Kau bisa pulang dulu Vy, aku ada urusan]
Membaca isi pesan bosnya membuat wanita berkacamata itu bernapas lega. Akhirnya dia bisa terbebas dari Ezra, sungguh pagi ini dia sangat malu dan tertekan. Apalagi kejadian tadi pagi dilihat langsung oleh Nyonya Adelia dan Tuan Carlen. Dia merasa tidak punya muka lagi jika menatap Tuan Carlen.
Ponselnya bergetar lagi, sehingga membuat Ivy yang sudah siap-siap pulang membuka isi pesan dari sahabatnya.
[Datanglah ke cafe ku, aku butuh kau] emot menangis.
“Ada apa lagi dengannya,” gumam Ivy, lalu dia memutuskan untuk keluar ruangan tanpa mau melihat lagi ke ruangan Ezra.
Hari semakin sore, udara di Stockholm semakin rendah sehingga membuat Ivy mengeratkan tubuhnya, karena dia tidak memakai coat sejak keluar dari apartemen Ezra. Dan sekarang disinilah dia berdiri, sebuah cafe minimalis milik karibnya sejak SMA. Wanita itu langsung menuju pintu masuk yang ramah dan ringan. Ivy disambut ketenangan begitu melangkah masuk. Warna dinding yang lembut, mungkin netral atau pastel, menciptakan suasana yang tenang dan cocok untuk bersantai.
Interior cafe ini didesain dengan simpel dan cerdas, dengan menggunakan furniture yang minimalis namun nyaman. Terdapat meja-meja kayu dengan kursi-kursi yang empuk, menciptakan suasana yang hangat dan ramah. Pencahayaan yang lembut dari lampu gantung atau lampu dinding menciptakan atmosfer yang santai.
“Iv, kau datang,” panggil sosok wanita bertubuh mungil, berdarah Rusia dan Swedia, berambut hitam legam arang. Wajahnya memiliki ciri-ciri yang halus dan lembut, dengan senyum yang penuh kehangatan. Matanya, yang berkilau, menunjukan kebaikan, menciptakan pancaran kecantikan yang alami. Namun, malam ini wajah cantik itu terlihat mendung seakan menyimpan kesedihan mendalam.
“Hay, Winnie. Ada apa? kenapa kau sendu sekali,” ucap Ivy menyiratkan rasa khawatir, lalu memeluk karibnya erat.
“Ayo duduk dulu, kau ingin minum apa. Tidak usah bayar,” ajak Winnie dengan menggandeng Ivy menuju tempat duduk yang lebih privat.
“Kau kenapa Winnie? Jawab aku?” tanya ulang Ivy dengan nada tegas. Winnie tersenyum getir, lalu mereka berdua duduk saling berhadapan. “Kupesankan minuman dulu ya, baru aku akan cerita. Kau mau apa?” tanya Winnie sekali lagi.
Ivy hanya menghela nafas lalu berkata, “Vanilla latte hangat saja.”
“Tunggu sebentar ya, aku akan membuatkannya untukmu,” wanita berambut sebahu itu tersenyum lembut lalu menuju tempat barista untuk menyediakan pesanan Ivy.
Ivy tersenyum tipis, lalu netra madunya menatap suasana cafe Winnie,
Meskipun cafe ini mungkin kecil, tetapi suasananya sangat nyaman dan ramah. Musik yang diputar mungkin dengan volume rendah, menciptakan latar belakang yang menyenangkan dan tidak mengganggu percakapan. Para pengunjung dapat memilih tempat duduk di dalam atau di luar ruangan, tergantung pada preferensi dan suasana yang diinginkan.
Selang lima menit, Winnie datang dengan membawa cangkir dan juga lemon cheesecake untuk karibnya.
“Silahkan, ini menu baru Wins Coffee hari ini,” Winnie berujar sambil meletakkan di atas meja. Lalu mata hitam pekatnya menatap sendu Ivy.
“Jadi? Ada apa lagi ini,” Ivy tidak sabar menanyakan apa yang terjadi dengan sahabatnya.
“Rico selingkuh, dan dia ternyata memanfaatkan uangku hanya untuk selingkuhanya,” lirih Winnie menunjukan raut wajah melas.
Ivy sudah menduga, jika kekasih Winnie hanyalah seorang pria sampah, yang memanfaatkan wanita polos seperti Winnie.
“Kutebak, dia melakukannya, alasannya karena kau tidak mau berhubungan badan dengannya kan?” terka Ivy dan kalimatnya membuat Winne mengangguk lalu meneteskan air mata.
“Pria zaman sekarang kebanyakan, isi kepalanya hanyalah lubang!” geram Ivy tidak tahan lagi, lalu dia mengusap pipi Winnie lembut.
“Jangan pernah kau menangisi pria sampah seperti dia, kau wanita cantik, punya pendidikan bagus dan seorang pebisnis juga. Sangat haram jika kau menangisi pria tidak berguna, dan berotak kotoran seperti dia!” tandas Ivy panjang lebar. Membuat Winnie tersenyum lembut.
“Kau benar Iv, aku hanya menyesal saja,” jawab Winnie dengan lembut, karena dengan bodohnya dia percaya dengan semua janji manis Rico.
“Sudahlah, semuanya sudah berlalu. Anggap saja itu pelajaran, dan mulai sekarang kau harus lebih mencintai dirimu melebihi apapun. Percayalah, suatu saat kau bisa mendapatkan pria yang baik, bertanggung jawab, tentunya royal dan hanya mementingkan kebahagiaanmu,” tutur Ivy lembut dan menenangkan.
“Terima kasih Iv, kau selalu membuatku tenang.” Winnie menggenggam tangan Ivy, merasakan kekuatan yang luar biasa.
“Itu semua harus dari dirimu sendiri Winnie, percuma juga kalau aku memberi saran, namun kau tetap mengharapkannya,” lanjut Ivy, lalu dia menyesap Vannila latte nya.
“Iya aku paham Iv, kau adalah wanita yang realistis dan penuh logika,” Winnie mengangguk paham.
Suara getaran ponsel Ivy membuatnya, melepas tangan Winnie. Wanita berkacamata itu langsung berekspresi dingin ketika membaca pesan dari ayahnya.
[Iv, ayah butuh uang! cepat kirim sekarang!]
“Apa itu Paman Robert?” tanya Winnie yang merasa cemas dengan sahabatnya.
“Hmm, sepertinya aku harus pulang. Terima kasih untuk minumannya,” ucapnya berubah datar, karena tiba-tiba saja dia tidak berselera.
—
Ezra menutup Roll Royce miliknya dengan agak kencang. Sebenarnya dia malas sekali datang ke Mansion utama milik keluarganya, karena harus bertemu kakek neneknya yang cerewet. Pria bermata biru itu sudah bertekad, jika mereka masih membahas soal pernikahan, dia akan segera pergi dari situ.
Dengan langkah lebar, dia memasuki ruang tamu dan terdengar suara canda tawa yang menandakan mereka sudah berkumpul.
“Maaf, aku terlambat,” sela Ezra sehingga membuat mereka melihat ke arahnya.
“Paman!!” pekik seorang gadis remaja berambut cokelat terang, menghambur ke pelukannya.
“Hai Princes, bagaimana kabarmu?” Ezra tersenyum lembut, lalu mencium pipi keponakan tercintanya.
“Baik, dan bisakah aku minta uang padamu?” ucap gadis remaja tujuh belas tahun itu dengan ekspresi bercanda.
“Kau bisa gunakan black cardku, belanja sepuasmu dan buat pria-pria disana memuja kecantikanmu,” tutur Ezra serius, membuat gadis itu tergelak.
“Naomi, hentikan leluconmu. Biarkan pamanmu duduk dulu,” sang nenek menyela pembicaraan mereka. Naomi hanya meringis, lalu melepas pelukannya.
Sedangkan Ezra hanya memutar bola matanya malas, lalu dia duduk di sofa dekat ibunya. “Ibu, mana ayah ?” tanya Ezra basa-basi.
“Ayahmu sedang keluar bermain golf. Lagipula kau ke mana saja dari minggu kemarin tidak mampir,” Emmie menepuk bahu puteranya pelan.
“Dia hanya bersenang-senang dengan wanita tidak jelas,” sindir sang nenek melotot ke arah Ezra kesal.
“Wah, ternyata nenek diam-diam menjadi stalker ya. Bisa tahu kegiatanku,” jawab Ezra santai, membuat Emmie mencubit paha Ezra untuk bersikap sopan.
“Lihatlah Emmie, kelakuan putramu. Bagaimana bisa kau mendidiknya menjadi pria pemain wanita seperti itu!” hardik Garber marah.
“Bukan begitu ib-”
“Apa hubunganya dengan ibuku nek, kenapa nenek selalu menyalahkan ibu. Salahkan pada mereka yang mengejar- ngejar aku seperti orang gila. Dan yang paling penting, aku bisa menjalani peranku di perusahaan dengan baik,” ucap Ezra panjang, dengan nada tidak terima namun, dengan suara yang tertahan.
“Kau penerus France Ez, kau sudah 35 tahun. Berhentilah bermain-main dengan wanita,” sambar Rupert, sang kakek yang muncul dari arah dapur sambil membawa cangkir kopi.
Ezra berdecak, melihat kakek dan neneknya yang selalu menyudutkan dirinya. “Ada apa dengan umur 35, berhentilah untuk berpikir kolot kek, ini sudah 2024!” tukas Ezra yang merasa geram, dia tidak suka ranah pribadinya diatur-atur seperti ini. Dia pria dewasa matang yang penuh pesona, bukan bocah kemarin sore yang masih mengemis cinta pada kekasihnya.
“Ini semua demi kebaikanmu Ez,” jawab Garber sedikit lembut.
“Apanya nek. Bahkan ayah dan ibu tidak masalah, kenapa kakek nenek masih saja cerewet soal hidupku,” bantah Ezra yang sudah tidak peduli dengan etika.
Adelia dan Naomi hanya bisa memijit pelipisnya, hal ini sudah biasa bagi mereka ketika berdebat.
“Karena kami khawatir denganmu nak, khawatir kau memilih wanita yang salah lagi,” Rupert menatap Ezra penuh prihatin.
“Justru itulah alasanku, untuk lebih berhati-hati memilih pasangan. Banyak yang menginginkan aku tapi sebagai Ezra France yang kaya raya, dan tampan. Bukan apa yang sebenarnya dalam diriku. Dan asal kalian tahu, aku sudah punya pilihanku sendiri,” pungkas Ezra setengah putus asa, sukses membuat semuanya terkejut.
“Ah sudahlah, aku pulang saja. Datang ke sini kepalaku semakin pusing!” lanjut Ezra lalu bangun dari duduknya.
“Ezra, duduklah dulu,” bujuk Emmie dengan lembut.
Ezra menggeleng keras, “Aku pamit dulu,” ucapnya dingin lalu melenggang keluar tanpa menghiraukan kakek dan neneknya.
Pria itu lalu mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, lalu mengetikan pesan sambil tersenyum misterius. Malam ini dia butuh hiburan untuk melepas penat.
---
Semoga kalian tidak bosan ya. Heehee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Illa Darrel
yaelaahh Boss . . blm juga dijawab udh ngancem ngga blh menolakk . . yg ada juga nanti dibukain pintu lebar2 . . diancem sihhh 🤣😅🤣
2024-02-11
1
Ayu Kerti
vy lgi keluar ... gpp tp boss, tunggu ampe plng aja.
2024-02-11
1
yella xarim
auuww aauuwwww... ga boleh ga buka pintu ya vy wkwkkwkkwkwkwkw
2024-02-10
2