Apakah Dia Ibu Rama Sebenarnya?

Di pagi yang cerah ini Dian menatap lurus keluar jendela yang memperlihatkan bangunan megah dan juga pejalan kaki yang sedang beraktivitas. Sekarang dirinya berada di dalam mobil yang berjalan menuju kembali pulang, Ia duduk di samping kursi depan yang mana dikendarai oleh Rama. 

Sesuai kesepakatan mereka berdua kemarin, mereka sudah memutuskan untuk pindah dari rumah dengan meminta izin kepada Bapak dan juga Ibu walau mengacuhkan mereka. Dian menolehkan kepalanya ke samping melihat ke arah Rama yang fokus mengendarai mobil. 

"Apa mau beli makanan dulu, Mbak?" Tanya Rama kepada Dian dengan masih fokus menatap ke depan. 

Dian yang masih menatap Rama dengan tatapan bingung, kenapa dirinya merasa Rama berbeda. Pria itu terkesan lebih pendiam dan menjaga batas kepada dirinya dibanding biasanya membuat Ia bertanya-tanya apakah Ia melakukan sebuah kesalahan?, Batin Dian. 

"Boleh, bisa kamu ajak Aku ke tempat rendang yang Kamu beli kemarin?" Tanya Dian dengan nada pelan.

Rama terdiam sejenak, dirinya masih tampak fokus menatap ke depan mengendarai mobil. Dian dapat mendengar helaan nafas panjang dari pria itu, kemudian menoleh ke arah dirinya dan menganggukan kepala. 

"Boleh tapi dibungkus ya Mbak. Soalnya saya harus ke kampus setelah ini," ujar Rama kepada Dian. 

Dian seketika menundukan kepalanya namun dengan cepat dirinya kembali mendongak dan menganggukan kepala setuju dengan perintah Rama. 

Rama membawa mobil membelah jalanan menuju tempat dimana suaminya membeli rendang kemarin. Ia menatap keluar melihat mobil masuk ke dalam wilayah perkampungan yang sedikit terpelosok dibandingkan di kota. 

Hingga akhirnya mobil berhenti di depan warung biasa yang menuliskan "Warung Makan Buk Ani". Dian dan Rama turun dari mobil.

Dian mengikuti Rama dari belakang, dirinya memutar pandangan ke arah sekitar. Warung ini tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil dengan ruangan yang rapi dah bersih membuat siapapun nyaman dengan suasana di warung ini. 

"Mbak duduk saja, saya mau manggil Ibuk dulu," ujar Rama kepada Dian. 

Dian melihat Rama berjalan masuk ke dalam memanggil Buk Ani kemudian suaminya itu keluar bersama wanita tua yang menggunakan celemek di badanya dengan senyum ramahnya. 

"Eh Rama, kenapa tidak bilang ke Ibuk kalo mau ke sini. Tau gitu Ibu bikin makanan kesukaan Kamu tadi," ujar Ibuk warung kepada Rama yang menepuk pelan punggung Rama yang lebih tinggi dari dirinya itu. 

Dian memperhatikan interaksi dari kedua orang di depanya. Sepertinya Rama sangat akrab sekali dengan Ibuk warung ini hingga sang Ibu bisa tahu makanan kesukaan Rama. Mendengar hal itu membuat Dian jadi terpikir 

Sebenarnya apa makanan kesukaan Rama? Tanya Dian kepada dirinya sendiri dalam hati. 

"Gapapa Buk, tadi rencananya saya ke sini besok harinya tapi karena–" Rama memotong perkataanya dan melihat ke arah Dian yang menatap bingung ke arah dirinya dan Ibuk di sampingnya. 

"Eh, Ini istri Nak Rama ya? Wah cantiknya, sangat cocok sekali dengan Rama yang tampan. Kenalin nama Ibu teh Ibuk Ani yang pemilik warung kecil inih," ujar si Ibu dengan riang sembari menyodorkan tanganya untuk kenalan. 

Dian terdiam sejenak menatap tangan sang Ibuk, melihat tidak ada respon dari wanita di depanya sempat membuat Ibu Ani menarik kembali tanganya namun seketika tidak jadi, tanganya ditarik oleh wanita yang bersama Rama itu dan menyalaminya menunduk mencium tanganya yang mana sontak membuat Ibu Ani terkejut. 

"Ya Allah, sopan pisan Istrinya Rama. Ayo duduk, duduk dulu," ujar si Ibu kepada Rama dan Dian agar duduk. 

Dian duduk di kursi yang mana langsung diikuti oleh Rama yang duduk di sampingnya. Si Ibuk dengan antusias melihat ke arah sepasang suami istri itu, dirinya tidak menyangka akhirnya bisa bertemu dengan Istri dari Rama. 

"Ini Buk, Mbak Dian ingin makan rendang yang dibikin Ibu kemarin," ujar Rama dengan senyum tipis kepada Ibu Ani. 

Dian memperhatikan interaksi bagaimana Rama berbicara kepada Ibuk Ani. Dirinya dapat melihat kedekatan yang ditampilkan oleh kedua orang di sampingnya bahkan senyuman yang diberikan Rama kepada Buk Ani adalah senyuman tulus yang pernah Ia temui.

"Eum iya B-buk. Rendang Ibuk enak banget," ujar Dian kepada wanita tua di depanya. Sebenarnya Ibu Ani tidak setua itu bahkan terkesan seumuran dengan Ibu Raisa. 

"Oh iya, nama saya Dian" sambung Dian 

Buk Ani tersenyum lebar, dirinya tampak senang melihat bagaimana sikap sopan santun dari Dian. Ia menoleh ke arah Rama yang ternyata menatap Dian dengan tatapan yang sangat lembut dan dalam membuat dirinya terharu bagaimana perjuangan kisah Rama dahulu. 

"Makan di sini saja ya. Ibu mau ngobrol-ngobrol dulu ama Dian, kamu baru pertama kali si ajak istrimu kesini jadi Ibu kaget," ujar Ibu Ani kepada Rama. 

Rama terdiam sejenak, dirinya memperhatikan bagaimana wajah bahagia Buk Ani sedang berbicara dengan Dian dan tersenyum lebar. Dian menoleh ke arah Rama yang masih diam, dirinya menunggu jawaban apa yang akan diberikan oleh suaminya itu. 

"Gimana Mbak? Apa tidak apa-apa?" Tanya Rama memastikan kepada Dian.

Dian menggelengkan kepalanya, dirinya sama sekali tidak masalah mau makan dimana saja karena niat awalnya memang mau makan ditempat tadinya cuman. "Bukanya Kamu mau ke kampus setelah ini?" Tanya Dian kepada Rama 

Rama menganggukan kepalanya, dirinya memang mau ke kampus namun masih ada waktu untuk makan di sini "Setelah dari sini saya ke kampus," ujar Rama kepada Dian. Mendengar itu sontak membuat Ibu Ani bahagia, dirinya dengan senang mengambil makanan nasi dan lauk untuk dihadapkan kepada Rama dan Dian. 

Buk Ani meletakkan semua jenis lauk yang ada di depan Dian dan Rama yang mana membuat Dian terkejut melihatnya dan juga ekspresi bahagia Buk Ani saat mengeluarkan lauknya seolah sedang menyambut anak yang sudah lama tidak berkunjung. 

"Ibu, sudah cukup. Cukup rendang saja sama gulainya," ujar Rama kepada Buk Ani.

Buk Ani menggelengkan kepalanya dan mengatakan,"Tidak apa-apa. Ambil aja sepuasnya, apa mau dibawa bungkus?" Tanya Buk Ani kepada Rama dan Dian. 

Dian tidak menjawab, dirinya sontak langsung menolehkan kepala melihat ke arah Rama lagi menanti jawaban Rama yang akan diucapkan. Rama yang merasa diperhatikan menoleh ke arah Dian dan paham akan tatapan dari istrinya itu. 

"Tidak usah,Buk. Cukup itu saja," ujar Rama kepada Buk Ani. 

Buk Ani terkekeh pelan dan menganggukan kepalanya dan menawarkan makan. "Makan makan Dian" ujar Ibu kepada Dian. 

Dian tersenyum membalas perkataan Buk Ani. Dirinya berkerut bingung melihat hanya satu piring diberikan Buk Ani, Ia menoleh ke arah Rama dan menanyakan, "Kamu ga makan Rama?"

"Rama ga bisa makan daging sapi, Neng. Dia aja liat kurban sapi aja nangis, katanya kasihan," gurau Ibu dengan kekehanya. 

Dian tersenyum canggung tipis mendengar perkataan Ibu, dirinya mantap Ibu Ani yang masih tertawa. 

"Oh iya?" Tanya Dian dengan penasaran 

"Iya, lebaran haji kemarin kan Dia ke sini. Eh pas di ajak ke tempat kurban sama si Silvi, Dia malah balik dan nangis ke warung, mana kek anak kecil lagi nangisnya dan itu kali pertamanya Ibu ngeliat Rama nangis," ujar Ibu dengan lirih. Dian dapat mendengar lirih getir yang tak tersampaikan oleh Ibu Ani walaupun wanita paruh baya itu langsung mengubah raut wajahnya menjadi bahagia. 

"Oh iya Ibu bikin minum dulu ya buat kalian. Kamu suka manis kan Dian?" Tanya Buk Ani kepada Dian. 

Dian menganggukan kepalanya dan berkerut bingung namun dengan cepat dirinya mengibas pertanyaan-pertanyaan di dalam kepalanya. 

Dian melihat Buk Ani membawa dua gelas teh di nampan dengan senyum lebar memberikan kepada dirinya dan juga Rama. 

"Ini buat Rama dan ini buat Dian, diminum Yaa," ujar Ibu 

Rama tersenyum lebar dan menganggukan kepalanya, Ia dengan senang hati mengambil teh yang sudah dibuatkan Ibu dan meminumnya namun seketika dahinya berkerut bingung, perasaan gejolak itu kembali muncul saat meminumnya. 

Dian yang haus-pun mengambil teh yang sudah dibuatkan Ibu namun dahinya juga ikut berkerut bingung dan menanyakan, "Ini teh tawar ya buk?" 

Buk Ani tersentak pelan kemudian dirinya melihat ke arah Rama yang sedang bersender duduk dan menatap Rama khawatir "Kamu udah minum teh itu ya Rama?" Tanya Buk Ani dengan nada khawatirnya 

Rama tersenyum dan menganggukan kepalanya yang mana sontak membuat Ibu Ani terbelalak dan menatap Rama marah "Kenapa diminum? Kenapa ga bilang Rama, pasti ketukar yang kamu minum itu manis kan? Rama jangan cuman diam dan menerima, bilang kalo minumannya salah Nak," ucap Ibu dengan berang.

Dian menatap bingung kepada Buk Ani, kenapa Ibu Ani marah kepada Rama? Kenapa dia terlihat sekhawatir itu. 

"Kenapa Buk?," Tanya Dian dengan ragu memberanikan diri bertanya 

Buk Ani mengambil air hangat dan memberikannya kepada Rama yang tampak duduk menyandar terdiam. Memperhatikan Rama dengan baik dan telaten. 

"Maaf Dian, Ibu salah kasih. Rama ga suka minum atau makan manis terkadang itu bisa bikin dia mual atau diare, dia punya Intoleransi gula biasanya pada susu, Ibuk panik apalagi Rama belum sarapan pagi juga," jelas Ibu Ani kepada Dian 

Dian tertegun mendengar perkataan Ibu Ani, dirinya tidak mengetahui apapun tentang Rama bahkan makanan dan minuman yang dia suka atau tidak suka, dirinya tidak tahu.

Dian juga ingat dirinya setiap kali Rama berkunjung datang apalagi disaat waktu turunnya hujan petir waktu itu, Ia membuatkan Rama teh manis dengan takaran gula yang sama seperti Mas Darma. Apalagi Mas Darma salah orang yang menyukai makanan atau minuman manis.

Dian menoleh ke arah Rama yang masih menyenderkan diri ke dinding dan memejamkan mata. Ia merasa buruk dan bertanya-tanya kepada diri sendiri, apa disaat dirinya membuatkan teh waktu itu Rama mengalami mual dan diare? 

Bahkan Ibu Ani lebih mengenal Rama dibanding dirinya. 

Siapa Bu Ani sebenarnya? Apa dia Ibu Rama yang sebenarnya? Ibu Kandung? Tanya Dian di dalam hati. 

Kenapa dirinya merasakan kedekatan antara Buk Ani dan Rama.  Ia bertanya-tanya di dalam hati namun Ia tak mampu mengeluarkan sepatah kata siapakah Buk Ani sebenarnya? 

Dian melihat Buk Ani yang menatap cemas ke arah Rama dan menanyakan," Apa Kamu merasakan mual, Nak?" Tanya Buk Ani kepada Rama 

Rama membuka matanya seketika dan tersenyum melihat ke arah Buk Ani. Pria itu menggelengkan kepala dan mengatakan,"Tidak Bu. Saya baik-baik saja, Ibu jangan cemas seperti itu lagian saya hanya minum sedikit kok jadi tidak masalah," ujar Rama kepada Buk Ani menenangkan. 

Dian masih terdiam kaku memperhatikan Rama yang terlihat berusaha baik-baik saja. Jika boleh jujur dirinya ingin marah melihat Rama masih berlagak baik-baik, kenapa pria itu tidak mengatakan bahwa dirinya sakit? Marah? Ataupun kecewa? Menyempatkan rasa sedihnya, menyampaikan rasa emosinya bukan memendamnya. 

Ia juga marah kepada dirinya sendiri? Kenapa Ia tak mampu mempertanyakan siapa sebenarnya Ibu Ani? Apa Ia Ibu kandung Rama? Kenapa dirinya tidak tahu kelemahan Rama dan hanya melihat sisi baik-baiknya saja. 

Terpopuler

Comments

Mohammad Yakub

Mohammad Yakub

thor ceper up dong gak sabar nih/Scowl//Sob/

2024-04-03

0

Enok Royatun

Enok Royatun

karna kamu gak peduli sama rama dian gak mikirin perasaan rama hanya mikirin almarhum saja 😔😔😔

2024-04-02

0

Reni Anjarwani

Reni Anjarwani

doubel up thor makin seru bgt

2024-04-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!