Punishment and Duty

"Kenapa kalian berantem didepan semua orang?" Tanya Stuart, kini Axelle dan Ryn ada diruang senat, di depan semua anggota senat yang ada disana. Bryan tak ada disana, dia terbukti tak ada hubungannya dengan perkelahian itu.

"Kita gak berantem, kita cuman ngobrol." Jawab Ryn, kepalanya terus menunduk dari tadi.

"Jelas-jelas kalian berkelahi, masih aja nyangkal. Jadi apa masalahnya? Cinta?" Tanya Gisel, dingin.

Axelle menghela nafas, Ryn menatapnya.

"Tak ada yang mau bicara?" Tanya Stuart sambil menatap tajam keduanya, pria itu seram kalo mode serius, Gisel aja sampai bergidik.

"Saya yang salah, saya tak pernah menghargai dia yang udah bikinin saya makanan." Jawab Axelle, akhirnya. Pria itu memilih mengalah, karna ia tak suka dikenal sebagai pembuat onar. Axelle mau hidupnya damai, gak penuh drama kayak gini.

"Makanan?"

"Bu-bukan, bukan saya yang bikinin." Jawab Ryn, membantah.

"Lalu? Kenapa kamu segitunya karna penolakan Axelle?" Tanya Gisel, penuh selidik.

"Hmm, saya gak suka aja." Ujar Ryn, pelan. "Saya udah dipermalukan waktu itu, saya gak mau yang lain juga dipermalukan sama dia."

Axelle menghela nafas, mencoba menahan emosi yang sudah berada diubun-ubun. Setelah ini, ia takkan ingin berurusan dengan makhluk barbar di sampingnya itu. "Saya minta maaf udah buat keributan, saya juga tak ingin terpancing. Tapi R-ryn, saya berhak menolak mereka, kan? Saya juga gak suka sama orang seperti itu, sok akrab memberi hadiah untuk orang asing."

"Oh ya? Tapi bagi mereka, loe istimewa. Lalu, apa hak loe gak bolehin mereka suka sama loe? Berasa loe manusia paling sempurna yang gak butuh orang lain, huh?"

"Loe cuman cemburu, Ryn." Ujar Axelle, membuat Ryn menatapnya tajam.

"Cemburu? Buat apa? Gak ada gunanya, lagian gw udah lupain perasaan gw ke loe!!" Ujar Ryn, kesal. "Gw udah gak suka sama loe, perasaan gw itu cuman sekilas karna loe keliatan cakep."

"Nah itu, gw gak mau sama cewek yang cuman bisa liat tampang gw doang. Ngerti, kan?" Ujar Axelle, tak mau kalah.

"Ya!! Kalian ini gak ngehormatin senat, ya?" Teriak Stuart, masih sempat-sempatnya berantem di depan senat yang bisa aja laporin mereka ke pihak kampus.

Axelle dan Ryn kembali diam, keduanya saling membuang tatapan.

"Lihat kalian ini, gw berasa deja vu deh." Celetuk Joy, tiba-tiba. "Kalian inget kejadian tahun lalu, gak?"

"Wendy?"

"Huh? Kenapa?" Tanya Wendy yang sibuk dengan makanan di depannya, emang si Wendy gak buang-buang kesempatan buat makanan, padahal kan itu punya orang, barang bukti lagi.

"Tahun kemarin loe sama Malik pernah kayak gini, kan? Terus loe di hukum, sejak itu juga kalian berantem." Ujar Joy, membuat Wendy tampak berpikir.

"Ya ampun, Joy, gw udah lupa!!" Ujar Wendy, kesal. Well, bukan tanpa alasan Wendy tak suka pada Malik yang juga anggota senat, hanya saja ia tak seaktif dulu, itu karna masalah pribadi. Wendy gak suka sama makhluk yang terlihat sempurna di luar, tapi ternyata begitu menyebalkan di dalam, tepatnya di hadapannya.

"Jadi, apa hukuman yang pantas buat mereka, Wen? Hukuman yang loe pernah jalanin dulu?" Tanya Joy, membuat Wendy menatapnya tajam.

"Gw gak mau inget, cari aja hukuman sendiri." Ujar Wendy, ketus.

"Saya dihukum? Bareng dia?" Tanya Axelle, memastikan.

"Ya, biar kalian akrab, sama kayak Wendy dan Malik waktu itu." Ujar Joy sambil menepuk pundak Wendy, membuat Wendy menghindarinya.

"Gw gak akrab sama makhluk 'sempurna' itu, Joy!!" Ujar Wendy, dia jadi marah-marah cuman inget sama masa lalu yang ingin ia lupakan seumur hidup itu.

"Ada apa nih? Ada yang ribut katanya?" Tanya seorang pria sambil berjalan masuk, lalu duduk di samping Irene yang sedari tadi diam.

"Ada orangnya tuh, Wen!!" Ujar Joy, membuat Malik menatap Wendy, pria itu melempar senyum manis ke arah Wendy yang dibalas judes oleh gadis itu. "Lik, loe inget nggak, hukuman loe waktu itu sama Wendy?" Tanyanya, setengah menggoda Wendy.

"Kita bahkan belum mutusin mereka dihukum atau nggak, loe aja yang emang suka banget godain orang." Gerutu Wendy, sebal.

"Hush!! Siapa tau mereka bisa kayak kalian berdua, so sweet kemana-mana." Bisik Joy, membuat Wendy menyikutnya pelan.

"Sakit, Wen!!" Ujar Joy, sebal.

"Ok, kita hukum mereka." Ujar Stuart, tatapannya tak bersahabat sedari tadi.

Uhuk!! Uhuk!!

Tiba-tiba Irene terbatuk, membuat semua perhatian mengarah padanya. Wendy yang duduk disampingnya segera mengambilkan air minum untuknya, wajah Irene pucat memang.

"Loe gak papa, Rene?" Tanya Gisel, khawatir.

"Gw gak papa, cuman agak serak dikit." Ujar Irene, tersenyum.

"Coba diperiksa." Ujar Stuart sambil menyuruh Joy menyentuh Irene, pasalnya gadis itu tak suka disentuh sembarangan.

"Hangat sih, dia harus istirahat." Ujar Joy, pelan.

"Kan udah gw bilang, jangan maksain." Ujar Wendy, kesal. Ia duduk diantara Malik dan Irene, membuat Irene bisa menyandar padanya.

"Aishh, terus gimana? Irene harus istirahat, kan?"

"Gw gak papa, proposal juga belum selesai." Ujar Irene, membuat Stuart menghela nafas.

Axelle menatap kepanikan yang tiba-tiba tercipta, datar. Sebenarnya ia ikut khawatir, tapi ia tak mau menunjukkannya, apalagi didepan Ryn yang nampaknya ingin balas dendam padanya.

"Loe mikirin kerjaan mulu emang..."

Dan mereka pun melupakan junior mereka yang tengah berdiri di hadapan mereka, membuat Axelle dan Ryn bingung mesti ngapain.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!