"Axelle, loe baru dateng?" Tanya Sean, membuat yang lain menyadari kedatangan pria kurus itu bersama Bryan, sahabatnya.
"Ryn sama Rima aja udah disini, noh!!" Ujar Kai sambil menunjuk meja para gadis, Axelle menangkap tatapan Irene tertuju padanya, tapi gadis itu segera memalingkan wajahnya.
"Maaf, Kak, ada sedikit urusan." Ujar Bryan, tersenyum kikuk. Pasalnya ia mengenal mereka sebagai preman kampus, jadi harus jaga sikap dan omongan.
Tiba-tiba Stuart berdiri, membuat yang lain menatapnya. "Acara makan kali ini, gw yng bayar. Gw cuman mau bilang makasih sama Axelle yang udah bantuin Irene bikin proposal, bantuin kita juga di senat, sekaligus perpisahan. Karna mulai besok, Axelle tak di hukum lagi."
Mereka semua bersorak, kecuali Irene yang tampak tak bersemangat dengan acara makan ini. Gadis itu hanya menatap minumannya, tanpa nafsu.
Axelle tersenyum, saat yang lain mulai menjabat tangannya untuk berterimakasih. Ia menengok Irene yang tengah duduk bersama yang lain, ia merasa Irene sedang balik menatapnya, tapi ternyata tidak, atau hanya perasaannya saja?
Axelle berusaha fokus dengan acara makan-makan yang memang berlangsung cukup seru itu, tapi pikirannya tak bisa terlepas dari Irene yang masih terlihat tak bersemangat. Meskipun beberapa temannya berusaha berbicara padanya, sepertinya hal itu tak ditanggapinya dengan serius.
"Al, setelah ini, kita karaoke bareng!!" Ujar Sean, emang dia yang paling semangat dari tadi. Ya kapan lagi Stuart bisa mentraktirnya, pria itu terlalu sibuk dengan praktek dan jadwal kuliahnya yang memang cukup padat, maklum calon dokter di salah satu rumah sakit terbesar milik orangtuanya.
"Eh, tapi Kak, saya gak bisa sampe tengah malam. Saya harus belajar..."
"Hah? Belajar? Bocah ini... Ini tuh malem Minggu, ngapain belajar? Mending loe mojok sama Rima dah, lebih asik."
"Saya gak ngerti maksud Kakak, maaf." Ujar Axelle, polos.
Bryan hanya tertawa dibuatnya, Axelle menatapnya kesal. "Mojok itu pacaran di pojokan, Al. Masa gak ngerti?" Ujarnya, membuat Axelle menatapnya tajam.
"Dia gak pernah pacaran, Bry?" Tanya Kai, bingung. Manusia sepolos ini dapet nemu dari mana si Bryan?
"Pacaran, sama bukunya di rumah." Ujar Bryan yang langsung disambut dengan tawa cukup keras, membuat para gadis disana menatap mereka penasaran.
"Heh, sekali-kali pacaran sama orang, Al." Ujar Chen, Axelle hanya tersenyum menanggapinya.
"Kayak Stuart yang pacaran sama Irene dong, kan keliatannya normal." Sambung Bayu, membuat Suho tertawa.
"Nggak, kalian salah paham, Irene itu gak pacaran sama gw." Ujar Stuart, tersenyum.
"Mereka pacaran, jangan percaya sama sikap Irene yang sok jual mahal." Bisik Chen, membuat Axelle terdiam.
"Gak mungkinlah, cowok sempurna kayak loe gak disukain cewek, apalagi kalo cuman Irene mah." Ujar Sean, membuat yang lain menyetujuinya.
"Kalian jangan bikin gw makin besar kepala buat dapetin Irene dong, ah, gw malu depan junior." Ujar Stuart, tersenyum lagi.
"Gak papa, kan emang loe gak tertandingi." Ujar Kai, membuat yang lain tertawa mendengarnya.
Bryan terdiam, ia menatap Axelle yang masih memasang senyum di bibirnya. Axelle terlihat berusaha keras untuk mengikuti alur pembicaraan, Bryan tau dia sedang dipojokkan, bahkan mungkin Axelle juga merasakannya, pria itu lebih peka dari yang terlihat. Tapi dia berusaha menyembunyikannya dengan baik, meskipun Bryan bisa melihat kerlingan aneh dimata pria itu. Bryan lagi-lagi merasa bersalah, semua ini karna dirinya.
***
Irene menatap makanannya, tak nafsu. Awalnya ia tak ingin ikut, karna ia tau acara makan-makan ini untuk Axelle, pria itu pasti datang. Tapi karna teman-temannya memaksa, Irene jadi ikutan. Irene menghela nafas berat. Bukan kebetulan, Axelle tak bertemu dengannya hari ini, Irene beberapa kali hampir berpas-pasan dengannya, tapi Irene memilih kembali untuk menghindar. Entah apa yang dia lakukan, Irene hanya malas bertemu dengan pria bermata tajam itu. Tapi pada akhirnya ia harus bertemu dengan Axelle disini, meskipun tidak secara langsung. Tapi tetap saja rasanya berat, Irene mencoba untuk tenang sedari tadi.
"Rene, makan dong!!" Ujar Joy, membuat semua tatapan terfokus padanya.
"Loe sakit lagi, Rene?" Tanya Wendy, khawatir.
"Gw gak papa, Wen, gw masih kenyang." Ujar Irene, tersenyum sekilas. "Tau gini, harusnya gw cuman pesen minum." Ujarnya, lagi.
"Kakak lagi diet?" Tanya Rima, membuat Irene menatap sepupunya itu.
"Yaa, sedikit." Jawab Irene, asal.
"Nih, siapa tau mood Kakak baik makan nih kue." Ujar Ryn sambil menyodorkan bingkisan kue yang sedari tadi teronggok dibawah mereka.
"Ryn, itu kan..."
"Kak Irene lebih butuhin, gak bosen apa ngasih ke manusia salju itu?" Ujar Ryn, membuat Rima mengerucutkan bibirnya. "Gak dihargai juga, ngapain cape-cape bikin?" Ujarnya, lagi.
"Gak papa kok, Ryn. Itu kan punya Axelle, gw udah biasa makan juga." Ujar Irene, tersenyum.
Ryn menghela nafas pelan, ia sadar betul, senyuman itu tak berasal dari hati Irene. Ryn menatap Axelle yang juga tersenyum, ia tersenyum sinis. "Rupanya begitu, kayaknya gw tau masalahnya apa." Gumamnya, membuat Rima yang duduk disampingnya menatapnya. Ryn menghela nafas, kala ia mengingat kejadian tempo hari. Ciuman itu, apa Irene gak sadar kalau Axelle menyukainya? Apa Irene juga menyukai Axelle? Lalu, bagaimana dengan Rima? Apa dia bisa menerimanya? Lalu, gimana sama dirinya?
Irene melirik Axelle yang masih saja tersenyum, miris sekali dirinya. Hanya ia yang memikirkannya, hanya ia yang berharap, hanya ia yang tak bisa melupakan pria itu. Dari awal memang dirinya yang salah telah terjebak dalam tatapan tajam itu, dirinya yang salah karna terlalu penasaran dengan pria itu, dirinya yang terjatuh pada pesona pria itu terlalu dalam. Sekali lagi, Irene tersenyum miris. Payah sekali dirinya, hanya karna menemukan seorang pria yang tak jatuh pada pesona yang ia miliki, ia begitu lengah hingga terjatuh dengan mudahnya. Harusnya ia senang dong, menemukan pria seperti itu adalah salah satu hal yang langka. Setidaknya kado-kado yang sering ia terima berkurang, ia tak perlu bermanis ria, ia tak perlu menjadi orang lain, harusnya... Lagi-lagi Irene merasa aneh pada dirinya sendiri, ini bukanlah dirinya.
"Rene, loe kenapa?" Tanya Gisel, saat Irene malah memegang kepalanya, seolah terasa berat.
"Ah, gw sedikit pusing." Jawab Irene, asal. Dia sebenarnya tak mau membuat yang lain khawatir, tapi kepalanya memang cukup berat. Bukan karna sakit, tapi karna pikirannya yang bercabang. Bohong, Irene hanya sedang memikirkan Axelle, dia yang membuat Irene bingung. Harusnya Axelle tanggungjawab, bukannya tersenyum innocent seperti itu. Lagipula, sejak kapan pria itu suka tersenyum? Kan, Irene jadi makin gak bisa lupa sama dia!!
"Rene!!"
"Gw gak baik-baik aja, Wen!!" Gumam Irene, membuat Wendy terdiam. "Maaf, gw mau pulang." Ujarnya sambil mengambil tasnya, lalu beranjak pergi.
"Rene!! Irene, bareng!!" ujar Wendy sambil bergegas mengikuti Irene, membuat Joy dan Gisel saling berpandangan, lalu ikut menyusul keduanya.
Stuart ikut beranjak dari duduknya, kaget melihat Irene tiba-tiba pergi. "Gw duluan, ya!!" Ujarnya sambil bergegas mengambil tasnya, lalu berlari menyusul mereka.
"Kenapa?" Tanya Rima, bingung.
Ryn menghela nafas, ia menatap Axelle yang terlihat kaget, saat Irene pergi begitu saja. Ia tersenyum sinis, ia akan menunggu apa yang akan Axelle lakukan setelah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments