Isi Surat Itu

Sudah hampir satu bulan dirinya tinggal di rumah mertuanya dan rencananya pada hari ini Ia menetapkan keputusan untuk kembali ke rumah lama. Rumah dimana penuh akan kenangan dirinya dengan Mas Darma. Rumah impian mereka ciptakan yang sedari lama. 

"Kamu yakin mau pindah, Nak?" Tanya Raisa kepada Dian dengan tidak rela. Ia masih ingin menghabiskan waktu bersama dengan Dian di sini. Ia senang berbicara dengan Dian karena wanita itu pendengar yang baik apalagi saat mereka membahas Darma masa kecil dulu dengan foto yang diperlihatkan Raisa kepada Dian. 

Foto Mas Darma saat masih bayi kemudian tumbuh menjadi balita yang bisa merangkak kemudian berjalan. Kemudian foto Mas Darma saat masuk sekolah pertama kali, foto Mas Dian tersenyum memegang piala kejuaraanya hingga foto Mas Darma lulus kuliah saat itu. Kehadiran Mas Darma benar-benar dirayakan. 

Dian tersenyum tipis membalas respon tidak rela yang  diberikan oleh Ibu mertuanya. Ia sangat bersyukur sekali saat memiliki mertua yang sangat baik seperti Raisa. 

"Iya buk, Dian mau mencoba menerima dengan lapang dada dan memulai kembali beraktivitas seperti sebelumnya" ujar Dian dengan pelan berusaha membuat Ibu mertuanya mengerti. 

Raisa mengubah mimik wajahnya menjadi sedih, sekarang dirinya sudah tidak memiliki teman lagi. Dian yang melihat itu sontak memeluk sang Ibu dengan pelan sebagai bentuk perpisahan. 

Dirinya bukan tidak mau terlalu lama di sini namun sudah saatnya  dirinya move on mencoba melepaskan semuanya. Ia juga sudah mengambil cuti kerja selama satu bulan penuh itu menjadi pertimbangan Dian untuk pindah. 

"Sudah buk, Dian juga butuh sendiri juga" ujar Bapak mencoba menghibur sang Ibu yang tampak murung dengan merangkul memeluk dari samping. 

Dian tersenyum tipis mendengar perkataan bapak, jika seperti ini mereka tampak seperti sepasang suami istri yang harmonis sekali. Namun semenjak perdebatan waktu itu Bapak jadi jarang pulang dan selalu pulang tengah malam oleh karena itu Ibu sering merasa sendirian. 

"Tapi Ibu bolehkan sering berkunjung ke tempat kamu?" Tanya Raisa kepada Dian dengan wajah seriusnya 

Dian terkekeh pelan mendengar perkataan sang Ibu, tentu saja boleh. Kenapa tidak? Bukankah rumah itu adalah rumah dirinya dan Mas Darma yang notabennya Ia adalah anak Raisa sendiri? 

"Boleh dong buk. Kabarin aja ke Dian kapan Ibu mau main ke rumah" ujar Dian kepada Raisa yang langsung di angguki oleh sang ibu. 

Dian salim kepada kedua mertuanya. Ia tidak berani menyetir sendirian mengingat setelah kejadian menimpa Mas Darma berefek untuk dirinya. Ia memilih di antar oleh supir keluarga Pratama untuk kembali ke rumah lama. 

Dian masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang menghadap ke jendela. Mobil di bawa dengan pelan oleh pak supir sesuai permintaan Bram untuk membawanya dengan hati-hati. 

Dian terdiam sepanjang jalanan, Ia teringat akan surat yang diberikan oleh Mas Darma. Surat itu ditulis langsung oleh Mas Darma, Ia hafal sekali bagaimana tulisan Mas Darma selama ini bagaimana huruf g melengkungnya bagaimana t seperti huruf bersambungnya. Ia sangat hapal itu dan surat yang diberikan oleh bapak bukanlah sebuah rekayasa. 

"Dian, ini Aku Darma. Pria yang selama ini selalu bersyukur memiliki wanita cantik di sampingnya, wanita yang sabar, penuh perhatian dan selalu memberikan terbaik untuk pasangannya dan Aku telah sangat beruntung menjadi dari pasangan wanita cantik itu" 

..."Wanita cantik itu kamu Dian, Dian Sari Wijaya yang sekarang sudah berganti menjadi Dian Sari Pratama. Wanita terkuat yang pernah aku temui" ...

Dian tersenyum tipis saat mengingat bait awalan yang dituliskan oleh Mas Darma pada suratnya. Ia yakin jika suaminya itu langsung mengatakannya kepada dirinya pasti sudah membuat Dian salah tingkah pada detik itu juga. 

..."Dian, Mas hanya ingin mengapresiasi setiap Dian korbankan kepada Mas. Selama ini Dian selalu sabar menjadi partner Mas dan Mas sangat sangat bersyukur diberikan wanita seperti Dian di hidup Mas" ...

..."Dian semua milik Mas adalah milik Dian sedangkan milik Dian tetap menjadi milik Dian, Mas tidak akan mengambilnya. Semua aset-aset milik Mas maupun yang kita kumpulkan bersama semenjak enam tahun kita pacaran, Mas tuliskan menjadi hak milik Dian. Semua itu perintah Mas sebagai suami untuk Dian dan Dian harus menerimanya" ...

Dian tersenyum miris mengingat pada bait itu. Kenapa harus nama dirinya? Bukan nama bersama? bukankah mereka sudah berjuang selama ini bersama. Dian menatap lurus ke arah ke depan, dibalik kaca mobil melihat cuaca hari ini sangat bagus dengan matahari yang terik dengan awan bersama langit yang cerah.

..."Dian, surat ini hanyalah sebuah jaga-jaga. Mas merasa waktu Mas sudah tidak lama lagi untuk bisa menemani Dian. Mas minta maaf selama ini Mas selalu merepotkan Dian dan belum bisa membuat Dian bahagia seperti janji Mas dahulu." ...

Dian menggelengkan kepalanya saat mengingat bait itu. Tidak, Ia tidak terima itu semua. Mas Darma selalu membahagiakan dirinya dengan usaha-usaha  kecil pria itu lakukan kepada dirinya. Bagaimana mungkin Mas Darma bisa berpikir seperti itu, batin Dian. 

..."Dian, jika suatu saat Mas sudah tidak ada dan tidak bisa bersama Dian, menemani hari-hari Dian hingga tua Mas benar-benar minta maaf karena belum bisa sekali lagi menepatinya. Tapi bolehkah Mas tetap memenuhinya dengan permintaan Mas? Sudikah Dian melakukan apa yang Mas pinta? Bolehkan Mas meminta tolong Dian dapat melakukanya? Sebagai permintaan terakhir Mas" ...

Dian menarik nafasnya pelan. Air matanya jatuh seketika melalui pelupuk matanya dengan cepat, kenapa harus terakhir? Ia menggelengkan kepalanya, Ia tidak sanggup melanjutkan mengingat semua surat itu. 

"Mbak Dian? Mbak Dian baik-baik aja?" 

Dian tersentak pelan dari pikirannya sendiri. Ia langsung menghapus air matanya dengan cepat dan mendongakkan kepalanya melihat ke arah ke depan, melihat pak supir melalui kaca depan melihatnya dengan tatapan khawatir.

"Saya tidak apa-apa pak. Terimakasih sudah menanyakan saya," ujar Dian dengan sopan berusaha senyum tipis di saat hatinya penuh akan kegundahan. 

..."Mas pinta Dian menikah dengan Adik Mas. Adik satu-satunya Mas yaitu Rama. Mas percaya denganya Dian, Dia adalah pria yang baik dan sangat menghormati wanita bersamanya Dian pasti akan menemukan kebahagiaan. Dian tidak akan sendiri lagi karena ada yang menemani Dian saat takut akan kegelapan" ...

Dian tersenyum getir mengingat itu bahkan disaat pria itu sudah tidak ada namun Ia masih memikirkan kelanjutan hidupnya. Dian sadar tujuan Mas Darma memintanya menikah dengan Adiknya adalah agar Dian tidak sendirian. Mas Darma tahu dirinya seorang yatim piatu dengan memiliki banyak ketakutan. 

Dirinya tidak menginginkan orang lain hanya Mas Darma bukan Rama. Ia tidak tahu bagaimana Rama sebenarnya, Ia tidak mengenalnya seperti dirinya mengenal Mas Darma.

Mengingat Rama, pria itu sudah dua miinggu tidak kembali ke rumah. Pria itu sedang pergi penelitian dari universitas, sedikit informasi yang Ia dapatkan dari Bapak adalah Rama seorang dosen di universitas ternama. 

Semenjak perdebatan pada meja makan itu, setiap Rama di ajak bapak untuk makan bersama maka Ia menolaknya dengan sopan. Dian sadar, Ibu sangat tidak suka dengan Rama namun dirinya tidak pernah mencari tahu alasannya apa. 

Rama juga tahu dirinya sering kali merasa canggung jika mereka berdua, sebelum pria itu pergi Ia pamit kepada Bapak dan Ibu walau respon Ibu tidak bagus namun Rama tetap berlaku sopan.

Dian ingat Rama juga pamit kepada dirinya mengatakan, "Saya tidak pernah memaksa Mbak, jika surat itu membebani Mbak anggap saja Mbak tidak pernah membacanya. Saya juga tahu Mbak canggung setiap ada saya, maka dengan itu saya izin pamit pergi dulu Mbak ada kerja yang harus saya lakukan. Maka dengan perginya saya, saya harap Mbak menikmati waktu Mbak di sini"  

Itu adalah kali pertamanya Dian mendengar suara Rama yang panjang. Suara tegas namun terasa lembut telinganya. Namun entah kenapa mendengar  perkataan Rama ada bagian hati Dian terasa sedih melihat pria itu. Bagaimana pria itu dilakukan dan berusaha membuat dirinya nyaman. 

Apalagi sedih dan merasa bersalah saat terbayang pada bait terakhir surat Mas Darma yang mengatakan, "Dia adalah manusia yang rapuh dan butuh sandaran. Mas harap Dian bisa menjadi tempat Rama berpulang dan menjadi tempat bahagianya" 

Kalimat itu membuat Dian menjadi bertanya-tanya apa yang menimpa Rama apalagi saat dirinya melihat tepat di mata pria itu yang penuh akan tanda tanya. 

Terpopuler

Comments

【Full】Fairy Tail

【Full】Fairy Tail

Hati terharu.

2024-02-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!