"Pagi, Axelle!!" sapa Ryn, saat menemukan pria itu tengah duduk di kursi taman yang masih sepi. "Kok berangkat sepagi ini?"
"Jangan deket-deket gw, sana!!" Ujar Axelle, dingin.
"Dihh, dingin amat, Pak. Gw juga gak mau kali deket-deket situ, berasa winter." Ujar Ryn, sebal.
"Yaudah, ngapain loe nyapa-nyapa gw? Gak usah sokap, gw gak suka sama loe!!" Ujar Axelle, galak.
"Gw juga gak suka sama loe tuh, aishh!!" Ujar Ryn sambil duduk cukup jauh dari Axelle, hanya beda satu kursi doang. "Kenapa loe gak ngejar Kak Irene semalam?" Tanyanya, kemudian.
Axelle hanya menatap bukunya, sepertinya ia serius tengah membaca buku.
"Ya!! Gw nanya, seengaknya jawab apa kek." Ujar Ryn, nih anak emang selalu bikin emosi deh.
Axelle malah mengambil headset didalam tasnya, lalu memasangnya ditelinga.
Ryn menghela nafas, berusaha sabar dengan tingkah Axelle yang memang selalu memancing emosinya, entah kenapa. "Ya!! Gw tau, loe pernah nyium Kak Irene di ruang senat." Ujarnya, tapi Axelle masih fokus pada bacaannya. "Gw rasa, loe suka sama Kak Irene. Gw bener, kan?" Tanyanya, lagi.
"Sok tau!!" Ujar Axelle, rupanya pria itu mendengarnya sedari tadi.
Ryn tersenyum, Axelle bisa dipancingnya. "Terus ciuman waktu itu apa artinya?" Tanyanya, tapi Axelle diam, ia masih saja menandai buku-buku itu. Ryn memutar matanya, ia pindah duduk disamping Axelle. "Yang semalam juga, loe lagi berantem ya sama Kak Irene? Kalian kok kompakan gitu, masang senyum kemana-mana, padahal..."
"Sok tau lagi." Ujar Axelle, membuat Ryn berdecak. "Loe salah orang, kalo mau ngomongin yang semalam."
"Lha, kenapa?"
"Loe kan bisa tanya orangnya, kenapa dia begitu? Bukannya loe akrab sama Rima, tanyain dia gih!!" Ujar Axelle, membuat Ryn menatapnya tajam. Ingin sekali Ryn merobek mulut pedas pria satu ini, tapi Ryn masih waras untuk tak melakukannya.
"Ya, abisnya... Ciuman itu..."
"Loe salah orang, itu bukan gw." Ujar Axelle, membuat Ryn menatapnya curiga.
"Gw gak buta lho, gw tau itu loe!!" Ujar Ryn, Axelle menatapnya. "Iya, kan? Ngaku gak loe?"
"Gw bilang bukan, ya bukan. Kepo banget sih, lagian gak ada urusannya juga sama loe." Ujar Axelle sambil beranjak dari kursinya, pergi meninggalkan Ryn yang terdiam di tempat.
***
"Kakak udah sembuh, kan?" Tanya Rima, khawatir. "Maaf ya, Kak, harusnya Rima kasih kuenya aja sama Kakak, Rima buatin kue lagi nih." Ujarnya, lagi.
"Gak usah, Ri, ngerepotin aja." Ujar Irene, tak enak.
"Gak papa kok, Kak. Tapi Rima pengen minta bantuan Kakak, boleh nggak?"
"Bantuan apa?" Tanya Irene, bingung.
"Tolong comblangin Rima sama Axelle, ah, nggak, deket juga gak papa kok." Ujar Rima, membuat Irene terdiam. "Axelle itu susah banget dideketin, katanya Kakak deket sama Axelle."
"Hah? Kata siapa? Kita cuman..."
"Kalo gak deket, terus kenapa Kakak dibantuin bikin proposal segala? Kalian ngerjain bareng, kan?" Tanya Rima lagi, membuat Irene menghela nafas.
"Dia kerjain sendiri, Ri, Kakak cuman sisanya." Ujar Irene, tersenyum. "Memang kenapa harus Axelle? Kamu beneran suka dia?"
"Dia keren, Kak, Rima suka, anaknya kayak pangeran, charming gitu." Ujar Rima, kekanakan.
Charming? Dingin begitu, dasar Rima...
Irene tak lagi fokus pada ucapan Rima, dirinya kembali terbayang Axelle, perlakuan manisnya, senyumannya... Ah, gimana gw bisa move on, kalo gw harus terus berhubungan sama Axelle?
"Kak, Kakak gak bisa bantuin Rima, ya?" Tanya Rima, pelan.
"Bukan gitu, Ri, Kakak lagi banyak kerjaan." Ujar Irene, sedikit berbohong tak apa kan? "Kakak gak ada waktu buat ngurusin hal begituan." Ujarnya, tersenyum. "Kamu ambil aja kuenya, Kakak harus buru-buru, ditungguin." Ujar Irene sambil menyerahkan kuenya kembali, lalu berjalan pergi, meninggalkan Rima yang tak mengerti, karna untuk pertama kalinya Irene menolak permintaannya.
***
Axelle berjalan menuju ruang loker, ingin menaruh buku yang dibawanya. Lagi-lagi ia menghela nafas, berbagai kertas tak berguna itu masih saja disana. Jumlahnya juga tak sedikit, padahal Axelle selalu membuangnya ke tempat sampah.
Axelle mengambil salah satunya, lalu membukanya. Ia menyandarkan tubuhnya ke loker itu sambil membaca surat yang isinya hanya omong kosong untuk Axelle, ia tersenyum sinis. Ia pun melipat kertas itu, merubahnya menjadi pesawat kertas yang biasa ia buat ketika disekolah dasar. Axelle menatap pesawat itu, lalu menerbangkannya.
Wush...
Pesawat yang Axelle terbangkan terjatuh tepat didepan kaki seseorang, Axelle segera pura-pura berbalik dan menutup lokernya. Ia bergegas pergi, sebelum orang itu memanggilnya. Axelle benar-benar tak sengaja, tapi kenapa pesawatnya harus terjatuh tepat didepan kaki orang itu. Aish, mau ditaruh dimana wajah Axelle?
Saat Axelle pergi, orang itu mengambil pesawat kertas itu. Ia akan memanggil pria itu, tapi ia teringat masalah yang tengah mereka hadapi. Irene, gadis itu, menatap pesawat kertas itu, lalu membukanya.
Aku menyukaimu, mencintaimu, merindukanmu...
~Your Hidden Love~
Hanya satu kalimat, tapi mampu membuat Irene menutup mulutnya, kaget. Kertas itu digenggam Irene, ia mencoba untuk mengendalikan dirinya. Irene tau, ini bukan tulisan Axelle, ini tulisan salah seorang gadis yang begitu menyukai Axelle. Tapi kenapa, kenapa kata-katanya begitu tepat? Kenapa kata-katanya itu seolah mewakili perasaannya? Andai saja itu Axelle, mungkin ia akan memilih berlari memeluk pria itu, memberanikan diri untuk mengatakan hal yang sama.
Andai saja... Tunggu dulu, jadi dia mencintai Axelle?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments