Mencoba Jatuh Cinta Lagi
September 2008 ...
Gendis belum juga siuman, akhir Agustus setelah mengalami kecelakaan. Gendis masih terbaring di ICU. Monitor di sisi kanan kepalanya, juga terus menampilkan grafis kinerja organ tubuhnya.
Selang ventilator terus membantu Gendis bernapas, ditambah selang makan juga terus mengalirkan nutrisi makanan, selama Gendis nggak sadarkan diri.
Cairan infus, juga berperan penting dan nggak kalah membantu proses penyembuhan bagi Gendis, dan memberikan nutrisi pengganti makanannya.
Doni sudah tiada, Itu lah yang membuat Gendis belum juga mengalami kemajuan dari kondisinya yang masih koma.
Menurut cerita pengasuh yang menemani Doni di Italia, Doni terpelanting saat mengendarai motor barunya itu. Nyawanya nggak bisa diselamatkan, walaupun aslinya bukan seperti itu. Tapi pada akhirnya, nyawa Doni memang nggak terselamatkan seperti apa yang sudah disampaikan bu Popy ke Nover dan juga Gendis.
Kejadian itu, awalnya memang keinginan kedua orang tuanya Doni untuk memisahkan Gendis dengan Doni. Namun pada akhirnya, kedua orang tua Doni menyesali perbuatan mereka, dan memutuskan pindah ke Italia, setelah mengetahui kalau Gendis adalah keponakan dari sahabat dekatnya sendiri.
Sudah 7 hari, Gendis belum siuman.
Kepergian Doni inilah, yang membuat Gendis masih belum sadarkan diri.
Pada saat Gendis mendengar kematian Doni, Gendis terbayang ucapan Maya. Pikiran Gendis nggak karuan, sampai nggak sadar dan menerobos jalan raya.
"Entar juga kalau lo punya pacar. Lo bakalan ngerasain kayak gue Ndis. Dia sakit sedikit, rasanya lo panik mikirin pacar lo. Lo juga bakalan jadi orang yang nggak waras pas lo jatuh cinta."
Sekalipun ucapan Maya memang ada benarnya, tapi perbedaan yang Maya dan Gendis rasakan jelas jauh berbeda.
Waktu itu, Maya panik karena Nover terkena diare.
Namun untuk Gendis, dia panik bukan main karena Doni dikabarkan meninggal dunia.
Di saat Gendis kehilangan akal sehatnya, berlari tanpa arah dan menerjang maut. Gendis juga mengingat perkataan Doni, yang dianggapnya sebagai pesan terakhir dari kekasihnya itu.
"Maaf ya, karena kak Doni milih impian kakak. Kita jadi jauh."
"Kak Doni sayang banget sama kamu Ndis, kak Doni minta maaf. Udah berani sayang sama kamu, tapi nggak tanggung jawab buat ada di samping kamu."
Hidupnya Gendis, tergantung pada keinginannya sendiri. Dia masih mau melanjutkan hidupnya, meskipun Doni nggak ada. Atau benar-benar menyusul Doni? seperti perkataan terakhirnya saat tubuhnya tergeletak di aspal dan nggak sadarkan diri sampai saat ini.
................
Sudah hari ke 10, Gendis belum juga siuman. Napasnya pun, masih dibantu oksigen. Tanpa bosan, teman-temannya terus berdatangan. Bergantian berjaga, hingga mendongengi Gendis cerita masa-masa kecil bersama, dan jadi pengajar selama Gendis koma, supaya membantu proses kesadarannya Gendis.
Pak Bayu, Ayahnya Gendis yang biasanya hanya pulang setiap seminggu atau bahkan sebulan sekali. Harus benar-benar ada di sisi anaknya, untuk membantu Gendis sadar, dan juga bergantian mengawasi Jingga yang belum tau apa-apa mengenai keadaan kakaknya.
Sementara bu Ayu, setelah kecelakaan yang dialami Gendis. Beliau mendapat tawaran pekerjaan di salah satu perkantoran, sebagai customer service. Namun, beliau belum bisa menerima tawaran tersebut. Sebelum putri pertamnya itu siuman, dan ada yang bisa menjaga Gendis di rumah sakit.
Teman-teman Doni juga datang menjenguk Gendis, termasuk Oliv yang datang melupakan kebenciannya terhadap Gendis.
Oliv juga kehilangan Doni, dan juga nggak tega melihat keadaan Gendis yang belum menunjukkan perubahan apapun.
Kali ini, Maya, Nover dan Rezy menemani Gendis. Mereka menggantikan kedua orang tua Gendis yang baru saja pulang, dan dipaksa istirahat di rumah selama ada mereka yang menjaga Gendis malam ini.
Nover dan Maya ketiduran di sofa, sedangkan Rezy masih sanggup melek sambil bermain game di laptopnya.
Rezy berhenti memainkan game nya sesaat, karena perhatiannya tertuju pada Gendis.
"Lo nggak capek ya tidur mulu? Ini udah 1 minggu lebih. Lo nggak kangen bergerak, lo nggak kepengen ngeluarin unek-unek lo gitu?"
"Mending lo nangis Ndis, sampai mata lo bengkak. Abis itu, lo mau inget Doni lagi ya nggak pa-pa. Asal balik lagi ke realitanya."
"Doni emang udah meninggal Ndis, tapi jangan juga karena cinta, lo juga harus ikut ke mana Doni pergi," ucap Rezy, berusaha mengajak Gendis berkomunikasi.
Rezy benar-benar mengakhiri permainannya. Menaruh laptopnya di tas, lalu mengeluarkan amplop cokelat dari dalam tasnya. Dan cuma memperlihatkan amplop itu ke arah wajah Gendis.
"Sebelum dia berangkat, dia nitipin lo ke gue, gue ngerasa aneh banget denger ucapannya. Tapi juga nggak berpikiran sampai separah ini, Ndis."
"Sebenernya, di hari itu. Doni belum meninggal Ndis, Doni masih komunikasi sama gue. Doni kepingin gue jagain lo, karena hubungan kalian nggak direstuin kedua orang tuanya Doni."
"Tapi, komunikasi itu akhirnya ...," ucapan Rezy terhenti, lidahnya keluh untuk melanjutkan penjelasan itu ke Gendis.
Hari di mana Doni kabur, dan masih dinyatakan bernyawa. Doni menelfon Rezy.
Ya. Sahabat yang dia maksudkan, adalah Rezy. Pesan suara yang Doni kirimkan, memang untuk Rezy. Dari awal, orang yang diajak bekerja sama, adalah Rezy.
"Gue udah ngerasa kalau Doni bakal ngelepasin lo Ndis, tapi gue nggak menyangka, kalau Doni bener-bener ...."
Rezy nggak sempat melanjutkan ucapannya, karena melihat Gendis yang mulai bereaksi. Jarinya bergerak perlahan, kemudian matanya pun terbuka dengan sempurna.
Buru-buru Rezy menyembunyikan amplop cokelat tadi ke dalam tasnya, dan memastikan kalau Gendis benar-benar siuman.
"Ndis?" tanya Rezy memastikan.
"Gendis …," ucap Rezy untuk kedua kalinya, sampai memegang bahu Gendis, untuk memastikan kalau Gendis beneran siuman.
Sedangkan Gendis masih belum berbicara. Dia hanya mengarahkan kedua manik matanya, yang menatap Rezy dengan tatapan kosong.
"Lo nggak lupa ingatan kan Ndis? Lo inget siapa gue kan?" tanya Rezy meyakinkan.
Gendis masih belum bereaksi juga, Rezy langsung berteriak membangunkan Maya dan juga Nover.
"Kenapa Gendis, kak Rezy selamatin?" bisiknya ke telinga Rezy.
Rezy menatap lirih ke arah Gendis, saat mendengar ucapan gadis berusia 13 tahun itu.
Sementara Maya, ia langsung antusias mendekati Gendis.
"Gendis, akhirnya lo bangun juga Ndis. Gue kangen lo, gue kangen lo." Maya langsung memeluk Gendis sambil menangis, namun Gendis langsung mendorong tubuh Maya.
Maya diam membeku, melihat Gendis yang seketika mendorongnya.
Nover langsung mengusap kepala Gendis, Nover lega melihat Gendis sudah siuman. Tapi belum sadar, sama reaksinya Gendis yang berubah dingin.
Gendis mulai merasakan tubuhnya yang lemas, belum lagi selang ventilator dan juga cairan makanan mengganggu gerak tubuhnya, namun Gendis tetap berusaha bangun.
"Gendis, lo nggak boleh bangun dulu. Lo baru aja siuman Ndis," ucap Nover, seraya memegang kedua bahu sepupunya itu.
"Gendis mau nyusul kak Doni, mas."
Rezy, Maya dan Nover jelas khawatir, melihat Gendis yang belum bisa melepaskan kepergian Doni.
"Doni mau lo susul ke mana Ndis? Doni udah nggak tinggal di Italia lagi! Lo harus terima kenyataan ini Ndis. Doni udah meninggal, Doni udah nggak ada lagi!" sergah Nover, masih sambil memegang kedua bahu adik sepupunya itu.
Rezy langsung memencet tombol pemanggil perawat, supaya kondisinya Gendis bisa langsung ditindak lanjuti.
"Ya, ada yang bisa dibantu?" tanya perawat, yang suaranya terdengar di speaker.
"Pasien yang koma bangun sus," ucap Rezy, menjawabi pertanyaan suster tersebut.
"Baik, kami segera ke ruangan dan mempersiapkan peralatan," ucap perawat, lalu sambungan pun terputus.
Sementara Rezy berkomunikasi dengan perawat, Gendis sudah mulai ngotot.
"Nggak mungkin mas, nggak mungkin kak Doni meninggal. Gendis masih ngerasain kalau kak Doni masih hidup!" tegas Gendis, dengan air mata yang langsung meluncur dari kedua netranya.
Rezy memalingkan wajahnya, dadanya ikut sesak mendengar ucapan Gendis. Begitu juga dengan Maya, yang hanya bisa menutupi wajahnya, menahan supaya tangisannya nggak terlihat sama Gendis.
Nover langsung memegang kedua tangan sepupunya, agar Gendis bisa tenang, sembari menunggu perawat yang sedang bersiap-siap.
Namun Nover memilih diam, sebab percuma melawan Gendis yang masih emosi. Apalagi, dia masih belum bisa merelakan kepergian Doni.
Setelah paramedis mulai berdatangan, Gendis justru menolak pemeriksaan dokter.
Kegaduhan pun terjadi di ruang rawatnya Gendis, karena Gendis memilih kabur dari kamar rawatnya, dan mau menyusul kepergian Doni.
Keluarga pasien yang berada di depan ruang rawat Gendis, langsung keluar. Memastikan apa yang terjadi di luar ruangan, dan hingga beliau harus masuk ke dalam kamar rawat Gendis.
Ada percakapan singkat, yang dilakukan antara keluarga pasien di kamar yang merasa tergangu. Dan dokterpun segera memerintahkan perawat, agar mengambil tindakan cepat. Karena bagaimana pun juga, Gendis sampai menggangu ketenangan pasien lainnya. Meskipun kamar rawat yang mereka pergunakan, kamar berkelas naratama.
................
Gendis semalaman ditemani dokter bagian psikologi, agar ia meluapkan emosinya yang harus diluapkannya. Wajar saja kalau Gendis masih belum bisa melepaskan Doni, karena kepergian Doni yang tiba-tiba. Belum lagi janji-janji mereka yang akhirnya kandas, sebelum melewati waktu berdua setelah Doni berangkat ke Italia.
Gendis akhirnya mendapatkan nasihat dari ibunya Ade, setelah beliau tau kalau Gendis sudah siuman.
Ibunya Ade, memberikan nasihat yang kembali lagi ke Gendis. Gendis diminta mengingat kedua orang tuanya, yang juga mengharapkan Gendis bisa kembali lagi ke pelukan mereka, setelah Gendis berjuang melawan koma dan rasa sedihnya kehilangan Doni.
Dokter yang merawat Gendis sudah mengizinkan Gendis pulang, namun sebelum itu, beliau menyarankan Gendis untuk ronsen sebelum Gendis diizinkan pulang ke rumah.
Setelah koma selama 1 minggu lebih, lalu Gendis pun diizinkan pulang ke rumahnya. Gendis masih diberi waktu untuk istirahat di rumah selama 1 minggu lagi, karena Gendis masih harus chek up, dan juga memulihkan kakinya yang kesulitan berjalan akibat kecelakaan.
Nover ikut berkunjung ke rumah, setelah adik sepupunya itu bisa pulang setelah pemulihan.
"Nih, buat lo. Dari ibu-ibu di sebrang ruangan lo, sebenernya sih udah dikasih lama. Cuman, ibu itu mintanya dikasih ke lo, setelah lo udah nggak ke rumah sakit lagi," ucap Nover panjang lebar, seraya memberikan sebuah kardus.
"Kenapa gitu?" tanya Gendis.
"Nggak tau, berarti ibu itu tulus ngasihnya, nggak harus menerima ucapan terima kasih dari lo," ucap Nover, menjawabi pertanyaan adik sepupunya itu.
Gendis pun bangun perlahan dari kasurnya, guna mengambil kado tersebut yang Nover taruh di atas meja belajarnya.
"Tapi mas Nover udah bilang terima kasihkan?" tanya Gendis memastikan.
Tanpa bersuara, Nover pun menganggukkan kepalanya.
"Apaan ya isinya, gede banget lagi kardusnya?" tanya Gendis, hanya berani melihat-lihat kardus yang kini ada di pangkuannya.
"Dibukalah, kalau mau tau apa isinya," ucap Nover mengomentari.
"Nggak berani akh, Gendis nggak kenal. Emang mas tau apa alasan ibu itu ngasih kado ini ke Gendis?" tanyanya.
"Ibu itu juga nggak kenal sama lo. Cuman, Ibu itu nggak mau lihat lo terus larut dalam kesedihan."
"Gendis buka nggak pa-pa nih?" tanyanya masih ragu.
Nover menganggukkan kepalanya lagi, sebagai jawaban tanpa memunculkan suaranya.
Setelah Gendis membuka kado tersebut, iapun tersenyum melihat boneka beruang ukuran 80 cm. Pantas bungkus kadonya pun besar. Di situpun tertempel note, yang bertuliskan; Di saat kamu sedih, kamu bisa memeluknya.
Nggak hanya itu, boneka dalam box tersebut juga diisi diary, yang juga dituliskan note; Di saat kamu ingin sendiri, dan mencurahkan kesedihan.
Dan mp3 player yang juga dituliskan note; Di saat kamu harus kembali tersenyum, dengarkan lagu kebahagiaan. Dan berikan manisnya senyumanmu, untuk mereka yang menantikannya.
Dan ada kalimat penyemangat lainnya juga dituliskan di secarik kertas.
Untuk Anak cantik di sebrang kamar tante.
Selamat ya, kamu sudah bisa kembali ke rumah. Berkumpul dengan sanak keluarga, dan segera kembali ke sekolah.
Setelah mendengar, bahwa kamu sudah bisa kembali ke rumah, kembali bertemu teman dan sahabat yang menantikan kesembuhanmu. Tante ikut senang, melihat kamu juga sudah bisa tersenyum beberapa hari ini.
Tante mengerti, kepedihan yang kamu rasakan. Karena tante pun ada di posisi kamu saat ini.
Saat ini, kamu memang kehilangan orang yang selama ini kamu cintai. Pastinya, masih banyak orang yang mengharapkan kamu bahagia, dan menunggu senyum kamu kembali.
Tante pun tetap optimis, sekalipun tante dikabarkan akan meninggalkan orang tua, anak-anak, dan juga suami yang tante cintai yang pastinya berat untuk dilepaskan. Tapi Tante tetap harus menjalaninya, dan percaya kalau tante masih diberi umur panjang.
Terus bahagia ya nak. Doakan tante juga, supaya kita bisa bertemu lagi.
Nover ikut membacanya, tulisan itu membuat Gendis menitihkan air matanya. Dan Nover jelas memeluk Gendis.
Gendis menyadari lewat hadiah dan tulisan yang ia terima itu. Bahwa ada orang lain yang nggak saling kenal, mungkin hanya saling sapa. Namun orang tersebut, membagikan kebahagiaan untuk Gendis, di saat beliau pun mengalami penyakit yang mendiagnosanya berumur pendek.
🔜 Next part🔜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
OnlyyZaa
haii kaaaa,boleh mampir cs aku ga kaaa? ini pertama kalinya aku bikinn tpi klo gboleh juga gapapapaaa koo.maksii yaa yg udh mampirr hehe
2024-04-14
0