JURNAL V: KAMIL; SELAMAT DATANG

“Aku tahu engkau mendengarku. 

“Perhatikan baik-baik.

“Engkau yang melakukan ini padaku. Engkau yang memilih cara ini demi mendapatkan kursimu.

“Aku belum ingin engkau mati. Aku tidak akan membiarkan engkau mati…, untuk sekarang.

“Aku akan mendampingimu selama perjalanan ini.

“Aku memastikan engkau didampingi kesengsaraan.”

“HHHAAAHH!!! HHAH! B-bern…

“Berna…”

“Tenang Pak Kamil. Tenang. Hirup ini Pak, Oksigen Portabel.

“Sepertinya masih ada sisa-sisa gas di goa ini.”

Apa yang terjadi tadi?

Ingatan saya begitu buram.  Saya mengingat ada bentuk seseorang. Orang itu tidak memiliki wajah. Dia berkata sesuatu, tetapi suaranya bagai gelembung air yang menggetarkan udara.

Hanya satu gambaran yang saya ingat dengan jelas. Ia menghunuskan tangannya ke jantung saya, membangunkan saya.

“Bernard! Kau sedang apa?!” seru rekan Rescue. “Pasangkan Masker gas Pak Kamil!”

“Sabar!” teriak Bernard. “Beliau memerlukan oksigen! Detak nadi beliau menurun!

“Kalau sampai terjadi apa-apa dengan beliau, kamu mau tanggung jawab Zaky?!”

Rekan Rescue itu tidak menjawab. Ia mengalihkan perhatiannya kepada dinding goa ini. Seiring tangan kirinya mengudara, ia berkata, “Yang penting maskernya kau pasang setelah kau selesai menangani beliau Benard.”

Ia melanjutkan meraba pada dinding goa. Tangannya melompat tidak beraturan, mencari suatu tanda. Dia bergumam, tetapi suarannya terdengar keras karena gaung goa. “Ini tidak masuk akal.”

Saya beranjak dan bergegas melangkah padanya saat mendengar gumaman itu. “Apa yang anda maksud dengan ‘tidak masuk akal’?”

Dia hanya bisa menatap kosong kepada saya. Tangannya tergantung lemas hingga ia hampir melepaskan detektor gas pada tangan kanannya. Ia hanya bisa berucap, “Semuanya…

“Semuanya tidak masuk akal Pak.”

Ia kemudian melangkah laju kepada saya, kedua tangannya mengepal erat dengan tangan kanan meremas detektor gas.

“Bapak bisa mencium aromanya kan? Aroma gas metana yang pekat di ruangan ini?” tanyanya dengan wajah begitu intens, begitu dekat dengan wajahku.

“I-iya, saya menciumnya,” balasku canggung.

“Kalau begitu, mengapa?” tegasnya khawatir seiring mengangkat dan menunjuk pada angka meteran gas ke hadapan wajah saya. “Mengapa angkanya nol?!

“Metana bukan. Gas alam lainnya pun bukan.”

Bernard kemudian menyanggah, “Mungkin kita hanya mencium sisa aroma saja Zaky. Jadi, alat kita tidak bisa melacaknya.”

“Bernard…, jika itu saja temuannya, aku mungkin akan setuju denganmu. Tetapi, tidak hanya itu kejanggalan di goa ini.

“Perhatikan dinding itu,” lanjutnya sambil melangkah ke arah dinding. Dia menunjuk kepada empat parit sejajar dan saling bersilangan satu sama lain. “Aku kira ini nat…”

Suara Rekan Rescue itu memburam. Warna gelap kecokelatan goa ini perlahan luntur menjadi warna hitam dan putih. Saya merasakan perut dan hati seperti terjun ke dalam lubang hitam yang dingin.

Saya melihat mereka. Mereka mengais pada dinding, mencari jalan keluar, hanya untuk kembali ke lorong ini.

Nama saya tiba-tiba dipanggil. “Pak Kamil, paritan ini adalah…”

Rasa takut memutus semua indera saya. Saya tidak bisa mendengar apa yang diucapkan Rekan Rescue Zakarias. Saya terpaku pada apa yang saya lihat, melelehnya wajah ia.

Mata Zakarias perlahan meleleh dari sekatnya. Sebuah cairan kental mengalir perlahan mengikuti lika-liku wajahnya. Cairan yang sama pun menetes dari filter masker gas yang ia pakai.

Saya mencoba mengalihkan perhatian dengan melihat Rekan Rescue lainnya. Keputusan itu sangat buruk. Saya menyaksikan tubuh Rekan Rescue itu dipatahkan secara perlahan. Tidak ada orang yang mematahkan tulangnya. Tidak ada makhluk yang menyentuh dia.

Kemudian, ia hanya terdiam, menopang tubuhnya dengan empat kaki bagai meja. Kepalanya berputar perlahan bagai jarum detik jam dan mendekat kepada saya.

Suaranya serak, mengikis mental saat ia berkata, “I…ni…, a…k…u. Ka…m…i a…kan… be…bas…”

“PAK KAMIL!”

Warna kembali terlihat oleh mata saya seiring sebuah wajah segar di hadapan wajah.

“Bapak kenapa Pak? Anda tiba-tiba bertingkah gegabah, mengayun tangan tanpa arah.”

“Hah? Benarkah? Sa…, saya tidak tahu. Yang saya ingat hanya…,

“Saya tidak ingat apa-apa?”

Bernard hanya bisa menatap khawatir. Ia pun menoleh kepada rekannya. “Sepertinya kita harus membawa Bapak ke atas.

“Zaky! Kamu bisa kan meneruskan investigasi ini sendiri?!”

“Aman!

“Padahal memang biasanya aku ditinggal sendiri…” gumamnya kesal.

“Farid, pa –”

“Pak Farid, saya akan pastikan ada surat PHK di atas meja anda jika kamu membuat panggilan itu!” seru saya.

“Tapi Pak?!”

“Tidak ada tapi Pak Bernard! Saya sudah merisikokan karir saya dengan memutuskan memimpin S.A.R. ini dan saya akan menyelesaikannya!

“Titik!”

“Baiklah Pak,” balas Bernard. “Jadi selanjutnya bagaimana?”

“Pak Zakarias, anda mengatakan apa tentang goa ini?”

“Goa ini buatan manusia Pak! Jejak pada dinding menunjukan ada tanda-tanda sejumlah orang mencoba mengais batuan ini dengan tangan sendiri.”

“Artinya, ada sejumlah orang yang telah bertahan hidup di goa ini.”

“Benar Pak.”

“Tapi Pak?” sanggah Bernard. “Sudah puluhan tahun berlalu. Adakah orang bisa bertahan selama itu di goa pengap ini?!

“Apakah mungkin itu jejak hewan Zaky?”

“Tidak mungkin!” tegas Zakarias. “Kalau jejak ini milik tikus tanah, tikus tanah itu memiliki ukuran sama dengan manusia.

“Kalaupun ini jejak beruang, paritan ini terlalu lebar untuk jadi jejak cakar beruang.”

“Saya tidak tahu apakah yang dikatakan Pak Zakarias benar atau tidak. Tetapi, jika ia benar bahwa ada sejumlah orang selamat, kita bertanggung jawab untuk mengembalikan mereka kepada keluarganya.

“Saya tidak mau keputusan kita menjadi beban mental buat saya dan beban finansial.”

“Baik Pak!”

***

Kami telah merapel turun sejauh empat lantai. Setiap lantai yang kami eksplorasi, kami menemukan hal-hal yang sama. Sebuah dinding penuh cakaran manusia. Aroma gas metana tanpa ada sumbernya.

Kami akhirnya mengambil waktu untuk beristirahat. Termos air tertata di atas tanah beserta sejumlah kue kering yang telah dibuka.

Pak Zakarias duduk sedikit jauh dari kami. Ia menguraikan temuan investigasi ini pada kertas di atas papan jalan dan menghamparkannya pada tanah.

Kemudian, dengan jarinya, ia menarik ‘benang merah’ di atas debu tanah, menghubungkan masing variabel. “Ada yang hilang dari temuan-temuan ini,” gumamnya.

“Jika mereka…, hm…”

“Pak Zakarias!” seru saya. “Mungkin akan lebih baik jika Bapak ikut beristirahat, memberi waktu untuk otak Bapak mengolah data.”

“Bisa nanti saja Pak. Sekarang, saya sedang mengendarai momentum.

“Izin untuk bereksplorasi Pak!” tegasnya seiring beranjak berangkat ke sisi gelap goa.

Saya berseru “Pak Zakarias!” Namun, seru itu terdengar oleh telinga tebal.

Saya beranjak berdiri, tetapi sebuah tangan menahan kakiku terlipat. Bernard mengelengkan kepala. “Saya tidak ingin merisikokan Bapak kolaps atau buruk-buruknya, hal lain yang mengancam hidup Bapak.

“Tapi!”

“Tidak apa-apa Pak, biarkan Farid yang menyusul dia.” Bernard pun mengayunkan kepalanya, mengikuti arah jalan Pak Zakarias.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!