Part 19. Aku Membutuhkanmu

Malam semakin menampakkan warna legam, namun sang bulan sabit masih memancarkan sinarnya yang cantik. Kepulan uap tipis kopi panas yang Ivy seduh, menemani malamnya yang sedang duduk di balkon, melihat pemandangan malam ini demi melepas penat. Setelah mengantar adiknya kembali ke asrama, seperti biasa wanita berwajah datar itu melakukan hobinya, dengan membaca buku di balkon sambil minum kopi. Sedari tadi, dia juga berpikir sedikit aneh tentang ayahnya yang sudah tidak meminta transferan lebih, sejak kemarin. Meskipun kedepannya dia akan tetap mengirim, untuk kebutuhannya.

“Huft, dingin,” gumamnya lalu meyeruput kopinya pelan, hingga suara ponselnya yang berdering membuat Ivy langsung mengambil ponselnya, dan menghela napas kasar karena Ezralah yang menelponnya. “Astaga, apa dia tidak tahu ini Weekend!” keluh Ivy, namun dengan terpaksa dia menekan tombol hijau.

“Tua-”

“Tolong datang ke apartemenku sekarang Vy, aku sedang sakit,” suara pelan nan lirih Ezra terdengar lalu pria itu mematikan sambungannya sepihak.

Ivy terdiam sebentar, ingin rasanya dia mengabaikan perintah Ezra. Namun, di satu sisi terbesit rasa khawatir dan juga tidak tega.

Wanita berkacamata itu akhirnya harus memenuhi panggilan Ezra.

—-

Setelah perjalanan lima belas menit, Ivy akhirnya sampai di apartemen mewah Ezra. Dia sudah tahu kode pintu milik Ezra, jadinya tidak susah dia membuka pintu itu.

Sampai ke dalam, suasananya begitu gelap karena lampu di ruangan ini mati. Ivy dengan inisiatif menyalakan lampu ruang tamu.

“Tuan?” panggil Ivy sedikit keras, kemudian wanita itu pelan-pelan memasuki kamar Ezra.

Ivy sedikit terkejut, karena melihat Ezra tidak berdaya di ranjangnya. “Tuan?Anda kenapa?” tanyanya dengan datar, namun tersirat rasa khawatir melihat Ezra yang masih berpakaian formal, kini terkapar dengan mata tertutup.

“Astaga, Anda demam Tuan!” seru Ivy pelan, setelah punggung tangannya menyentuh dahi Ezra yang begitu panas.

“Errgh…” Suara lirih Eza terdengar, pelan-pelan pria itu membuka kelopak matanya.

“Vy, kau di sini?” Ezra menatap letih dan sayu, suara seraknya begitu berat utuk berbicara.

“Saya akan panggil dokter Tuan,” ucap Ivy tegas, namun ketika hendak beranak dari ranjang Ezra, lengan wanita itu ditarik lagi supaya terduduk.

“Aku hanya membutuhkanmu.” Ezra mengedip pelan, manik biru yang biasanya penuh semangat dan terang itu seakan redup karena kesakitan yang mendominasi.

Ivy menatap Ezra lama, bibirnya yang kering dia basahi. “Saya akan berusaha Tuan, tapi jika sampai besok demam Anda tidak turun. Saya harus memanggil dokter.” Suara Ivy pelan, namun begitu tegas dan tidak ingin dibantah.

Ezra menatap Ivy loyo, lalu hanya mengangguk pelan.

“Baiklah, pertama saya harus membuka baju Anda,” ujar Ivy berdeham, sebelum melepas semua, wanita itu mengambil kaos putih yang digunakan untuk tidur di lemari Ezra.

Kemudian Ivy mulai membuka sepatu dan kaos kaki pria itu supaya lebih nyaman jika beristirahat, lalu dengan pelan mengangkat tubuh besar Ezra dengan posisi duduk, karena ingin melepas coat yang masih melekat di tubuh Ezra.

“Sebentar Tuan, saya harus melepas ini,” suara Ivy sedikit tertahan karena ini pertama kalinya dia melihat tubuh Ezra secara shirtless. Wanita itu mengerutkan dahi, karena sedikit mencium aroma rokok dan wangi yang menyengat. Tapi dia tidak sedang mabuk batin dalam hati.

“Pusing sekali Vy…” rintih Ezra setengah memejamkan matanya, menahan rasa sakit di kepalanya.

Sedangkan Ivy, yang sudah berhasil membuka tubuh atas Ezra seketika mengedipkan mata melihat tubuh gagah warna cokelat keemasan itu. Tubuh atletis yang terbentuk dengan baik, otot-otot yang keras. Sorot cahaya lampu kuning membuat Ezra seperti pahatan patung yang indah jika berpenampilan seperti ini. Ivy menggeleng cepat, lalu membantu Ezra memakaikan kaos putih tulang itu lalu merebahkan lagi tubuh Ezra.

“Tuan, sebelum minum obat saya akan buat sup hangat dulu, supaya obatnya bekerja lebih efektif, dan Anda bisa cepat sembuh,” tutur Ivy lembut, pelan-pelan dia mengusap keringat dingin yang ada di dahi Ezra.

Sekali lagi, kini Ezra hanya mengangguk lemah sebagai tanggapan.

“Saya ke dapur dulu Tuan,” ucapnya pelan lalu meninggalkan Ezra yang masih terpejam dalam tidurnya.

Setelah setengah jam menghabiskan waktu di dapur, kini Ivy kembali dengan sup sederhana yang dia buat. Sup telur tahu, yang selalu disajikan mendiang ibunya dulu ketika dia demam dan selalu berhasil sembuh.

“Semoga saja Anda suka Tuan,” gumam Ivy menaruh mangkuk sup dan segelas air putih di atas nakas dekat ranjang Ezra.

Ivy lalu membuka laci nakas, hendak mencari obat turun demam. Namun, dahinya mengerut dalam karena dia melihat obat yang dikhususkan untuk tidur. Apa dia punya penyakit insomnia? Ivy lalu melirik ke arah Ezrah yang sedang mengerang dalam tidurnya.

“Tuan, ayo saya bantu duduk. Anda harus makan dulu supnya,” kata Ivy mencoba membantu mendudukan Ezra pelan-pelan.

Ezra dengan berat membuka kelopak matanya, lalu meringis pelan sambil memijat kepalanya.

Ivy meniupkan satu sendok sup itu, lalu menyuapkan dengan sabar ke bibir pria itu.

“Semoga Anda suka Tuan, saya tidak punya skill lebih dalam memasak,” ucapnya sedikit tidak percaya diri.

“Ini enak Vy,” gumam Ezra pelan sambil memejamkan matanya, kepalanya yang tadinya sakit sedikit hilang karena sup hangat buatan Ivy.

Tanpa Ezra ketahui sudut bibir Ivy tertarik tipis, “Syukurlah jika, cocok Tuan.”

Selesai menyuapi, Ivy melanjutkan dengan membantu Ezra untuk minum obat demam. “Setelah makan, Anda harus minum obat ini,” anjurnya sambil memberikan kapsul berwarna putih dan menunggui Ezra hingga menenggak air putih dan kembali tidur.

Wanita itu menyelimuti Ezra supaya bisa tidur dengan nyenyak. “Jangan pergi Vy, tetaplah di sini saja,” pinta Ezra menatap sayu Ivy.

Helaan napas terdengar dari Ivy, wanita itu lalu duduk di pinggir kasur Ezra. Manik cokelatnya menatap pria yang selalu membuatnya pusing, kesal sekaligus tidak bisa berkutik dengan segala tingkahnya dalam diam. Jika sedang tidak berdaya seperti ini, Ezra terlihat lebih lembut meskipun wajahnya tetap tampan dan arogan.

“Jika tidur seperti ini, kau terlihat seperti manusia normal Tuan,” ucap Ivy pelan, tanpa sengaja jemari lentiknya mengusap rambut lebat Ezra. Ini pertama kalinya, dia menyentuh rambut Ezra, dan diluar prediksi karena rambut Ezra lebih lembut daripada rambutnya.

“Vy, aku takut mati…” Kelopak mata Ezra yang pucat bergetar.

“Anda hanya sakit biasa Tuan, besok pasti sembuh,” jawab Ivy mencoba menenangkan.

“Jangan berlebihan,” lanjut Ivy, lalu menepuk-nepuk pelan tubuh Ezra yang terbalut oleh selimut.

“Tidak Vy, tiba-tiba aku sakit habis menemui..” suara Ezra terputus oleh dengkuran halus, yang artinya pria ini sudah terlelap karena efek samping obat yang diminum.

“Hmm…menemui siapa? Apa maksudnya Tuan?” Ivy bertanya pelan, meskipun tidak ada jawaban.

---

Maaf sepertinya saya akan up lusa, karena pinggang masih sakit. Semoga menikmati cerita ini.

Terpopuler

Comments

Ayu Kerti

Ayu Kerti

semoga cpt sembuh kakk...

2024-02-23

1

Illa Darrel

Illa Darrel

Menemui ayah mu Ivy . . keburu pules dah si Ezra nya . . GWS ya Thor . . biar bisa up tiap hari ☺🙏🙏

2024-02-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!