yang tergeletak di atas sofa, akan tetapi suara getaran ponsel di atas meja membuatnya mengerut penasaran. Ponsel Ivy rupanya, dan dengan lancang dia melihat menscroll ponsel Ivy yang tidak terkunci. Ada sebuah pesan yang mengusik Ezra.
[Iv, uang yang kau berikan kemarin kurang. Ayah butuh lagi Iv!]
Alis Ezra bertaut membaca isi pesan dari Ayah Ivy, apa-apaan ini. Kenapa isi pesannya, kesannya sangat memaksa? Ezra lalu berinisiatif mencatat nomor Ayah Ivy. Setelah ini dia akan mencari tahu lebih tentang wanita bernama Ivy Lionel.
Ezra lalu pergi meninggalkan apartemen Ivy, dan membiarkan wanita itu merenung jika seorang Ezra tidak akan bisa dikalahkan.
“Selamat malam dan mimpi indah Vy,” pamitnya pelan, lalu dia keluar dari apartemen Ivy.
—
Sampai di club Julio, pria itu langsung masuk menuju ruangan billiard VIP. Di ruang billiard yang redup, terdapat meja billiard yang memancarkan pesona klasik dan suasana yang santai. Seorang pria berdiri di depan meja, tongkat biliar berada di tangannya, mempersiapkan diri bermain dengan rasa semangat.
“Akhirnya kau datang sialan!” seru Carlen, sambil merokok hingga asapnya terbang ke udara.
“Mana Julio?” Ezra menaruh coatnya di tempat gantungan, lalu mengambil stick billiard yang sudah tersedia.
“Sedang ada tamu penting,” jawab Carlen asal.
Ezra menelusuri dengan cermat meja billiard, menentukan sudut yang tepat untuk pukulan pertamanya. Tatapannya fokus pada bola-bola yang tersebar di meja, merencanakan strategi permainannya.
“Sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Ivy?” celetuk Carlen tiba-tiba, pria itu lalu menenggak bir dengan kadar alkohol sedikit.
“Bos dan karyawan saja,” jawabnya santai, Ezra masih berkonsentrasi dengan permainanya. Pria berambut cokelat ini memasukkan bola pertama, ekspresinya memperlihatkan kepuasan. Ezra bergerak dengan anggun, menjalankan setiap pukulan dengan keahlian dan konsentrasi yang tinggi.
“Lagipula, daripada bertanya tidak jelas. Aku ingin kau menyelidiki sesuatu tentang Ivy,” lanjutnya serasa mengusap-usap ujung stick billiardnya.
Carlen terkekeh mendengarnya. “Apa kau benar-benar mulai menyukai Ivy? lebih baik jangan, karena kau tidak pantas dengan wanita sebaik dia,” ejek Carlen dan sukses membuat Ezra menatapnya tajam. Ezra lalu merebut botol bir milik Carlen dan menenggaknya sampai habis.
“Aku akan buktikan jika dia bisa menjadi milikku Carlen, dengan cara apapun,” tekadnya penuh percaya diri.
——
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Ayu Kerti
wow... sudah mulai terobsesi ya boss
2024-02-13
2
Illa Darrel
Hhhmmm Ezra penasaran ya sm Ayahnya Ivy . . sama saya juga 🤭🤭
2024-02-13
1
yella xarim
aaauuwwww aauuwwww
2024-02-12
1