Gemericik air terdengar pelan di dalam kamar hotel, suara itu berasal dari kamar mandi karena sosok tinggi nan gagah sedang membasahi tubuhnya yang atletis nan keras. Membersihkan diri dari sisa-sisa bermain kuda semalam. Ezra mengusap tubuh kerasnya dengan tangan besarnya, tidak lupa membasahi rambut cokelatnya yang halus, menikmati pancuran air hangat sebelum dia meninggalkan hotel ini.
Setelah sepuluh menit mandi, pria bernetra biru terang itu langsung memakai kemeja putih seraya memandang wanita dengan menampakkan punggung mulusnya, yang masih tertidur pulas dengan dingin. Aroma wine bercampur mawar masih menguar di kamar ini, dan itu membuat Ezra sedikit pusing. Namun, pria itu masih bisa mengatasinya, karena itu dia ingin cepat-cepat pergi dari kamar ini.
Ezra kemudian mengecek pesan dari ponselnya, pasalnya setengah jam yang lalu dia menyuruh Ivy untuk menjemputnya ke hotel. Dan ternyata wanita kuno itu sudah sampai, dan sekarang dia menunggu di lobby hotel. Setelah memasang jam tangan mahalnya, Ezra meninggalkan Sophia begitu saja.
...***...
“Akhirnya kau datang Vy,” ucap Ezra menatap geli ekspresi datar sekretarisnya.
“Saya hanya menjalankan pekerjaan saya Tuan,” Ivy berkata dengan nada dingin, meskipun dia kesal dengan sikap semaunya Ezra, yang pagi-pagi pukul lima sudah mengirimnya pesan dengan menyuruh untuk menjemputnya di hotel. Masalahnya Ivy harus ke Mansion Ezra dulu untuk mengambil Rolls-Royce Boat Tail milik pria ini dulu, sebelum ke sini. Alhasil Ivy buru-buru bergegas, dan tentunya dia melewatkan sarapannya, karena ini masih pukul enam.
Ezra menatap lekat wanita yang memakai kemeja garis-garis itu, “Kau terlihat keberatan sepertinya.”
“Tidak Tuan, buktinya saya datang ke sini,” jawab Ivy cepat, sambil menyamai langkah Ezra menuju parkiran mobil.
“Oh, tentu saja kau harus menjemputku. Karena jika tidak kau akan mendapat hukuman Vy,” ancam Ezra menatap serius Ivy, lalu membukakan pintu mobil untuk Ivy.
“Tuan biar saya-”
“Masuklah, jangan banyak prote!” titah Ezra, menggerakan kepalanya.
Ivy bergeming sebentar, lalu akhirnya mematuhi perintah bosnya karena malas berdebat.
“Thank you, sudah menjemputku sebagai gantinya kita sarapan dulu,” tutur Ezra setelah menutup pintu kemudi.
“Tapi tuan, anda ada rapat dengan jajaran direksi pukul delapan,” jelas Ivy, mengingatkan Ezra ada rapat penting, karena sekarang waktu sudah berjalan sekitar sepuluh menit.
“Aku tahu Vy, itu masih satu jam lebih. Lagipula kenapa kau risau sekali Vy,” tukas Ezra sambil menyetir, dan fokus melihat arah jalanan yang tidak terlalu ramai.
Ivy menghela napas mendengar jawaban “Masalahnya ini mengen-”
“Aku paham Vy, tapi sebelum itu temani aku sarapan dulu!” sela Ezra dengan nada tidak mau dibantah.
“Baik Tuan. Saya juga membawa obat untuk pengar, barangkali Anda merasa pusing karena efek Wine yang kemarin,” Ivy mengalihkan pembicaraan, lalu menyodorkan botol kaca kecil ke arah Ezra.
Diam-diam Ezra sedikit terpaku dengan kepekaan Ivy, meskipun nantinya dia akan menjawab jika ini adalah bagian pekerjaan. Pun jika dilihat, Ezra menganggapnya perhatian.
“Bawa saja dulu, setelah sarapan aku akan minum,” jawab Ezra berdehem, sekilas dia melirik ekspresi Ivy yang terlihat serius, namun pembawaanya cukup tenang.
“Baiklah Tuan.” Ivy memasukkan botol tersebut ke dalam tas tentengan, lalu mengeluarkan iPad, karena butuh mengecek kegiatan Ezra hari ini.
“Setelah rapat Direksi, Anda akan makan siang dengan Tuan Steven,” jelas Ivy sembari membenarkan kacamatanya.
“Bisakah kita sarapan dulu, lagipula ini ini belum jam kerja Vy. Demi Tuhan bisakah jangan membahasnya dulu!” pekik Ezra dengan geraman. Sungguh wanita satu ini sangat mengesalkan.
“Saya hanya menjabarkan saja Tuan. Anda tidak perlu marah,” jawab Ivy datar, tidak peduli dengan reaksi Ezra yang tampak kesal. Toh dia hanya menjalankan pekerjaannya saja.
Ezra tidak mau berdebat lagi dengan wanita ini, sungguh terkadang Ivy punya cara ampuh untuk membuatnya malas untuk menjawab.
Setelah dua puluh menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat makan yang baru buka pukul tujuh, dan kebetulan tempat ini hanya sepuluh menit dari Gedung.
“Ayo, cepat turun,” ajak Ezra langsung turun dari mobilnya, diikuti Ivy yang berjalan di belakang pria itu.
Mereka berdua di sambut pelayan, dan Ezra memilih duduk di dekat jendela karena menurutnya di sini terlihat tenang dan privat.
“Sandwich tuna dengan roti gandum, dan satu cangkir kopi tanpa gula,” ujar Ezra kepada pelayan, lalu menyodorkan buku menu ke Ivy.
“Saya air mineral dan penekuk. Terima kasih,” lanjut Ivy seraya mengembalikan buku menu tersebut kepada pelayan.
“Terima kasih Tuan dan Nyonya,” ucap pelayan dengan nada sopan.
Selepas pelayan pergi tinggalah mereka berdua, dan dua pengunjung lainya karena masih terlalu pagi jadinya pengunjung juga sedikit.
Ezra menopang kedua tangannya di bawah dagu, lalu menatap Ivy lekat, mengamati ekspresi sekretarisnya dengan rasa penasaran. Entah kenapa ada rasa penasaran menggebu-gebu tentang Ivy.
“Kenapa kau selalu berekspresi dingin Vy?” pertanyaan random dari mulut Ezra membuat netra coklat Ivy menatapnya tanpa ekspresi.
“Ekspresi saya selalu begini Tuan,” jawab Ivy seadanya, karena bingung dengan pertanyaan dari Ezra yang tidak jelas.
“Hmm, benarkah?” Ezra masih menatap Ivy layaknya sebuah teka-teki yang harus diungkapkan.
Getaran ponsel Ezra membuat pria itu berdecak kesal, dan kekesalan itu bertambah ketika nama Sophia muncul di layar ponselnya. Ezra langsung menyerahkan ponselnya ke Ivy. “Angkat, dan bilang aku sedang sibuk!” perintah Ezra, tiba-tiba saja nadanya berubah dingin.
Ivy membulatkan matanya, karena terkejut mendengar perintah Ezra. “Tapi Tuan, ini nona Sophia?”
“Angkat Ivy Lionel. Jangan sampai tiga kali aku menyuruhmu,” geram Ezra menatap tajam Ivy, aura dominasi mulai menyelimuti situasi diantara mereka berdua.
Ivy sendiri lalu mengambil ponsel Ezra, dengan terpaksa dia menekan tombol hijau.
[Hello, baby…kau kemana?] rengek Sophia, suaranya serak karena habis bangun tidur, dia tidak terima Ezra meninggalkannya.
“Maaf Nona Sophia, Tuan Ezra sedang ada rapat,” jawab Ivy pelan, netra cokelatnya menatap Ezra yang terlihat tersenyum tipis.
[Apa!! kenapa jadi kau yang angka!”] omel Sophia tidak terima.
Ivy hanya menghela napas, karena sudah muak dengan para kekasih Ezra, yang ujung-ujungnya selalu mengajak ribut dengannya. “Ada yang ingin Anda sampaikan Nona?”
Ezra sendiri sedari tadi hanya mengamati ekspresi Ivy yang tetap tenang menghadapi wanita-wanita seperti Sophia. Sungguh membuat pria bernetra biru terang itu terperangah.
[Ck, menyebalkan! Suruh dia hubungi aku lagi!] ketus Sophia lalu panggilan terputus secara sepihak.
Ivy lalu menatap datar sang bos, seraya mengembalikan ponsel Ezra.
“Kerja bagus Vy, kau memang diandalkan,” puji Ezra tersenyum puas.
“Anda tidak sepatutnya bersikap seperti ini Tuan, bagaimanapun ini akan menyakiti Nona Sophie,” ujar Ivy tenang, meskipun ini bukan urusan pribadinya. Namun, dia benar-benar bosan dengan pria berkelakuan sampah seperti bosnya ini.
“Kenapa kau marah? Dengar Ivy, semua wanita akan tunduk hanya ketika pria punya banyak harta,” sarkas Ezra yang merasa jengkel dengan kalimat Ivy.
“Tidak semua wanita seperti itu Tuan. Banyak diantara mereka juga berfokus menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi, supaya bisa lebih mandiri ketika sudah berkarir,” jelas Ivy dengan pelan dan tetap memasang wajah datar nan tenang.
Jawaban Ivy membuat Ezra menautkan alisnya, entah kenapa dia merasa tersinggung. “Diantara mereka siapa maksudmu? Kau membicarakan dirimu?” Ezra bertanya retoris.
“Kau tahu kan, semua mantan- mantanku rata-rata seperti itu,” lanjut Ezra serak, dia semakin tertantang untuk memancing Ivy.
“Saya hanya berpendapat Tuan. Dan juga itu karena mindset Tuan tentang wanita semuanya seperti itu, akibatnya Tuan selalu mendapatkan apa yang Tuan pikirkan,” jelas Ivy sedikit panjang, meskipun ini memang bukan urusannya.
Ezra bergeming sesaat, netra birunya memperhatikan Ivy dengan serius.
“Jika memang seperti itu, coba kau tidur denganku,” ucapnya tiba-tiba sehingga membuat Ivy terkejut sekaligus mengepalkan tangan. Rasanya ingin membalikan meja makan ini, namun Ivy tetap berusaha tenang.
“Maaf Tuan, sayangnya Anda bukan sama sekali selera saya,” jawab Ivy membalas tatapan Ezra dengan dingin.
Sialan! maki Ezra dalam hati, karena mendengar jawaban Ivy yang diluar ekspetasinya.
----
Semoga suka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
lani
haha
2024-02-28
0
yella xarim
sorry you not my type.. biar rasa wkwkwkkwkwk
2024-02-08
1
Mei Pratiwi
Bukan selera Ivy ga tuh... Haha
2024-02-06
1