Bryan baru saja keluar dari kelasnya, ia mengambil ponselnya yang sedari tadi ia silent. "Tuh bocah kemana lagi? Kok gak ngechat gw?" Gumamnya, sebal. Pria itu menatap sekelilingnya, tapi tatapannya terhenti pada seorang gadis mungil yang berdiri tak jauh darinya, menatapnya dengan senyuman manis.
"Hai, By!!" Sapa Yeri, gadis itu, terkekeh pelan.
Bryan menatap Yeri, tak mengerti apa yang sedang ia tertawakan. "A-apa ada yang aneh?"
"Hmm, Rima cuman nyoba akrab sama kamu, seperti Axelle. Axelle kan manggil Bryan seperti itu, Rima mau juga jadi temennya Bryan."
Nih anak kesambet apa gimana?
Bryan menghela nafas, lalu menatap ponselnya kembali. "Ada apa? Nyari Axelle?"
"Tadinya, tapi kamu baru keluar kelas." Ujar Rima, tatapannya terlihat kecewa.
"Gw gak bareng dia, dia ngilang seharian ini. Nih, dia gak ngechat gw, jahat kan?" Ujar Bryan, sebal.
Rima terdiam, ia menghela nafas. "Kenapa susah banget buat deket sama Axelle, sih?" Ujarnya, tanpa semangat. "Padahal Rima udah baik, ngasih kue, tapi dijutekin mulu." Ujarnya, lagi.
Bryan menatap Rima, sebenarnya ia iba juga pada gadis yang terlihat polos itu, apalagi Rima anak orang kaya yang kemungkinan semua keinginannya bisa terpenuhi. "Loe suka apa dari Axelle?"
Rima menatap Bryan, matanya menyipit. "Kalian kenapa sih? Suka banget nanyain Rima, kenapa suka Axelle? Emang Rima keliatan gak tulus buat Axelle?"
"Bukan gitu, Ri, cuman... Gw penasaran aja. Axelle temen gw juga, kan?" ujar Bryan, membuat Rima menunduk. "Kalo gak mau jawab juga gak papa, toh gw cuman iseng nanya." Ujarnya, lagi.
"Hmm, Rima suka aja, sama Axelle." Ujar Rima, penuh senyuman.
"Suka? Gak ada alasan lain?" Tanya Bryan, Rima hanya menggelengkan kepalanya. Bryan tersenyum, lalu kembali menatap sekelilingnya. "Eh, ada pengumuman." Ujarnya sambil menunjuk papan pengumuman, keduanya segera menghampirinya. "Soal kemping, ya? Diadain di kampus?"
Rima membaca pengumuman itu, tiba-tiba ia tersenyum. "Bryan mau bantu Rima, nggak?"
Bryan menatap Rima, bingung. "Bantuin apa?"
"Rima pengen lebih deket sama Axelle, Bryan mau bantu ya?" Ujar Rima, sedikit menampilkan puppy-eyes yang biasanya ampuh untuk pria lain, selain Axelle.
"Mending nyerah deh, Ri, gw saranin aja." Ujar Bryan, pelan. "Axelle itu keras, dia gak gampang luluh anaknya, apalagi dikasih hadiah kayak gitu."
"Rima Gak mau nyerah, Rima cuman mau deket Axelle doang kok, sekedar disapa sama dia juga gak papa." Ujar Rima, pelan. "Bryan bantuin, ya?"
Bryan menghela nafas cukup keras, ia mengangguk pelan. "Jadi loe punya rencana?"
Rima mengisyaratkan Bryan untuk mendekat yang dituruti pria itu, lalu ia berbisik menceritakan rencana yang baru saja ia dapat.
***
Irene menghampiri Axelle yang tengah membaca di perpustakaan, telinganya tersumpal headset yang sekarang memang sering Irene lihat berada disana. Dia memang cari penyakit, udah mata minus, telinga pake sumpelan begituan lagi, Irene lama-lama gemas juga.
Axelle menyadari kehadiran Irene, tapi ia tetap membaca. Aishh, ditaman ada cewek barbar, disini ada si primadona. Kenapa hidup gw gak bisa tenang?
Irene menyodorkan kertas yang ada digenggamannya, pesawat kertas yang tadi diterbangkan Axelle. "Punya loe, kan?" Tanyanya, lagi.
Axelle menatap sekilas kertas itu, lalu menghela nafas. "Saya lagi baca, gak bisa diganggu." Ujarnya, dingin dan sedikit menusuk.
Irene menghela nafas, mencoba bersabar dengan semua tingkah dingin yang ditunjukkan Axelle. "Gw cuman mau balikin ini, kan ini punya loe!!" Ujarnya, lagi.
"Itu bukan punya saya, itu punya orang lain. Balikin aja sama yang punya, saya gak butuh!!" Ujar Axelle, membuat Irene menatapnya kesal.
"Ya gw gak tau siapa yang punya, orang ini loe yang terbangin." Ujar Irene, kukuh.
"Yaudah, buang aja." Ujar Axelle, tak mau kalah. "Aishh, gak bisa liat orang tenang aja." Ujarnya sambil beranjak pergi, meninggalkan Irene yang tak percaya bahwa Axelle menganggap dirinya penganggu. Axelle keluar dari perpustakaan, tapi langkahnya terhenti kala ia merasakan tatapan tajam dari arah belakangnya. Axelle menoleh, disana Irene menatapnya dengan murka.
Ok, dia cari masalah lagi.
Axelle menghela nafas, lalu menghampiri Irene yang masih menatapnya tajam. Tidak, mata itu berkaca-kaca saat Axelle melihatnya dari dekat. "Ayo bicara!!"
Tanpa perlawanan, Irene ditarik begitu saja oleh Axelle ke tempat sepi, yang tak ada orang.
Axelle menghentikan langkahnya, ia berbalik menatap Irene. "Saya mau balikin kacamata Kakak, ini udah jadi milik Kakak." Ujarnya, tangannya menyodorkan kacamata yang diam-diam selalu ia genggam itu. Jujur saja, Axelle hampir tak bisa mengendalikan diri kala ia menarik tangan Irene tadi.
"Gw udah bilang, gw gak butuh." Ujar Irene sambil melipat tangannya didepan dada, membuat Axelle menghela nafas.
"Kakak suka sama kacamatanya, kan? Saya lihat Kakak sering make ini, saya cuman gak tau ini ternyata dari Mingyu." Ujar Axelle, tapi Irene membuang muka.
"Kacamata gw masih bagus, suruh Mingyu simpen aja buat ceweknya." Ujar Irene, tapi tatapannya sesekali melirik kacamata itu.
"Cewek dia gak suka pake kacamata, seingat saya." Ujar Axelle, datar. "Ya, kalo Kakak gak mau, bakal saya buang."
Irene memutar matanya, ia menyerahkan kertas yang digenggamnya sedari tadi. "Sekalian ini, loe buang aja." Ujarnya, lalu ia berjalan pergi.
Axelle terdiam, ia menatap remasan kertas itu, membukanya perlahan. Ia menghela nafas, pelan.
Apa sih yang diinginkannya? Semuanya hanya omong kosong, tak ada yang benar-benar bisa diharapkan.
Axelle meremas kertas itu, lalu membuangnya ke tempat sampah. Axelle berjalan pergi sambil menggenggam kacamata itu, tak ada niatan sedikitpun untuk membuang kacamata itu. Setidaknya kacamata ini bisa ia miliki, ketika sang pemilik tak bisa ia genggam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments