Hinaan Ibu

Dengan langkah yang gugup dan juga rasa cemas Dian berjalan di belakang Rama. Jika dahulu dirinya sangat senang dengan momen seperti ini maka untuk kali ini Dian mengatakan tidak. 

Dian dan Rama berjalan menuju meja makan. Disana sudah ada Bapak dan Ibu duduk di meja makan yang tampak menyantap makanan dengan nikmat, rasanya Ia sangat segan untuk mengganggu waktu mereka berdua. 

"Eh Rama, Dian ayo makan sini." Senyum ramah Bapak melihat Dian dan Rama jalan menuju meja makan. 

Rama menganggukan kepalanya saat Bapak melambaikan tanganya untuk mengajak mereka duduk di kursi. Rama berjalan menuju meja makan yang diikuti oleh Dian dari belakang yang kemudian duduk di samping Rama dan juga Bapak dan langsung berhadapan dengan Ibu. 

Dirinya dapat melihat raut tidak senang di wajah Ibu, bahkan saat matanya bertemu dengan mata Ibu sontak mantan mertuanya itu mengalihkan pandangannya seolah tak mau bertatapan langsung dengan dirinya. 

"Cih" 

Rama dan Dian dapat mendengar decihan tidak suka yang dikeluarkan oleh Ibu. 

"Ibu, jangan seperti itu. Rama, Dian ayo ambil makananya," ujar Bapak mengajak sepasang suami istri itu untuk makan bersama dan berusaha mengabaikan tingkah tidak suka yang ditampilkan oleh istrinya.

Dian menoleh ke arah samping, melihat ke arah Rama yang mandiri mengambil makananya sendiri. Melihat itu dirinya jadi teringat setiap makan bersama seperti ini, Dian yang akan mengambil makanan untuk Mas Darma karena suami– maksudnya mantan suaminya itu sangat manja ketika sudah bersama dan tentu semua itu didukung dengan Ibu yang senyum melihat interaksi dirinya dengan Mas Darma. 

Namun sekarang semua tampak berbeda. 

Dian menarik nafas panjang, dirinya berusaha menetralkan semua rasa gundah di dalam benaknya. Tanganya seketika berhenti ketika mendengar. "Jangan pernah tidur di kamar anakku lagi. Kamu sudah bukan istri dari anakku dan Kamu tidak berhak!" 

Dian yang sibuk mengambil makanan sontak mendongakkan kepalanya melihat ke arah Ibu yang menatapnya dengan sinis. Hati Dian merasa perih saat melihat ibu buang muka saat mata mereka bertemu. 

Jika dahulu tatapan ibu adalah tatapan lembut di dunia maka untuk sekarang Dian akan menyatakan bahwa itu adalah tatapan menyakitkan. 

"Ib-" 

"Bapak Diam! Ibu ga suka kamar anak Ibu ada yang makai, dia bukan menantu ibu lagi. Kenapa harus kamar anak Ibu? Kenapa tidak memakai kamar suaminya saja? Kurang besar? Iya?!" Bentak Ibu dengan nada menggebu-gebu. 

"Jag-" 

"Bapak tidak terima? Selama ini Ibu sudah cukup sabar ya dan buat kamu! Saya bukan Ibu mertua kamu lagi, cari sana Ibu dari suami barumu itu!," hardik Diana kepada Dian. 

Rama memejamkan matanya sejenak berusaha menahan perasaan tidak mengenakan di dalam hatinya. Meja makan sontak terisi dengan perdebatan tadi seketika senyap setelah Ibu membanting sendok dengan kasar dengan umpatan omelan tidak sukanya. 

Rama menoleh ke arah samping melihat Dian yang sudah menunduk mengeluarkan air mata. Ia dapat melihat betapa terluka dirinya saat mendengar perkataan Ibu dan itu semakin membuat Rama merasa makin bersalah karena telah membuat wanita itu dibenci oleh Ibu. 

Bram menundukkan kepalanya, dirinya juga merasa bersalah kepada Rama dan Dian. Jika saja dirinya dahulu tidak mengkhianati Raisa pasti ini semua tidak akan terjadi dan Rama tidak akan sengsara seperti ini. 

"Maafkan Bapak, Rama," lirih Bram melihat ke arah Rama yang terdiam menatap ke arah Dian. 

Rama tersentak pelan saat Bapak memegang tanganya dan menatapnya dengan rasa bersalah. Badanya terasa kaku, tak tau harus menyampaikan ekspresi apalagi untuk saat ini juga. Semuanya terasa campur aduk baik itu sedih, kecewa dan marah. Ia ingin bantah semua perkataan Ibu, Ia juga ingin marah bahwa ini semua bukanlah salah dirinya lalu kenapa Ia yang harus terima semua kebencian itu? 

Dan dirinya juga merasa kecewa karena telah membuat orang tak bersalah dibenci oleh orang lain dan orang itu adalah istrinya sekarang, Dian. 

"Tidak apa-apa Pak, semua akan baik-baik saja," ujar Rama kepada Bapak dengan senyum tipisnya. 

Pada akhirnya dirinya tidak bisa untuk marah ataupun menyampaikan rasanya. Sedari awal dirinya sudah menyimpan semuanya dan berusaha menampilkan yang terbaik di depan semua orang. Tersenyum tipis adalah hal yang biasa Rama lakukan untuk segala rasa. 

Terpopuler

Comments

Reni Anjarwani

Reni Anjarwani

bagus sayang upnya lama

2024-03-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!