Rahasia Rama

Di sinilah dirinya sekarang, berdiri di depan pintu di bawah atap rumah yang menaungi dirinya berlindung dari derasnya hujan. Hawa dinginya malam sangat terasa menusuk ke tulang namun Ia masih tetap kukuh berdiri kehujan. 

Dari jauh dirinya dapat melihat mobil masuk ke dalam perkarangan rumah. Orang yang sedari tadi dirinya tunggu akhirnya datang juga. Wanita itu turun dari mobil dan berjalan dengan terburu-terburu menghindari hujan. 

"Eh, Rama?" 

Dian terkejut melihat Rama yang berdiri di depan pintu dengan kehujanan. Dirinya baru saja pulang dari butik menyelesaikan rancangan busana yang harus disampaikan untuk  show minggu depan. Ya, pria itu adalah Rama hampir tiga jam menunggu kedatangan Dian. 

"Ya Allah, kamu kehujanan Rama," ujar Dian dengan sadar saat melihat baju Rama yang kebasahan. 

Kerutan jengkel terlihat jelas di dahi Dian ketika melihat reaksi Rama yang menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis ke arahnya. Seolah mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak masalah dengan itu. 

"Tidak Mbak, cuman lembap dikit saja," ucap Rama dengan pelan. 

Dian menghela napas pelan saat mendengar perkataan Rama. Bagaimana bisa baju seperti itu dibilang lembab padahal terlihat sangat basah dan membuat pria itu kedinginan. 

Dian membuka kembali mulutnya ingin membalas perkataan Rama yang tidak masuk akal namun melihat Dian yang tampak akan marah dengan cepat Rama mengeluarkan suaranya dan mengatakan maksud tujuan dirinya datang ke rumah ini. 

"Mbak, ada yang mau saya bicarakan sama Mbak" ujar Rama dengan sopan kepada Dian. 

Dian mengerutkan keningnya melihat Rama seperti sedang berbicara kepada dirinya, dirinya tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Rama suara hujan terdengar suara keras turun mengenai atap yang menimbulkan bunyi pantulan air dan atapnya terdengar keras.

"Apa?" Tanya Dian kesusahan tidak mendengar apa yang Rama katakan. 

Rama yang melihat Dian tampak terusik dengan suara hujan dan berteriak tidak mendengar dirinya membuat Ia terkekeh pelan melihat wajah kesusahan yang ditampilkan oleh Mbak Dian. 

"Ada yang ingin Saya bicarakan dengan Mbak" ujar Rama sekali dengan keras, bukan berarti dirinya tidak sopan berteriak begitu saja namun suara hujan yang deras membuat dirinya terpaksa harus berteriak supaya wanita di depanya dapat mendengar suaranya. 

Dian menganggukan kepalanya saat mendengar suara dari Rama. Dirinya tidak menjawab perkataan Rama dan lebih memilih berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan pelan yang tadi masih terkunci. 

"Masuk dulu, kamu sudah basah kuyup begini dan juga hujan semakin lebat di luar. Sangat susah untuk bicara dengan hujan deras seperti ini,"ujar Dian sedikit berteriak agar Rama dapat mendengar perkataanya. 

Dian membuka pintu dengan lebar mempersilahkan Rama masuk ke dalam. Rama menghela napas panjangnya dan memejamkan matanya sejenak, niat hatinya Ia hanya ingin sebentar saja di sini cukup membicarakan mengenai jawaban Dian namun mengingat hujan makin turun lebat membuat Rama akhirnya mengalah. 

Dengan langkah bimbang dan dirinya masuk ke dalam rumah ini kembali. Rumah dimana banyak kenangan Mas Darma dengan Mbak Dian yang terpampang rapi di dinding dan sudut rumah ini. 

"Duduk saja dulu, Aku ambilkan handuk dulu buat kamu," ujar Dian kepada Rama. 

Rama hendak berdiri menggelengkan kepalanya, dirinya tak membutuhkan itu. Langkahnya terhenti ketika melihat Dian berjalan dengan cepat menuju belakang mengacuhkan dirinya yang tampak menolak dengan perasaan berat dirinya kembali duduk di sofa kembali.

Dian kembali ke depan membawa handuk putih ditangan kanannya. Handuk itu Ia berikan kepada Rama yang langsung diterima oleh pria di depannya. 

"Makasih Mbak" ujar Rama dengan menundukkan kepalanya sejenak sebagai tanda terimakasih yang sudah biasa Ia lakukan sedari dulu.

Dian menganggukan kepalanya, Ia melihat ke arah Rama yang sibuk mengeringkan rambut basahnya dan mengusak handuk di atas kepala. 

"Sebenarnya kalo kamu mau ganti baju bisa kok memakai baju Mas Darma," usul Dian kepada Rama. 

Rama mendongakkan kepalanya, tangannya yang sibuk mengusak rambut untuk dikeringkan seketika berhenti saat wanita di depannya menyebut nama itu. 

Matanya bertemu dengan mata Dian yang menatapnya dengan tatapan sendu sontak membuat dirinya mengalihkan pandanganya ke arah lain selain dari mata Dian. 

"Tidak usah Mbak. Ini saja sudah cukup," balas Rama dengan pelan yang kembali menampilkan senyuman tipisnya. 

Dian menganggukan kepalanya mendengar jawaban Rama, dirinya tidak mau terlalu memaksa Rama. Ia tidak mau membuat pria itu risih akan sikapnya yang takut dianggap suka mengatur. 

"Kamu sedari tadi sudah lama menunggu di depan? Kenapa tidak menelpon saja?" tanya Dian kepada Rama. 

Rama meringis pelan mendengar pertanyaan Dian, dirinya tidak tahu bahwa Dian tidak ada di rumah dan hujan yang tiba-tiba datang membuat dirinya memilih meneduh di teras rumah. Ia hanya membawa motor kesayanganya saja dan oleh sebab itu dirinya lebih memilih meneduh. 

"Saya kira Mbak lagi tidak bekerja soalnya ini hari minggu dan juga hujan yang tiba-tiba turun membuat saya memilih meneduh di depan," balas Rama dengan pelan. 

"Iya, Aku emang harus ke butik hari ini karena harus menyelesaikan rancang busana untuk show yang akan di adakan," jawab Dian kepada Rama alasanya. 

Rama menganggukan kepalanya, dirinya tersenyum lirih melihat teh di depanya yang telah disediakan oleh Dian. Teh yang disajikan Dian terlalu manis namun Rama tetap meminumnya.

"Oh iya, tadi katanya kamu mau ngomong sesuatu? Mau ngomong apa?" Tanya Dian kepada Rama yang terlihat sibuk mengaduk teh buatanya itu.

Rama tersentak pelan mendengar Mbak Dian memanggil-manggil namanya. Ia mendongakkan kepalanya melihat ke arah Dian secara langsung. 

"Saya sudah mendapatkan kabar dari Bapak dengan jawaban Mbak, apa semua itu benar?" 

Dian terdiam mendengar perkataan Rama, dirinya ingat dimana saat itu Ia mencari Rama dan sekalian ingin bertemu dengan Ibu. Sudah lama dirinya sibuk bekerja dan tidak bertemu dengan Ibu. 

"Iya, Aku udah bilang sama Bapak," ujar Dian kepada Rama. 

Rama mengerutkan dahinya, Ia bertanya untuk menerima kejelasan apakah itu benar atau tidak namun Dian hanya memberikan penjelasan bahwa dirinya memang sudah mengatakan kepada Bapak. Ia hanya ingin memastikan apa itu benar atau tidak secara langsung dari mulut wanita di depanya namun jawaban yang diberikan oleh Dian sama sekali tidak menjelaskannya. 

Sebenarnya ada bagian yang Ia takuti di dalam hatinya. 

"Jadi Mbak menerima wasiat itu?" Ulang Rama bertanya kembali kepada Dian. 

Dian masih belum menjawab pertanyaan Rama, pikirannya berkecamuk ragu akan menjawab

"Aku menerimanya," ujar Dian dengan lirih 

Rama melihat ke arah wajah Dian, wajah yang terlihat murung. Apa wanita di depanya tidak bahagia akan keputusannya? Apa ada yang lain?

"Tapi— ibu?" Ujar Dian dengan terbata-bata

 

Rama tersenyum kecut mendengar gumaman Dian, sekarang dirinya paham apa yang membuat wanita itu terlihat murung. Pasti Ibu telah berkata yang tidak menyenangkan kepada mantan istri Abangnya ini. 

"Apa Ibu kasar kepada Mbak?" Tanya Rama kepada Dian. 

Dian menggelengkan kepalanya, sebenarnya Ibu memang berkata yang tidak menyenangkan kepada dirinya ditambah dengan nada juteknya itu. Itu kali pertamanya Ibu kesal kepada dirinya dan terlihat marah. Wajah yang senang akan kedatangan dirinya selama ini dalam sekejap berubah begitu saja.

"Lalu?" 

Rama menunggu jawaban yang diberikan Dian namun tampaknya wanita itu tidak mau mengatakan apapun. Ia hanya diam menatap ragu ke arah dirinya. 

"Oh tentang saya ya? Jadi Mbak udah dengar semua?" Ulang Rama bertanya kepada Dian. 

Dian masih terdiam, mulutnya terasa terkunci tidak dapat mengatakan apapun. Dirinya tidak mau mengatakan apa yang dikatakan Ibu kepada Rama. 

“Tidak apa-apa. Ibu benar kok Mbak-" 

Rama menarik napas panjangnya sebelum kembali mengambil teh yang sisa setengah itu untuk Ia minum dan meneguknya dengan habis. Ia membiarkan rasa manis itu masuk ke dalam rongga mulutnya dan meraba luas di langit-langit mulutnya mengabaikan rasa tidak nyaman di dalam perutnya. 

"Memang benar kok yang Ibu katakan, saya rasa Ibu juga mengatakannya bukan bahwa saya anak haram?" Tanya Rama kepada Dian. 

Dian terdiam mendengar perkataan Rama yang terkesan santai itu bahkan pria itu masih memberikan senyuman tipis yang biasa yang lakukan. Seolah sama sekali tidak masalah dengan itu semua, dirinya yang tadi awalnya merasa sedih dan merasa bersalah menjadi bingung kenapa Rama bersikap biasa saja namun ketika melihat senyum tipis yang ditampilkan Rama berikan semakin membuat Dian merasa sendu.

Senyum itu terasa palsu di mata Dian

"Saya anak dari selingkuhan Bapak-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!