Rasa Sakit Rama

Pada akhirnya di sinilah dirinya mendiamkan diri. Duduk di depan balkon kamar yang langsung menampilkan pemandangan bunga yang sudah lama Ia tanam. Mendongakkan kepalanya melihat lurus ke depan pada langit yang menampilkan sedikit bintang. 

Bolehkan dirinya marah? Bolehkah dirinya kecewa? Bolehkan dirinya menangis? Siapa yang mau kehidupan seperti ini? Siapa yang mau dilahirkan seperti ini?

"Tuhan, apa aku kurang bersabar? Apa aku tidak layak bahagia?" Gumam diirinya dengan lirih.

Selama ini dirinya tidak pernah mengeluh akan sesuatu. Tidak pernah menyalahkan siapapun bahkan Ia juga tidak pernah meletakkan hati pada rasa dendam kepada mereka. 

Dengan pelan dirinya menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan semua rasa semangat di dalam hidup ini dan menghembuskanya. Mengeluarkan sebatang rokok di sakunya dan membakarnya. Menghisap sebatang nikotin itu dengan pejaman mata yang berusaha memendam semua rasa di dalam hatinya. 

Ia memang bukan seorang pecandu merokok, Ia hanya merokok jika isi kepala penuh dengan emosi. Berusaha melepaskanya dengan hembusan asap yang telah isap dengan berharap semua itu hilang bersama asap yang terbawa angin. 

"Apa Aku sehina itu." hina dirinya dengan nada getir. Ia tersenyum lirih membayangkan semua mata menganggapnya tidak ada, menampilkan rasa yang mati hingga membuat dirinya tak merasakan emosi. 

Tanpa pria itu sadari, seorang wanita terbangun dari tidurnya. Ia mendapatkan mimpi buruk di malam yang tenang ini, Ia menoleh ke arah sekitar tidak menemukan siapapun hingga matanya menemukan cahaya lain dibalik gorden yang terbuka. 

Beberapa hari di kamar ini, dirinya baru menyadari bahwa ada jendela lain di kamar ini. Ia kira hanya jendela depan sofa yang ada namun ternyata dirinya salah, dengan rasa penasaran Dian turun dari kasur dan berjalan menuju cahaya yang berasal dari jendela lain. 

"Eh bukan jendela?" Gumam Dian kepada dirinya sendiri. 

Ia berjalan mengikuti hati yang melangkahkan kaki lurus ke depan hingga dirinya melihat seorang pria yang duduk menatap langit dengan sebatang rokok ditanganya. 

Rama merokok?

Bukan, Ia kira Rama adalah anak yang sangat jauh dari pergaulan seperti itu. Pria itu lebih tampak kalem dan alim dalam kesehariannya. 

"Rama?" 

Rama tersentak pelan dari lamunannya, Ia menoleh ke arah belakang menampilkan Dian dengan muka bantalnya terbangun dari tidur. Untuk pertama kalinya Rama melihat Dian tanpa kerudungnya dan itu benar-benar membuat dirinya terpana. 

"Mbak Dian?" 

Dian berjalan mendekati Rama dan duduk di samping kursi pria itu. Ia menatap Rama dengan cukup lama memperhatikan Rama yang masih memegang rokok di tanganya, jika melihat seperti ini Rama sama sekali seperti anak bandel SMA yang merokok dengan memakai baju hitam lengan pendek dan celana pendek coklat.

Rama masih belum mematikan rokoknya bahkan pria itu tampak santai menghisap nikotin sambil menatap lurus ke langit di samping Dian. Dian menatap Rama dengan seksama, melihat bagaimana pria itu terlihat termenung dengan sebatang nikotin berapi di tanganya. 

"Uhukk uhukk"  Dian terbatuk pelan saat asap dari batang nikotin milik Rama membuatnya tersedak. 

Rama yang mendengar batukan Dian sontak langsung mengalihkan pandangannya ke arah Dian dan melihat istrinya itu terbatuk-batuk sembari mengibaskan tangan berusaha mengusir asap. Melihat itu seketika langsung membuat Rama dengan sigap menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya dengan keras. 

"Maaf Mbak. Kenapa Mbak bisa bangun? Ayo masuk ke dalam di sini dingin," ujar Rama mengajak Dian untuk kembali masuk ke dalam. 

Dian menggelengkan kepalanya, dirinya tidak mau masuk kembali ke dalam. Ia takut mimpi itu kembali datang, Ia lebih baik memilih di luar bersama. 

"Ga mau, di sini aja," balas Dian dengan nada lirih. 

Rama memfokuskan pandanganya melihat ke arah Dian yang menggelengkan kepala dengan mata berlinang, ada apa dengan Mbak Dian? Batin Rama.

"Mbak? Mbak kenapa? Karena asap rokok saya ya? Maaf ya saya bikin Mbak sesak," ujar Rama dengan nada rasa bersalahnya kepada Dian. 

Dian menggelengkan kepalanya tanpa terasa air matanya jatuh membasahi pipinya yang mana sontak membuat Rama terkejut dengan itu. 

"Eh Mbak kenapa?" Tanya Rama ulang mendekatkan diri kepada Dian dengan ragu, sebenarnya Ia benar takut Dian merasa terganggu dengan bajunya yang sudah pasti terkena asap rokok. 

Air mata Dian semakin berlomba membasahi pipinya yang mana semakin membuat Rama merasa panik. Dian mendekatkan diri kepada Rama dan memeluknya dengan erat dan menangis di dalam pelukan Rama. Ia melepaskan semua rasa di dalam pelukan Rama dan menangis tersedu-sedu. 

Rama terdiam kaku saat dirinya merasakan pelukan hangat dari Dian, dirinya tidak bisa bereaksi apapun hanya terdiam kaku hingga telinganya mendengar tangisan pilu dari Dian dan membuat dirinya merasa terluka yang sontak membuat Rama membalas pelukan Dian dan mengusap punggung Dian dengan pelan walau sedikit ragu.

"Stt semua akan baik-baik saja Mbak," ujar Rama kepada Dian. Kata- kata itu yang selalu Rama gunakan untuk melepaskan semua rasa sakit di dalam hidupnya membuangnya jauh agar tidak ada rasanya dendam.

Dian masih menangis pilu, dirinya teringat akan mimpinya yang sontak membuatnya sedih. Pelukan Rama sedikitnya membuat Dian merasa aman dan tenang akan kehangatanya. 

Rama masih setia mengusap punggung Dian dengan pelan berusaha menenangkan Dian yang masih menangis membiarkan wanita itu sampai tenang. 

"Maaf," lirih Dian dengan pelan yang masih dapat terdengar oleh Rama.

Rama menggelengkan kepalanya pelan, Dian tidak seharusnya meminta maaf. Ia menggumamkan bahwa Dian tidak salah dan tidak ada yang salah di sini sembari mengusap punggung Dian hingga wanita itu mulai tenang. 

Rama menundukkan kepalanya melihat Dian yang sudah berhenti menangis dengan napas teratur yang mana ternyata sudah memejamkan matanya. Ia bernafas lega ternyata Dian sudah tertidur di pelukanya, walau dirinya tidak tahu apa alasan Dian menangis namun saat dirinya melihat Dian nangis itu membuat hati Rama merasa sakit.

"Jangan-"

"tinggalin aku Mas Darma," lirih Dian dengan pelan dalam tidurnya. 

Rama terdiam kaku, tanganya sontak berhenti dan menunduk menatap Dian yang masih tertidur memejamkan mata. Pada akhirnya semua orang tidak mengingat dirinya dan hanya sebagai pajangan di dalam hidup mereka. 

Rama menggelengkan kepalanya berusaha mengusir rasa kecewa di dalam hatinya. Ia mengangkat tubuh Dian dengan pelan sehati-hati mungkin agar tidak membangunkan istrinya dan meletakkannya di kasur agar tertidur nyaman. 

Terpopuler

Comments

Enok Royatun

Enok Royatun

aq aja yg baca kecewa apalagi rama 😭😭😭

2024-04-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!