"Ok, jadi kita disini buat bahas event tahunan yang akhirnya disetujui pihak kampus, kita boleh adain kegiatan itu digedung fakultas kedokteran." Ujar Stuart, membuka rapat hari itu. Setelah proposal yang dibuat Axelle diselesaikan Irene dan diserahkan Stuart ke pihak kampus, mereka segera setuju kegiatan itu diadakan di lingkungan kampus.
"Weh, proposalnya emang udah diserahin?" Tanya Sana, kaget.
"Udah dong, Irene gitu." Ujar Gisel, bangga.
"Nggak, gw dibantu kok." Ujar Irene, tersenyum manis. "Sama Axelle!!" Tambahnya, lagi.
Axelle yang tengah sibuk dengan minuman yang ia sajikan menatap Irene, ia tersenyum sekilas.
"Gw mencium bau-bau aneh nih..." Gumam Joy menatap keduanya, Axelle bergegas pergi.
"Kenapa fakultas kedokteran?" Tanya Wendy, berusaha mengalihkan pembicaraan, karna Suho mengubah raut wajahnya.
"Fakultas kedokteran kan serem, Wen, apalagi lab-nya." Ujar Joy, wajahnya terlihat puas sekali.
"Awas loe jailin Irene lagi, masih inget gw pada heboh cuman karna Irene teriak-teriak tahun lalu." Ujar Gisel, membuat Joy tertawa karnanya.
"Tau nih, sampe trauma anaknya." Ujar Wendy sambil menatap Irene yang tersenyum malu, gadis itu memang penakut. Kejadian tahun lalu begitu membekas di hati mereka, karna itu pula mereka akrab sebagai teman, kejahilan Joy berbuah manis pada akhirnya.
"Abisnya Irene gemesin sih, jadinya gw suka jailin dia." Ujar Joy, membuat Irene mengerucutkan bibirnya.
"Ok, jadi tinggal persiapannya. Panitia juga belum ditentuin, kan? Ntar kita rapat lagi, buat nentuin persiapan." Ujar Stuart, tersenyum, tapi ada yang aneh dengan senyumannya. "Yang ada jadwal silahkan pergi, yang masih bebas, terserah." Ujarnya, membuat Joy terkekeh pelan. "Gw pergi, ada praktek." Ujarnya lagi sambil beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan pergi.
"Waa, dia cemburu ya?" Tanya Joy, saat Stuart dan yang lain telah pergi. "Kok nggak pamitan ke Irene?" Bisiknya, membuat Wendy dan Gisel menaruh telunjuknya didepan bibir tanda ia harus diam.
"Kalian ini lebay amat..." Ujar Irene sambil beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju dapur.
"Mau kemana, Rene?" Tanya Gisel, khawatir. Irene kan belum sembuh, jadi masih banyak yang harus dikhawatirkan.
"Mau minum, gak usah lebay, ah!!" Ujar Irene, merasa risih dengan berbagai perhatian temannya.
Axelle menatap Irene yang masuk ke dapur, dirinya tengah duduk sambil menatap keluar jendela. "Eh, Kak, mau apa?" Tanyanya, formal.
"Mau minum, boleh kan?" Tanya Irene, tersenyum.
"Gak ada yang larang." Ujar Axelle, wajah datarnya menatap ke jendela kembali.
"Ok, loe kenapa gak gabung aja?" Tanya Irene sambil mengambil gelas diatas rak gantung, tapi Axelle segera mengambilkannya.
"Biar saya saja, Kakak gak nyampe." Ujar Axelle, membuat Irene mengerucutkan bibirnya sebal.
"Hm, makasih ya, buat proposalnya." Ujar Irene sambil mengambil minuman yang disodorkan Axelle padanya, Axelle hanya menanggapinya dengan senyuman. "Loe bisa senyum juga? Yaampun, loe manis banget kalo lagi senyum." Ujarnya, kaget.
Axelle mengembalikan raut wajahnya seperti semula, membuat Irene mendengus kesal.
"Ah, gak seru, cuman sebentar." Ujar Irene, membuat Axelle mengusap belakang lehernya gugup. "Sering senyum kek, pasti banyak yang suka."
"Saya gak senyum aja, banyak yang ngejar, apalagi kalo sering senyum." Celetuk Axelle, membuat Irene terdiam.
"Iya juga sih, tapi manis aja kalo loe senyum." ujar Irene, canggung. "Sini, deket gw!!"
"Gak gabung sama mereka?" Tanya Axelle, memilih untuk tak menuruti Irene.
"Loe sendirian disini, gw gak tega." Ujar Irene sambil meminum minumannya, membuat Axelle terdiam. "Hm, thanks ya?" Ujarnya, lagi.
"Buat?"
"Teh madu kemarin, loe yang bikin kan?" Ujar Irene, membuat Axelle menatapnya kaget.
"Tapi saya udah naruh itu di wastafel, saya..."
"Gw tau, Seulgi buat lagi pake madu yang mendadak ada disini." Ujar Irene, Axelle gugup dibuatnya.
"Sa-saya..."
"Hm, gimana kalo kita makan siang ini? Anggap aja sebagai tanda terimakasih gw ke loe, kalo loe mau sih." Ujar Irene, membuat Axelle menatapnya. "Kenapa? Loe gak mau?"
"Sa-saya..."
Axelle tampak berpikir keras, dia tak mau ikut, karna ia tak mau mencari masalah dengan para preman itu, tapi tak enak juga jika menolaknya.
Irene menatap Axelle yang masih diam, ia tersenyum. "Kalo loe keberatan, gw gak papa, mungkin lain kali." Ujarnya, terlihat kecewa.
"Sa-saya hanya... Maaf ya, Kak, mungkin lain kali." Ujar Axelle, membuat Irene menghela nafas.
"Ok, gak papa, gw ngerti." Ujar Irene, membuat suasana kembali canggung.
***
"Loe nolak ajakan makan dari Irene? Yang bener?" Ujar Bryan, tak percaya.
"Ya, gw gak mau cari masalah." Ujar Axelle, pelan.
"Loe bego banget, sumpah!! Itu kesempatan langka, Axelle. Loe pikir ada berapa banyak cowok yang pengen diajak Irene? Huh? Dan loe nolak dia gitu aja? Loe bener-bener ngecewain gw, padahal gw udah berusaha buat ngasih loe kesempatan."
"Gw kan mau tenang kuliah, gak mau lagi berhubungan..."
"Bahkan gw beli kacamata mahal buat Kak Irene cuman karna pengen loe deket sama dia." Ujar Bryan, kesal.
"Apa?"
Bryan dan Axelle segera menoleh, mereka menemukan Irene dan Wendy sedang berjalan di belakang mereka. Tadinya Irene ingin menyapa Axelle, Wendy juga heran melihat Irene buru-buru menghampiri kedua sahabat itu.
"Hai, Kak!! Kakak ngapain ada dibelakang kita?" Tanya Bryan sambil menyikut Axelle, mencoba memberi isyarat pada pria itu.
"Kakak ada perlu sama saya?"
Akhirnya Axelle berbicara, membuat Irene menatapnya tajam. Axelle berusaha tenang, tapi tatapan gadis itu sedikit mengganggunya.
"Iya, gw ada perlu sama loe." Ujar Irene sambil mengambil sesuatu didalam tasnya, lalu menyerahkannya pada Axelle. "Gw mau balikin kacamata yang loe kasih waktu itu, lewat Bryan." Ujarnya, membuat Axelle menatap Bryan tak mengerti. "Kayaknya bener, bukan loe yang ngasih ini." Ujarnya, tersenyum sinis.
"Maaf, Kak, ini hanya salah paham. Saya..."
"Loe gak perlu boong cuman buat lindungin temen loe, By. Gw juga gak mengharapkan apa-apa kok dari dia, gw udah maafin dia." Ujar Irene, tapi tatapannya tak beralih dari Axelle. "Dan buat loe, Axelle, loe gak perlu sok baik depan gw. Gw gak sebodoh itu, asal loe tau!!" Ujarnya, lagi.
"Ma-maaf?"
"Gw gak butuh kacamata itu, gw masih punya kacamata gw yang lama. Meskipun harganya gak semahal yang itu, tapi gw lebih suka makenya." Ujar Irene, tersenyum singkat. "Ayo, Wen!!" Ujarnya sambil menggandeng Wendy, mengajak pergi.
Wendy hanya mengikutinya, tanpa tau apa-apa. Ia merasa tak pantas ikut campur, ini urusan pribadi Irene yang sepertinya memang tak bisa ia campuri.
Bryan mengacak rambutnya, frustasi. "Loe gimana sih, Al? Ngomong dong, apa kek, masa cuman kayak gitu doang?"
"Ya, loe ngarepin apa? Gw boong gitu, kan udah gw bilang gak usah pake ginian segala." Ujar Axelle sambil menyerahkan kacamata itu ke tangan Bryan, lalu berjalan pergi.
"Al!! Axelle!! Terus gimana? Axelle!!" Panggil Bryan, tapi Axelle tak memperdulikannya.
Kan, gw jadinya gw yang ngerasa bersalah ngerusak hubungan mereka, aish, shit!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments