Problem (?)

"Sabar ya, gak cuman loe doang kok yang di jutekin sama si hoodie item itu." Ujar Gisel sambil memeluk Irene yang masih kesal dengan sikap Axelle, juniornya yang angkuh bukan main. Sebenarnya apa sih yang di pikirannya? Kalo bukan caper, kenapa memperlakukan Irene begitu? Apa memang si Axelle itu gak suka sama dia? Kenapa dia gak suka? Apa salahnya?

"Maklumin aja, Sel, baru kali ini Irene nemu cowok yang beneran gak tertarik sama dia, bahkan mukanya jutek banget untuk yang pertama kali ketemu."

"Nah itu dia, loe ngerasa kan dia kayak punya dendam sama gw? Iya, kan? Itu bukan perasaan gw doang, kan?" Tanya Irene, menyetujui pendapat Joy.

"Kalo menurut gw sih, dia cuman lagi emosi sama cewek yang di belakang dia. Bayangin aja dia ditimpuk, setelah nerima pernyataan sukanya." Ujar Wendy, tertawa geli.

"Beneran deh, gw aja gak nyangka dia bakal kena timpuk. Lagian emang bener sih kata tuh cewek, si hoodie item ini emang 'sok' misterius." Ujar Joy, tertawa.

"Tapi ya gak ke Irene juga, kan Irene gak belain siapa-siapa." Ujar Gisel, prihatin.

"Gisel, loe emang ngerti gw banget." Ujar Irene sambil memeluk Gisel, membuat Joy dan Wendy hanya menggelengkan kepalanya melihat keduanya.

"Sebenarnya gw bingung, sejak kapan Irene suka ikut campur urusan orang lain?" Tanya Wendy, membuat Gisel dan Joy menghentikan makannya.

"Bener juga loe, Wen. Sejak kapan, ya?" Tanya Joy, semua tatapan tertuju pada Irene yang tiba-tiba diam.

"Irene!!" Ujar seorang pria sambil menepuk pundak Irene, membuat keempat gadis itu menatapnya. "Kenapa pada ngumpul disini?" Tanyanya, lagi.

"Yang dipanggil Irene doang nih, dasar bucin." Ledek Joy, membuat Wendy tersenyum geli.

"Hmm, maaf. Bukannya kalian banyak kerjaan, ya?" Ujar pria itu sambil duduk di samping Irene, setelah memberi isyarat pada Gisel untuk bergeser yang langsung dituruti gadis itu.

"Kita bukan robot kali, Kak, cape nih..." Ujar Wendy, manjanya mulai keluar. "Tugas banyak, senat ngalah kek. Lagian baru aja selesai ospek, masa kita udah sibuk lagi?"

"Kan udah tanggung jawab masing-masing, Wen." Ujar Stuart, pria itu, tersenyum. "Kamu kenapa, Rene? Murung begitu, ada masalah?"

"Hmm, tadi... Di kantin, Axelle, eh si hoodie item ngejutekin Irene." Jawab Gisel, ragu-ragu, padahal Joy dan Wendy udah ngelarang dia ngomong.

"Axelle? Hoodie item?"

"Itu lho, junior yang baru masuk kemarin, dia nyari masalah sama cewek. Irene niat ngelerai, tapi dia gak terima, eh, jutek gitu nanggepinnya." Ujar Gisel, lagi.

"Kamu gak papa, kan?"

"Aku..."

"Dia gak papa, cuman malu... Sedikit." Ujar Gisel, membuat Joy segera menutup mulutnya.

"Aku gak papa kok, Kak. Dia mungkin lagi emosi aja, makanya jutekin aku." Ujar Irene, tersenyum.

"Dia gangguin kamu?" Tanya Stuart, perhatian.

"Sedikit, karna gak pernah ngadepin yang kayak gitu aja sih." Ujar Irene, pelan.

"Yaudah, gak usah dipikirin, nanti kamu sakit." Ujar Stuart sambil mengusap rambut Irene, lembut. Diam-diam Stuart mengambil ponselnya, dia mengetik sesuatu disana.

Cari maba yang namanya Axelle, paksa dia buat minta maaf sama Irene. Sekarang!!

***

Brak!!

Axelle beneran gak tau apa-apa, saat ia tiba-tiba ditarik seseorang ke tempat sepi yang ia tau adalah gudang. Bryan sedang ke kamar mandi, tadinya mereka mau pulang bareng. Tapi gak tau kenapa, Axelle diseret kemari oleh orang-orang tak dikenalnya.

"Siapa kalian?" Tanya Axelle, kaget, karna ia didorong ke tumpukan kardus tak terpakai.

"Loe gak perlu tau kita, tapi gw mau tanya satu hal, loe yang permaluin Irene tadi?" Tanya salah satu dari mereka, Axelle terdiam. Mereka tampak lebih kuat darinya, Axelle juga kalah jumlah.

"Irene?" Ulang Axelle, memastikan. Apa mereka adalah salah satu fans primadona kampus itu? Apa yang mereka mau darinya? Apa urusan mereka dengan kejadian tadi?

"Ya, loe permaluin Irene tadi. Itu yang gw denger, bener loe kan?" Tanya pria itu lagi, penuh penekanan.

"Urusan kalian apa memangnya?" Tanya Axelle, membuat mereka tersenyum sinis.

"Irene itu salah satu orang paling berpengaruh di fakultas ini, loe harusnya lebih berhati-hati bersikap sama dia." Ujar pria lainnya, hampir saja orang itu memukul Axelle.

"Loe gak sopan amat, loe kan maba disini, harusnya loe lebih sopan sama kating dong." Ujar pria yang tadi menyeret Axelle, menatap Axelle dengan mata elangnya, mencoba mengintimidasi pria itu.

"Saya gak sopan dari mananya? Kalian gak sopan main seret-seret orang aja, saya..."

Bugh!!

Ucapan Axelle menggantung di udara, kala sebuah pukulan mendarat di perutnya. Mereka tak berani memukul di wajah Axelle, karna kemungkinan akan ketahuan.

"Loe emang perlu dihajar, ya?" Ujar pria itu, tak sabaran.

"Sabar, Sean!! Loe mau kita ketahuan? jangan sampai kita ngelukain dia." Ujar pria lainnya, pria itu mendorong Sean menjauh dari Axelle.

Pria itu segera menarik hoodie Axelle, saat Axelle memegang perutnya. "Dengerin kita ya, selagi kita ngomong baik-baik. Besok, gimanapun caranya, loe harus minta maaf sama Irene, ngerti?" Ujarnya, lagi.

"Jadi kalian begini karna suruhan Irene?" Tanya Axelle, sinis. "Ha!! lucu banget!!"

"Tunggu, Kak!!"

Hampir saja pukulan kembali mendarat ditubuh Axelle, kalau saja Bryan tak datang tepat waktu, pria itu segera menghalangi pria yang akan memukul Axelle hingga pegangan pria itu terlepas.

"Maafkan teman saya, Kak, dia gak tau apa-apa soal Kak Irene." Ujar Bryan, memohon. "Saya akan bicara padanya, saya akan membujuknya, Kak, saya mohon!!" Ujarnya, membuat para senior itu saling menatap. "Saya janji besok masalah ini selesai, Kak, saya janji. Saya akan membujuknya, Kak." Ujar Bryan, memohon.

"Gimana?"

"Udahlah, serahin aja sama temennya." Ujar pria lainnya, jengah. "Loe harus ajarin temen loe ini, ya? Biar dia sopan sama senior, berhenti gangguin Irene juga. Ngerti?"

"Iya, Kak, saya janji." Ujar Bryan, memohon.

"Ok, gw serahin dia ke loe aja. Ayo pergi, lain kali sopan ya ketemu kita." Ujar pria itu sambil berjalan pergi, diikuti yang lainnya.

"Loe ngapain sih, Al? Loe mau cari mati berurusan sama mereka, hah?" Teriak Bryan, kesal. "Tadi katanya loe berurusan sama Kak Irene, gimana ceritanya?"

"Gw pusing, gw mau pulang." Ujar Axelle, lemas. Wajahnya pucat, efek pukulannya cukup membuat Axelle ingin muntah.

"Kalo gak ada gw, loe bakal jadi obyek pukulan mereka. Tau, gak?" Ujar Bryan sambil membantu Axelle berjalan, Axelle hanya diam.

"Makasih, ya?" Ujar Axelle, membuat Bryan terdiam, sedikit kikuk, karna baru kali ini Axelle berterimakasih padanya.

"Iya, iya, hati-hati. Loe harus cerita sama gw ntar, jangan ketinggalan satu pun. Ngerti?"

Axelle menghela nafas, hampir saja ia dipukuli hari ini. Mungkin gw emang salah, maaf ya By, loe jadi kebawa masalah gw, gw bakal minta maaf ke Irene kok.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!