Menikah Dengan Adik Suamiku
Hari itu adalah hari dimana dirinya tidak akan pernah melupakan semuanya. Hari yang cerah namun membawa sebuah kegelapan bagi hidupnya. Dimana dirinya merasakan jantung berhenti berdetak dalam sekejap, waktu seperti membeku dan semuanya terlihat abu-abu.
Seperti biasa, setiap pagi dirinya menjadi seorang Istri yang selalu menyiapkan bekal untuk sang suami. Ia senang akan profesi baru yang Ia jalani selama dua minggu ini.
“Mas, ini bekalnya udah Aku bikinin. Jangan lupa dimakan yaa.”
Membuat bekal adalah bagian favoritnya dalam menjalani profesi ini. Profesi yang sudah Ia jalani selama dua minggu dengan penuh bahagia, harapan yang selama ini Ia doakan dan dambakan di setiap sujudnya menjadi sebuah kenyataan.
“Iya dek, masukkan saja kedalam tas ya. Mas masih perlu cek materi dahulu buat keperluan meeting buat hari ini,'' ujar pria yang sudah duduk di ruang makan namun masih sibuk dengan iPad di tanganya itu.
Dian tersenyum tipis, dirinya berjalan mendekat ke arah meja makan dan meletakkan tas bekal yang akan dibawa oleh Mas Darma nanti untuk dibawa kantor. Ia memperhatikan wajah Mas Darma dengan seksama, pria itu masih terlihat sama saat sebelum ataupun sesudah mereka menikah. Mas Darma adalah pria yang ambisius dalam meraih keinginan.
“Mas udahan dulu, habisin dulu sarapannya nanti lanjut lagi,” ujar Dian menasehati Mas Darma agar berhenti sejenak dan melanjutkan sarapan yang sudah disediakan. Seperti anak kecil yang paham akan kata Ibunya begitu jugalah dengan Mas Darma yang mengikuti nasehat Dian untuk berhenti, mematikan iPad dan memasukkan ke dalam tas kerjanya.
Darma menatap Dian dengan senyum lebar, dirinya sangat bersyukur memiliki Istri yang sangat berbakti seperti Dian. Seorang yang tidak pernah banyak tuntut dan tulus dalam menjalani segala hal. Melihat Darma yang tersenyum lebar dan menatapnya dengan intens membuat Dian merasa salah tingkah. Maklum masih pengantin baru kalo kata orang.
“Dian, makasih banyak ya sudah menjadi Istri yang berbakti bersama Mas. Tidak pernah banyak menuntut dan selalu memahami segala situasi, Mas bahagia memiliki Dian dalam hidup Mas. Mas selalu ingin melihat senyum Dian selalu seperti ini.”
Dian tersenyum tipis mendengar perkataan Mas Darma, dirinya sangat senang sekali menjalani hari dengan Mas Darma. Mas Darma selalu memuji dirinya setiap melakukan apapun, memberi support ketika dirinya tidak yakin dan selalu menerima semua kekurangan yang ada. Seperti ketika dirinya memasak terlalu asin pada sup sayur waktu itu, Mas Darma akan tersenyum tipis dan mengatakan bahwa sayurnya enak dan perlu tambahan sedikit air saja. Pria itu tidak marah ataupun memaki seperti yang lain.
“Bersama Mas adalah salah satu kebahagian yang Dian syukuri,” ujar Dian membalas perkataan Mas Darma, semua itu benar dirinya memang sangat bahagia menjadi Istri dari seorang Darma Pramata. Pria yang memiliki binar warna bola mata hitam bersih yang selalu melihatnya dengan penuh kelembutan bersama alisnya yang tebal dan berwarna hitam menambah karakter wajahnya yang kuat dan menegaskan ekspresi matanya. Tubuh yang tinggi yang selalu mendekapnya dalam pelukan yang hangat.
“Kalo Mas suatu saat sudah tidak lagi ada, Mas harap Dian mendapatkan kebahagian yang lebih dari bersama Mas,” ujar Darma dengan lirih bersama senyum tipis di wajahnya.
Dian mendongakkan kepalanya melihat ke arah Mas Darma yang melihatnya dengan senyum yang tipis yang sangat menawan. Dian menatap Darma tidak suka, dirinya sama sekali tidak suka akan perkataan Darma seolah-olah ingin pergi meninggalkan dirinya.
Hidup bersama Darma adalah kebahagiaan yang selama ini Dian nanti. Selama enam tahun menjalani hubungan pacaran, Ia dan Darma sudah dekat semenjak mereka masih di bangku kuliah. Dirinya terpesona akan melihat Kakak tingkatnya yang sangat aktif dan juga ambisius dalam menjalani apapun membuatnya tertarik.
Selama enam tahun mereka menjalani hubungan yang pasang surut namun tepat dua minggu kemarin akhirnya mereka berhasil menuju jenjang yang lebih serius dalam jalur rumah tangga yang sah, hubungan yang sah yaitu pernikahan.
“Ish ngaco Kamu Mas kek mau ninggalin Aku aja, kita baru juga dua minggu menjadi suami istri dan juga Aku tuh bahagia banget sama kamu dan nggak mungkin Aku bisa berpaling begitu cepat sama yang lain. Jangan ngada-ngada ah!" kesal Dian
Darma terkekeh pelan mendengar gerutu Dian yang tidak suka akan perkataanya, dirinya semakin tersenyum lebar melihat wajah kesal Dian yang sangat lucu dimatanya. Dian yang melihat Darma tertawa membuatnya semakin kesal akan keisengan Darma. Namun melihat senyuman Darma yang lebar dan kekehan pelanya tanpa sadar membuat Dian juga ikut tersenyum tipis.
“Hahaha iya maaf yaa dek,” ujar Darma dengan rasa bersalah, dirinya sudah selesai memakan sarapan yang telah dibuat oleh Dian. ia harus segera sampai kantor sebelum presentasi dimulai dan membuat investor marah.
Dian ikut membantu membawakan tas bekal Mas Darma dan mengantarkanya ke depan pintu layaknya rutinitas yang sudah Ia jalani selama menikah dengan Darma.
“Mas minjam mobil Dian dulu yaa, soalnya mobil Mas masih belum dipanasin dan bensinya lupa Mas isi."
Darma meminta izin kepada Dian memakai mobil kesayanganya. Mobil yang Ia bawa ini merupakan mobil pribadi milik Dian bukan hasil uang mereka berdua dan karena itu dirinya perlu izin persetujuan dari Dian.
Dian menganggukan kepalanya, dirinya tersenyum melihat Darma yang selalu berusaha memahami dan sopan tidak melebihi batasnya padahal mereka sudah menikah satu sama lain. Ia memberikan kunci mobil yang ada di sakunya dan memberikanya kepada Darma.
“Mas pergi dulu ya Dek." pamit Darma mengecup pelan kening Dian dan memberikan salam kepada Dian sebagai rutinitas akan bepergian yang mereka lakukan.
Dian tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya memberikan tas bekal Mas Darma dan melambaikan tangan bentuk good bye melihat mobil yang dibawa oleh Mas Darma keluar dari gerbang dan semakin jauh dari mata Dian.
Melihat Mas Darma telah pergi membuat Dian merasa ada yang kosong, ada bagian hati tidak terima akan kepergian Mas Darma padahal ini bukanlah kali pertamanya dirinya melepaskan Mas Darma berpergian kerja. Dian menepuk kepalanya pelan, dirinya lupa bahwa Ia juga harus siap-siap ke tempat kerja.
Dret~
Dian tersentak pelan merasakan getaran ponsel berbunyi di saku celananya. Ia mengambil ponsel di saku celananya dan melihat nama "Maya" orang yang menelpon dirinya.
Dengan gerakan cepat Dian mengangkat telepon tersebut, meletakkan di telinganya " waalaikumsalam Iya Maya, sebentar lagi Aku ke sana. Semuanya udah siap kok," balas Dian pada orang di seberang sana.
Setelah telepon berakhir Dian dengan segera bergegas mengambil tas dan memesan ojek online untuk pergi. Ia menutup pintu dan menguncinya dengan teliti.
Dian adalah salah satu perancang busana muslim, karyanya sudah terkenal dimana-mana. Ia juga sering kali menjadi peragawati atau model dari pakaian yang Ia rancang sendiri maupun dari teman dekatnya. Dian model muslimah cantik yang banyak memukau orang, Ia tampak cantik dengan jilbab yang seirama dengan fashionnya.
Ia juga seringkali menjadi pusat sandaran fashion bagi wanita muslim dalam fashion muslimah terkini. Dian memang bukanlah wanita sempurna namun dirinya selalu berusaha melakukan yang terbaik, Ia pun memakai hijab ketika dirinya sudah dua tahun pacaran dengan Darma.
Dian tersenyum tipis melihat ojek online yang sudah Ia pesan sudah ada di depan gerbang. Langkah Dian terhenti ketika merasakan kembali ponsel miliknya kembali bergetar berbunyi.
Senyum Dian kembali muncul ketika melihat nama Mas Darma yang menelponnya.
"Assa-"
"Hallo apa benar ini dengan Istri dari pemilik ponsel ini?" Dian mengerutkan dahinya, merasa bingung ketika mendengar suara Mas Darma yang berubah. Senyum Dian luntur ketika perasaan cemas dan tidak nyaman menusuk hatinya.
"I-iya saya," balas Dian dengan gugup.
"Kami dari pihak rumah sakit menemukan nomor Anda paling pertama muncul ketika membuka handphone korban. Suami Anda mengalami kecelakaan beruntun dan sekarang dievakusi di Rumah Sakit Ramajaya dengan keadaan kritis-"
Dian terdiam, air matanya jatuh membasahi pipinya. Kakinya terasa lemas untuk tetap berdiri kokoh hingga membuatnya tumbang, telinganya rasa berdengung, dadanya terasa sakit.
"Ibu! Buu! Kenapa?" Dian tersadar, dirinya mendongakkan kepalanya melihat bapak ojek online yang Ia pesan tadi membantu dirinya untuk berdiri.
Dian menangis, dia ingin meraung bahkan suara panggilan hallo masih terdengar di ponselnya. Ia sudah tidak peduli, Ia hanya ingin bertemu dengan Mas Darma.
"Pak, bawa saya ke Rumah Sakit Ramajaya," lirih Dian dengan lesu bersama air matanya. Seakan tahu apa yang dirasakan Dian, bapak ojek itu tanpa banyak bertanya langsung membantu Dian agar berdiri dan naik motor menuju ke rumah sakit yang Dian maksud.
Pada hari itu, Ia kehilangan separuh hidupnya. Pria yang Ia cintai, pria yang selama ini menemani hari-harinya. Pria yang sabar menghadapinya, pria yang selalu memberikan support terbaiknya, Ia adalah suaminya Darma Pratama.
Hari itu adalah hari dimana semua berputar. Dunianya tak lagi sama, separuh hidupnya sudah pergi meninggalkannya tanpa membawa dirinya bersamanya.
"Di-an, Mas sudah tidak kuat-" Dian menggelengkan kepalanya tidak terima akan perkataan menyerah dari Darma. Dimana letak ambisius dan pantang menyerah suaminya, kembalikan. Jerit hati Dian
"Ma-s sebentar lagi akan pe-rgi. Dia-n tetap harus jadi anak uhuk baik ya, cinta Mas pada Dian akan Mas bawa mati, Ma-s Ingin lihat Dian tetap hidup bahagia tidak menangisi Mas selalu. Dengan izin Allah Mas sudah siap pergi dan melepaskan Dian menjadi Istri Mas." Dian terbelalak mendengar perkataan Mas Darma. Ia menggelengkan kepalanya, Ia tidak terima, suaranya habis tidak bisa keluar hanya air mata yang semakin terus turun membasahi pipinya. Apa ini bentuk talak yang diberikan Ma Darma kepada dirinya?
"Dian Mas pinta satu hal, t-tolong turuti permintaan Mas uhuk satu ini" ujar Darma kepada Dian dengan setengah nafas, dirinya benar-benar sudah tidak kuat. Darah keluar dari batuknya, tanganya semakin mati rasa, badanya sudah memulai mendingin setengah. Rasahya ajalnya sudah mulai dekat.
"Di-an maukan menuruti permintaan terakhir mas?" Tanya Darma memastikan kepada Dian. Dian semakin menangis sedih, kenapa harus permintaan terkahir? Kenapa ini bukan sebagai permintaan biasa saja, Ia tahu Mas Darma tidak pernah meminta apapun kepada dirinya, Mas Darma adalah pria yang menerima apapun dengan adanya. Dengan penuh air mata Dian menganggukan kepalanya.
Rumah sakit ini sudah penuh dengan jejeran korban kecelakaan beruntun. Bahkan Dian bisa mendengar jeritan sedih kepergian orang yang mereka sayangi di samping tempat Mas Darma di rawat. Tempat evakuasi Mas Darma hanya dibatasi oleh kain gorden warna putih khas rumah sakit, maka dengan itu Ia bisa mendengar jelas jeritan sedih dari orang samping rasakan.
Air mata Dian semakin jatuh membahasahi pipinya, bahkan kerudung yang Ia gunakan sudah terbawa basah oleh air matanya.
"Ja-jangan nangis. Akhhh, satu Dian hanya satu menikahlah dengan Adik mas yaitu Rama." Dian dapat merasakan tangan penuh darah Darma berusaha menghapus air matanya. Dirinya seketika panik ketika Darma berteriak penuh kesakitan kemudian menunjuk ke belakang Dian.
Dian sontak menoleh ke belakang, melihat seorang pria yang berdiri penuh kesedihan dan kaku ketika tangan sang Kakak menunjuk dirinya.
"Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun, Darma Pramata sudah berpulang ke tuhan pada jam 10:20 pagi."
Dian meraung, dirinya tidak terima akan ketidak adilan ini. Ia meminta kembalikan Mas Darmanya, kembalikan! Kenapa Tuhan harus mengambil suaminya ketika Ia dan Mas Darma baru saja menikah dua Minggu, kenapa? Apa dirinya setidak begitu layaknya menikah dengan Darma? Apa dirinya tidak pantas bahagia?
Mas Darma, bawa aku bersamamu.
Pada hari itu setengah jiwaku telah mati bersama pria yang telah berpulang ke tuhan. Ia adalah pria yang selalu ada di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments