Your Eyes

Axelle menatap bukunya, sesekali ia membenarkan letak kacamatanya yang terus melorot, tak bisa diam. Ia menulis sesuatu di catatannya, saat ia merasa ada hal yang penting disana. Tapi Axelle tak bisa tenang, ia menghela nafas berkali-kali seolah ada yang menganggu pikirannya. Jelas-jelas disana ia seorang diri, sedang belajar, lebih tepatnya menenangkan diri. Axelle menatap soal matematika yang sedang ia kerjakan guna mengusir sesuatu yang terus berputar dikepalanya, tapi tetap saja, ia tak bisa menyingkirkannya.

Kenapa, sih? Ada apa sama gw? Kenapa gw gak bisa konsentrasi ngerjain ini doang? Aish!! Kenapa juga...?

Axelle menghela nafas, ia menutup bukunya dengan kasar. Ia beranjak dari meja belajarnya, lalu berbaring diranjangnya sambil menatap langit-langit kamarnya, berharap tidur dengan cepat hari ini. Tapi tak bisa, ia sudah terbiasa tidur melewati tengah malam untuk belajar, ia tak bisa tidur kalau belum tengah malam. Axelle hanya menggerakkan tubuhnya, berusaha mencari posisi ternyaman untuk berbaring.

Tiba-tiba pintu terbuka, Bryan berdiri disana. Axelle hanya memutar matanya, memahami kebiasaan pria itu yang tak mau mengetuk pintu, padahal sudah berkali-kali Axelle peringatkan padanya untuk itu.

"Al, loe udah tidur? Tumben, gak belajar?" Tanya Bryan, pelan.

Axelle menoleh, lalu beranjak duduk diatas ranjangnya. "Ada apa?" Tanyanya, datar.

"Loe masih marah soal yang tadi? Gw minta maaf, kalo loe gak terima gw boongin Kak Irene." Ujar Bryan, ia duduk dikursi dekat meja belajar Axelle.

"Lupain aja, toh bukan masalah besar." Ujar Axelle, mencoba tersenyum.

"Gw tau, loe gak bisa tidur, loe gak bisa belajar. Loe mikirin Irene, kan?" Tanya Bryan, membuat Axelle tersenyum sinis.

"Buat apa gw mikirin tuh cewek? Gak ada gunanya juga, toh semua urusan gw sama dia udah selesai, kita hanya sekedar junior dan senior, hukuman gw juga sebentar lagi selesai, gw gak bakal ketemu dia lagi."

"Loe sedih?"

"Udah gw bilang gak ada gunanya, gw udah gak mau terjebak sama dia lagi." Ujar Axelle, pelan. "Gw gak papa kok, By, kalo loe ngerasa bersalah."

"Tapi hubungan loe sama Kak Irene sedang membaik, tapi gw hancurin itu semua." Ujar Bryan, membuat Axelle menghela nafas.

"Gak ada yang membaik, gak ada yang memburuk. Loe udah berusaha bantuin gw, harusnya gw berterimakasih sama loe. Bukannya gak tau diri dengan marah sama loe..."

"Loe gak bisa nyembunyiin apapun dari gw, Al. Gw kenal loe, gw bisa ngitung orang yang bisa bikin loe sampe gak bisa belajar kayak gini."

"By, gw cape!! Gw mau istirahat..."

"Jangan menghindar, Al. Waktu gw liat ketertarikan Kak Irene sama loe, gw bisa tau, kalian udah saling suka."

"Pemikiran loe childish banget, ini bukan drama korea yang sering cewek loe tonton, By." Ujar Axelle, Bryan terdiam. "Kalo loe ngertiin gw, tolong biarin gw istirahat malam ini. Gw cape banget, By."

"Ok, maaf udah gangguin loe! Ini punya loe, gw kasih buat loe!! Kalo loe mau, loe bisa kasih ke Irene sendiri." Ujar Bryan sambil melempar kacamata itu kepangkuan Axelle, lalu ia beranjak pergi, meninggalkan Axelle yang terpaku pada kacamata itu.

Entah kenapa bayangan Irene yang memakai kacamata itu seketika datang, membuat Axelle menutup matanya. "Kenapa harus kayak gini sih? Mata loe, kenapa mata loe begitu membekas sih, Kak?"

***

Irene menghirup udara dingin malam itu, keadaannya sudah membaik hingga ia bisa berangin-angin kembali. Irene tersenyum, kala melihat langit yang malam itu dipenuhi oleh bintang. Jarang sekali ia bisa menemukan langit seperti itu, sepertinya langit juga ingin menghiburnya malam ini.

"Rene, masuk, loe masih sakit!!" Ajak Wendy, membuat Irene menatapnya.

"Gw gak papa, Wen, malam ini sayang banget buat dilewatin." Ujar Irene, tersenyum.

Wendy hanya menghela nafas, ia memahami kekeraskepalaan Irene, jadi ia lebih memilih mengalah. Dirinya mengambil teh madu yang dibuatnya, lalu membawanya untuk diberikan pada Irene. "Nih, loe masih sakit, tetep aja bandel."

"Thanks, Wen." Ujar Irene, tersenyum. "Maaf udah ngerepotin loe sama temen yang lain, gw gak bakalan sakit lagi kok."

"Sakit itu wajar, Rene, serem kalo gak sakit, kayak bukan manusia." Ujar Wendy, membuat Irene tertawa pelan. "Seenggaknya loe bisa tau, kalo kita semua khawatirin loe!!" Tambahnya, lagi.

"So sweet banget sih kalian, gw jadi terharu." Ujar Irene, senyumannya terlihat aneh.

"Axelle?"

"Ha?"

"Loe mikirin dia kan, sedari tadi? Sejak kejadian itu, loe bengong terus. Btw, akhir-akhir ini loe emang sering bengong sih." Ujar Wendy, membuat senyuman Irene menghilang.

"Gw gak mikirin dia, ada banyak hal penting yang harus gw pikirin dibanding dia." Ujar Irene, nadanya terdengar sebal, tapi matanya terlihat sedih.

"Sejak kapan loe suka sama dia?" Tanya Wendy, sedikit mendesak Irene.

"Suka? Sama siapa?"

"Sama Axelle, Ren, gak usah pura-pura sok polos deh. Gw denger loe ngajak dia makan, ah, tepatnya kami denger itu semua." Ujar Wendy, tersenyum.

"Loe nguping?"

"Nggak, emang kedengeran kok." Ujar Wendy, membuat Irene menatapnya tajam. "Iya, kita nguping, penasaran juga sih." Ujarnya, lagi.

"Gw cuman sekedar ajak dia makan, pure, cuman gitu doang." Ujar Irene, membuat Wendy menatapnya penuh godaan. "Sekedar berterimakasih aja sih, dia udah bantuin gw." Ujarnya, lagi.

"Tapi loe kedengeran kecewa waktu dia nolak." Ujar Wendy, lagi.

"Yaampun, Wen, gw lagi marah sama dia, elah!!" Ujar Irene, sedikit kesal.

"Marah? Kalo loe marah, justru gw makin curiga." Ujar Wendy, membuat Irene menautkan alisnya. "Loe jarang nunjukkin emosi ke yang lain, kita bahkan gak bisa nebak loe lagi seneng, marah, sedih. Tapi didepan Axelle, loe nunjukin perhatian loe."

"Sebagai senior, ya gw harus..."

"Bukan sebagai senior, Irene!! Yang kita liat, loe beneran tertarik sama dia. Coba loe pikir, Kak Suho yang bertahun-tahun ngejar loe, loe gak mau deket-deket sama dia. Sedangkan Axelle, 'sini, duduk deket gw!' apa-apaan itu? Kalo didenger yang lain, apa mereka gak bakal salah paham?"

"Yaampun, itu cuman... Gw..."

"Jujur sama gw, loe suka sama dia kan?" Tanya Wendy, mendesak.

"Wen, gw lagi marah sama dia, jangan bikin gw lupa." Ujar Irene, Wendy menghela nafas kasar.

"Loe kecewa, bukan marah, Rene!!" Ujar Wendy, membuat Irene terdiam. "Marah sama kecewa itu beda, ngerti gak sih?"

Irene terdiam, ia menunduk. "Gw... Gak tau..."

Wendy terdiam, lalu menghela nafas. "It's ok, gw gak bakal maksa loe buat jawab. Gw ngerti, maafin gw!!" Ujarnya sambil memeluk gadis dihadapannya itu, Irene hanya terdiam.

Gw gak tau, kenapa gw bisa semarah ini sama dia? Tapi gw emosi, waktu inget matanya yang seolah emang gak ada niatan buat minta maaf sama gw.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!