Mari Laksanakan Wasiat

Sudah satu minggu Dian di rumah ini. Rumah penuh akan kenangan dirinya bersama Mas Darma, kenangannya masih abadi tersimpan bahkan foto figura besar waktu pernikahan masih indah menempel di dinding. 

Hari ini Dian tidak bekerja, Ia memilih bekerja dari rumah menyelesaikan desain model baju yang akan di rancang. Ia sadar, hidup akan tetap berjalan walau pada malam hari Dian akan menangis mengingat Mas Darma yang sudah pergi. Selain itu alasan Dian hari ini tidak ke kantor adalah karena dirinya menunggu Ibu mertuanya yang akan kunjung hari ini. 

Raisa sering main ke rumah ini menemani Dian agar tidak sendiri. Hari ini, Ibu mertuanya itu juga akan datang dan itu membuat Dian sangat senang di pagi hari ini.  

Tokk tokk

Dian tersentak pelan saat mendengar bunyi ketokan pintu. Dirinya masih sibuk menyusun lauk dan nasi di meja makan untuk dimakan bersama Ibu nanti, dengan senyum ria Dian menuju ke arah pintu. 

"Selamat Datang I-ibu, eh?" 

Dian terperanjat pelan orang yang di depan pintu bukanlah Ibu melainkan pria yang sudah lama tidak Ia temui. Pria yang selama ini membuat Dian bingung. 

"Selamat siang Mbak," sapa pria itu dengan senyum tipisnya. 

Dian termangu melihat senyum tipis yang tidak pernah Ia lihat selama hampir sebulan ini. Satu yang Ia sadari saat pria itu tersenyum maka matanya pun ikut tersenyum. Dian masih terdiam, dirinya melihat pria itu dari atas hingga bawah yang tampak rapi dengan kemeja putih miliknya. 

"Si-ang" balas Dian dengan ragu. 

Dian mengalihkan perhatiannya ke arah tangan Rama yang membawa rantang yang biasa Ibu bawa. Kemana Ibu? Dian menoleh ke kanan ke kiri berpikir Ibu mungkin menyusul di belakang. 

Melihat gerak gerik Dian membuat Rama sadar "Ibu tidak bisa ke sini Mbak. Dia ada urusan mendadak pergi sama Bapak, jadi beliau nitip makanan ini ke saya" ujar Rama dengan tenang dan sopan.

Dian mengangguk segan, dirinya mempersilahkan Rama untuk masuk ke dalam dan duduk di sofa. 

"Tunggu dulu ya, Aku buatkan minuman" ujar Dian kepada Rama yang langsung berjalan menuju ke dapur. 

Rama hendak menolak tawaran Dian, dirinya rencananya ingin segera pulang namun melihat wanita itu langsung berlari ke arah dapur membuat Rama untuk kembali mendudukkan diri dan menanti minuman yang dibuatkan. 

Rama memutar pandanganya ke arah sekitar, rumah ini penuh akan kenangan Mas Darma. Foto figura pernikahan mereka, foto waktu mereka masih pendekatan atau pacaran bahkan foto ketika liburan mereka bersama yang tampak bahagia. Melihat senyuman Mas Darma dengan Dian yang lebar membuat Rama berpikir

"Apa Aku bisa membuat dia bahagia seperti itu?," gumam Rama kepada dirinya sendiri. Dirinya bingung kepada Mas Darma menitipkan kepada dirinya, menitipkan kebahagian seseorang sedangkan dirinya tidak tahu akan arti sebuah kebahagiaan yang berarti, mengingat selama ini Ia hidup dalam kepahitan. 

"Ini silahkan diminum teh-nya," ujar Dian meletakkan tehnya di meja. 

"Tidak usah di tutup pintunya Mbak, biar Mbak nyaman," ujar Rama melihat Dian yang hendak menutup pintu. Ia takut Dian melakukan ini semua karena segan kepada dirinya hingga membuat wanita itu tidak nyaman karena berada satu ruangan dengan pria yang tidak dikenalinya. 

Dian menganggukan kepalanya, Ia duduk di depan Rama melihat ke arah pria itu yang tampak tenang meminum teh buatanya. Dalam harap cemas Dian menanti respon Rama takut akan teh buatanya tidak enak.

Rama mendongakkan kepalanya melihat ke arah Dian yang menatap dirinya dan ke arah teh dengan cemas, seakan paham akan pikiran wanita itu Rama tersenyum tipis "Teh-nya enak Mbak, terimakasih," ujar Rama dengan sopan.

Dian tersenyum lega, dirinya merasa senang karena sebelumnya Ia takut tidak sesuai selera pria di depanya. Selama ini Ia hanya fokus pada takaran yang biasa Mas Darma suka.

"Ah syukurlah, takutnya tidak enak karena biasanya Mas Darma tidak suka yang manis jadi Aku takut tidak sesuai takaran gulanya" ujar Dian spontan kemudian dirinya menatap Rama dengan perasaan menyesal

"Maaf jadi bahasa Mas Darma" ujar Dian menunduk minta maaf

Rama menggeleng pelan "Tidak masalah Mbak. Pasti sulit melupakan Mas Darma" ujar Rama dengan senyum tipisnya. 

Dian termenung sejenak melihat mata pria itu ikut tertutup tersenyum seolah-olah menutupi perasaanya. Apa ada yang salah di dirinya? Kenapa Ia melihat Rama adalah pria yang menyedihkan? Batin Dian.

"Mbak, ini titipan lauk yang diberikan Ibu. Tehnya sudah saya minum, saya izin pulang dulu ya" ujar Rama pamit kepada Dian yang masih terdiam, Ia tidak terlalu ingin berlama-lama takut membuat Dian merasa tidak nyaman karena dirinya, oleh karena itu Ia memilih pulang cepat. 

Rama berdiri dari tempat duduknya, teh yang dibuatkan oleh Dian sudah habis Ia minum. Melihat Dian tidak merespon membuat Rama tersenyum tipis, sepertinya dirinya harus segera pulang, batin Rama. 

"Tunggu, bisa kita bicara sebentar?" Ujar Dian menoleh ke arah Rama yang sudah berdiri terhenti di depan pintu. Pikirannya berkecamuk, nafasnya terhenti saat Rama membalikkan badanya melihat ke arahnya. 

"Ada apa Mbak?" Tanya Rama dengan wajah bingungnya. 

Dian memejamkan matanya sejenak dan menghembuskan nafasnya pelan kemudian membukanya dengan tersenyum ke arah Rama meminta "Bisa kamu duduk kembali dan kita berbicara sebentar?" Tanya Dian dengan pelan.

Rama menganggukan kepalanya kemudian pria itu duduk kembali di sofa tempat sebelumnya Ia duduk. Posisi mereka saling berhadap-hadapan seperti awal. 

Rama menatap Dian yang tampak gusar dan diam, Ia masih menunggu suara Dian yang hendak membicarakan sesuatu. Ia sedikit penasaran apa yang akan di katakan oleh wanita di depannya ini yang merupakan mantan istri dari Kakaknya sendiri.

"Mb-"

"Nama kamu Rama kan?" Potong Dian saat melihat Rama membuka suaranya. 

Rama yang mendapatkan pertanyaan, spontan menganggukan kepalanya. Dian kembali terdiam, Ia tampak gusar memainkan jari tangannya. Apa yang Ia lakukan ini benar? kenapa Ia merasa sangat gugup.

"Mbak mau membicarakan apa? Santai saja dengan saya,"  ujar Rama berusaha menenangkan. Melihat Dian tampak gusar di depanya membuat Rama semakin segan.

Dian mendongakkan kepalanya saat Rama berbicara seolah pria itu paham bahwa dirinya sangat gugup sekarang. 

Dengan tarikan nafas yang berat Dian membuka suara dan menghembuskan dengan pelan "Tentang surat itu- apa-" 

"Tidak usah Mbak pikirkan, Saya tidak akan pernah memaksa Mbak. Saya tahu bagaimana perjuangan Mbak dan Mas Darma dan juga Mbak berhak menentukan pilihan Mbak" potong Rama tersenyum tipis berusaha menenangkan. 

Dian terdiam, dirinya masih menatap lurus ke arah Rama saat  pria itu memotong pembicaraannya. Melihat senyum tipis Rama membuat Dian merasakan 

Kenapa terasa palsu? 

Dian menundukkan kepalanya, kenapa Rama harus memotong perkataanya sedangkan dirinya harus mengumpulkan keberanian besar untuk membicarakan ini. 

"Mbak kenapa?" Tanya Rama kepada Dian melihat wanita itu menunduk kembali. Apa dirinya salah berucap? 

"Apa kamu sudah memiliki pasangan lain?" Tanya Dian dengan ragu. 

Rama mendapatkan pertanyaan itu sontak menggelengkan kepalanya, selama ini dirinya tidak pernah memiliki hubungan serius dengan wanita manapun, bahkan berniat mendekatinya. Ia merasa tidak pantas untuk membawa anak gadis orang untuk hidup sengsara dengannya apalagi setelah wanita itu tahu fakta bahwa dirinya bukanlah anak kandung tapi melainkan anak haram? Apakah masih ada yang mau menikah dengan dirinya? Batin Rama. 

"Ma-ri kita laksanakan wasiat terakhir Mas Darma" ujar Dian dengan serius menatap Rama. 

Rama terdiam melihat ke arah Dian yang tampak serius akan perkataanya. Apa sebegitu besarnya cinta Dian kepada Mas Darma hingga Ia rela mengobarkan hidupnya bersama pria yang tidak Ia kenal bahkan rela berkorban untuk melaksanakan permintaan Mas Darma untuk terakhir kalinya.

"Mbak, saya tahu ini semua karena permintaan terakhir Mas Darma tapi apa Mbak berpikir akan hidup dengan pria yang tidak Mba kenal dan cintai?-"

Pria sengsara seperti saya? Lanjut Rama dalam hati. Ia tidak mau nanti Dian menyesal memilih ini semua.  

"Aku yakin, bagaimanapun ini permintaan terkahir Mas Darma" ujar Dian dengan nada lirihnya dengan penuh yakin.

Rama terdiam sejenak, ini semua hanya formalitas permintaan Mas Darma. Selama ini Mas Darma sudah baik kepada dirinya walau Ibu sering kali menyuruh Mas Darma untuk membenci dan menjauh dari dirinya. Sudah saatnya dirinya membalas budi Mas Darma kepada dirinya. 

Dan apa itu di pikirannya? Bagaimana mungkin dirinya berpikir bahwa Dian menikah dengan dirinya karena wanita itu menerima dirinya dengan sepenuhnya? Harusnya Ia sadar diri, bahwa wanita di depanya akan selalu mencintai Abangnya dan melakukan ini semua karena pemintaan terakhir dari Mas Darma, batin Rama. 

Rama memejamkan matanya sejenak kemudian menghembuskan nafasnya dengan pelan sembari membuka matanya dengan pelan menatap lurus ke depan, melihat ke arah Dian yang masih duduk dengan posisi tegang di depanya, menanti jawaban dari mulutnya. 

Rama menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis "Baiklah jika itu keputusan Mbak. Masa iddah Mbak masih ada dua bulan lebih, dalam waktu tersebut silahkan Mbak berpikir ulang kembali. Saya tidak pernah memaksa Mbak, apapun keputusan Mbak akan saya hormati" ujar Rama kepada Dian dengan pelan.

Dian terdiam mendengar perkataan Rama, Ia mengangguk pelan mengiyakan apa yang dikatakan oleh pria di depanya ini. Ini permintaan Mas Darma dan juga ada bagian hati yang memilih ini. 

"Baiklah, saya pulang dulu Mbak" ujar Rama pamit kepada Dian.

Bukankah pada akhirnya Ia akan selalu mematuhi semua aturan? Semua permintaan? Yang perlu Ia lakukan hanya patuh dan melakukan permintaan yang diinginkan. Rama akan membalas semua kebaikan yang telah di berikan, sadar diri akan selalu dirinya ingat.

Terpopuler

Comments

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Kasian sm rama kayak ada beban berat banget...

2024-04-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!