RAPAT BULANAN, 11 JULI 2010

BLAM!!! Dentum tapak tangan pada permukaan meja.

Suara debar jantung hadirin mengisi ruang rapat. Beberapa wajah berlukiskan rasa takut. Beberapa wajah berlukiskan kekhawatiran.

"Sudah empat hari lho. Sudah empat hari dan belum ada yang bisa memberikan solusi bagi koordinat 49°U 135°E!

"Pak Harian, ada berapa laporan fatalitas bulan lalu, sebelum saya ditugaskan di pit ini?"

 "Pak Erdi," bisik dia kepada asisten mudanya. "Tolong bagikan lembar laporan singkatnya.

"Baik Pak Kamil. Bulan lalu Pit Cornell mengalami sekitar sembilan fatalitas."

"Mohon maaf Pak Harian. 'Sekitar' atau 'pasti' sembilan fatalitas?!" tegas saya pada orang tua itu.

Dia merenung sementara sebelum membuka mulutnya. Kemudian dia berkata, "Sekitar Pak. Karena ada empat karyawan yang terluka. Mereka sudah mendapatkan perawatan yang memadai dan sekarang sudah aktif lapangan lagi.

"Selain keempat karyawan itu, apa yang terjadi pada mereka?!"

"Satu mengalami cacat ringan, sendi lengan atas dan bawahnya ter-dislokasi. Sekarang masih dalam perawatan.

"Dua dinyatakan cacat permanen. Dengan terpaksa, manajemen teratas menyatakan mereka tidak layak kerja.

"Dan…, terakhir…, dua karyawan dinyatakan K.I.A.[1] karena telah melampaui masa Search and Rescue site. 

"Tanah pit kita sangat dinamis. Semakin kita gali dengan paksa, semakin mungkin tubuh mereka ditelan oleh tanah."

Saya kemudian diam. Masing-masing mata insinyur di dalam ruangan ini. "Sekarang kalian sudah dengar laporan dari Pak Harian. Ada kah solusi kalian?!"

Mereka semua membuang matanya daripada saya. Ada beberapa yang seakan memperhatikan kata-kata saya. Tetapi, saya tahu mata mereka memandang hal lain, menembus tubuh saya.

Tidak ada yang menjawab.

"Hm…," aku kemudian menatap tajam kepada seorang perempuan yang duduk di kanan saya. "Bu Devi! Kira-kira pernyataan Pak Harian benar atau tidak?"

Perempuan itu terkejut mendengar pertanyaan yang saya tujukan padanya. Dia menggeliat, mencoba mengingat kembali yang dikatakan orang tua itu. "Eh…, bahaya, tanah dinamis…" gumamnya."

"Bu Devi?!"

"Be-benar Pak. Tanah pada koordinat 49°U 135°E labil Pak. Hasil analisis sebelumnya mendapati ada tiga lapisan dengan tanah rentan.

"Tepat di bawah permukaan lereng pit, ada sedimen lumpur yang cukup dalam. Hasil ukur kedalaman menunjukkan 200 m untuk sekarang. Pasca pengukuran, kami menemukan kantong gas alam di bawah sedimen itu."

Mendengar itu aku mengusap wajahku, "Kalau begitu mengapa kita menggali batu bara di situ?!"

"Karena titik itu persis di batas area hak guna usaha Pak," sahut asisten Pak Harian, Erdiwan. "Dari laporan Tim Geologi, ada estimasi 5,703 Ton lagi batu bara yang diperlukan PT untuk menutup hutang investasi periode ini."

"Jadi, inti dari yang anda jelaskan adalah kesejahteraan karyawan kita ada di ujung batas HGU PT ini dan tidak ada yang bisa mengaksesnya?!" tanya saya menahan tekanan mental.

"Benar Pak!" seru pemuda itu.

"Tidak juga Pak!" balas Bu Devi.

"Ho?!" seru saya menanggapi perempuan itu. "Mengapa anda menyangkal pernyataan itu? Hm?!"

"Se-sebenarnya tanahnya bisa diakses dengan kendaraan ringan kita. Kita dapat mengirim sejumlah orang untuk menanam dinamit di titik-titik padat tebing koordinat, meluruhkan tanah-tanah gambut yang menghalangi deposit batu baranya."

"Tapi, kalau kita melakukan itu, bukannya risikonya lebih tinggi?!" sangkal Erdiwan dengan sebuah seruan yang berbumbukan rasa panik. "Seperti data, area itu penuh kantong-kantong gas alam! Kalau kalian melaksanakan itu, kita mungkin mengulangi insiden Gerbang Neraka Soviet! Mba sudah pertimbangkan itu!"

"Saya sudah pertimbangkan Pak. Dari semua plan yang telah dirancang, hanya plan ini yang memiliki risiko terendah!"

"Benar kah itu? Apakah sudah dihitung juga peluang fatalitasnya? Berapa karyawan yang mungkin terkena celaka berat? Atau, 'Tuhan lindungilah mereka', karyawan yang berpotensi mati?

"Pak Harian," seru pemuda itu mencari dukungan dari atasannya. "Sebagai Suptend HSE, pasti Bapak menentang rencana ini juga kan?!"

Orang tua itu tidak membalas dia. Dia memilih untuk diam. Wajahnya mengkerut karena tekanan di dalam ruangan ini.

Saya tahu perasaan itu karena saya merasakan hal yang sama. Audit berada di ambang benak, memeras jiwa kami yang ada di dalam ruang rapat ini. Dewan Direksi menuntut agar 5,703 Ton batu bara itu segera diolah dalam hitungan 3 bulan, sebelum jatuh tempo hutang kami ke investor.

Sekarang, tekanan dikepala saya semakin berat mendengarkan dua anak kecil ingusan ini berdebat tanpa ada solusi. Akan lebih baik jika kepala saya tergilas trail dozer, setidaknya rasa sengsaraku usai seketika.

Saya meluapkan amarah dengan kembali menghantamkan tapak ke permukaan meja. BRAKK!

Ruangan kembali sunyi.

Saya menghela nafas, menumpahkan sebagian tekanan di dalam kepala saya pada permukaan meja rapat. "Baiklah…, cukup. Sekarang ini plan yang saya mandatkan pada kalian.

"Sekali lagi, mandat! Tidak ada sangkalan.

"Tim HSE dan Tim Geologi, kalian berdua turun ke koordinat. Hitung simulasi eksekusi dan peluang risikonya secara bersamaan. Jika hasil simulasi menunjukkan risiko tinggi, ambil persentase risiko terendah!

"Paham?!"

"Tapi Pak –" Erdiwan kembali berseru. Tetapi, ia dihentikan oleh Pak Tua Harian. Pak Tua itu menggelengkan kepalanya.

Erdiwan pun merunduk patuh.

"Baiklah, laksanakan tepat setelah rapat ini selesai!"

***

Sekarang, saya kembali duduk di ujung tengah meja rapat. 20 bola mata menatap tajam, menyayat diri saya bagai belati. Udara di dalam ruangan ini lebih berat daripada kegiatan rapat sebelum insiden itu terjadi. Saya yakin, menghirup aspal panas akan lebih ringan daripada menghirup udara di ruangan ini. Ruangan direksi.

20 bola mata predator. Satu orang mangsa. 10 Direksi siap meruntuhkan pendirian saya. Sebuah sidang.

"Jadi, Pak Kamil, boleh uraikan kembali apa yang terjadi?"

Saya menghirup udara berat ruangan ini, memompa sejumlah oksigen yang cukup agar saya dapat mengutarakan setiap detil dari insiden periode bulan ini.

Kaki saya bergetar dingin, tetapi saya tetap membuka suara. “Seperti laporan yang diterima oleh Pihak Direksi, kami menurunkan Tim Geologi, yang dipimpin oleh Bu Devi dan Tim HSE yang dipimpin oleh Pak Harian ke koordinat 49°U 135°E di Site Cornell untuk melakukan on-site planning review untuk menghitung rencana peledakan.

“Hasil survei Tim Geologi menunjukkan ada sekitar tiga rencana peledakan yang memiliki hasil pendapatan batu bara tinggi. Hanya saja, rencana dengan risiko fatalitas terendah memiliki 45.9% potensi fatalitas,” jelasku kepada mereka.

“Artinya, akan dipastikan 50% karyawan yang hadir di site akan jadi korban kolaps atau ledakan gas,” tekan salah satu perwakilan direksi.

“Benar Pak.”

“Dan anda tetap meneruskan plan ini karena?”

“Karena pendapatan Q3 kita sudah rendah pak. Hasil perhitungan dari tim akuntansi mengabarkan, jika koordinat tersebut tidak segera dikeruk, equitas perusahaan ini akan negatif.

“Dan saya ingin memastikan karyawan-karyawan saya tetap mendapatkan gaji dan bonusnya.”

Usai saya menyajikan justifikasi, para anggota direksi saling bergumam satu sama lain. Saya tahu ini hanya perbincangan, tetapi gumam mereka terasa janggal. Saya bisa merasakan getaran udara dari suara mereka seperti gigi gergaji yang menyapu halus di atas permukaan kulit.

Kemudian, mereka menghadap saya. “Baiklah, sesuaikan prosedur. Siapkan sejumlah orang untuk tetap mengeruk tanah dan sejumlah lagi untuk proses investigasi pencarian personil.

“Waktu anda seminggu dan dimulai dari sekarang.”

“Baik Pak, dimengerti.”

Satu minggu dimulai dari sekarang. Sekarang hari pertama. Tersisa, enam hari lagi.

...CATATAN...

K.I.A., Killed in Action, istilah untuk menyatakan mereka yang meninggal ketika bekerja

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!