Nover sengaja mampir ke rumah Gendis, karena tempat lesnya dekat sama rumahnya Gendis.
"Lo abis dari mana jam segini baru pulang?" tanya Nover, setelah Gendis selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk, sambil berjalan ke sofa.
"Kak Rezy ketawan sama Mamanya bawa mobil, jadi Gendis diajak ke rumahnya dulu. Habis itu sekalian makan, baru deh pulang," ucap Gendis memberi tau, sambil menyilangkan kakinya di sofa.
Nover tiba-tiba menyenderkan bahunya ke sofa, sambil bilang, "gue tiba-tiba kangen Maya, Ndis."
Dan Gendis pun seketika terdiam, seakan Nover kontak batin sama Maya yang memang lagi ada masalah.
"Dia, apa kabarnya ya Ndis?" Nover makin penasaran.
"Ba-ik," jawab Gendis, sampai gugup.
"Mas Nover masih sayang banget ya sama Maya?" pertanyaan Gendis, malah membuatnya terkena suntrungan Nover.
"Mas Noverkan tinggal jawab aja, kenapa malah nonyol kepala Gendis sih!" protesnya sampai mengerucutkan bibir.
"Pertanyaan lo bikin gue kesel tau, udah tau gue kangen. Alasan gue buat benci dia juga nggak ada Ndis, dia cewek pertama yang bikin gue terlalu sayang sama dia." padahal bisa simple Nover ucapkan, tanpa harus panjang lebar menjelaskan, kalau dia masih begitu menyangi Maya.
"Alasan mas suka sama Maya apa?" tanya Gendis lagi.
"Alasannya, karena Maya nggak tau malu dan apa adanya kayak lo."
"Maya nggak peduli sama omongan orang yang bilang dia gemuk, cerewet, dan dia juga selalu masa bodo sama Oliv. Padahal sebenernya, dia sakit hati sama omongannya Oliv dan cuma karena ngejaga perasaan gue."
"Alasan gue suka sama Maya, juga sama kayak alasannya Doni, waktu minta izin ke gue buat macarin lo."
Gendis diam, karena Nover bahas soal Doni lagi. Padahal dia udah ngelupain Doni, dan berencana mau nerima Rezy.
Gendis juga bisa keingetan sama laki-laki itu lagi, yang memang Gendis juga nggak punya alasan yang sama untuk ngelupain Doni, kalau bukan Doni udah nggak ada di dunia ini.
Gendis menundukkan kepalanya, lalu memegang bahu Nover.
"Mas Nover kenapa nggak cari aja yang lain?" pertanyaan itu diberanikan Gendis, untuk diajukan ke kakak sepupunya.
"Lo juga, kenapa nggak mau cari yang lain? Temen gue banyak, tinggal lo pilih. Temen lo juga di sekolah banyak kan?"
Nover bener-bener belum tau, kalau sebenarnya Gendis malah mau menerima Rezy. Gendis dan Rezy juga belum berniat untuk cerita soal kedekatan mereka, tapi akhirnya Gendis bilang juga ke Nover, sekaligus mengalihkan soal Rezy.
"Maya mau dinikahin mas." ucapan Gendis langsung bikin Nover menoleh ke Gendis dengan cepat, sambil memegang bahunya Gendis cukup keras.
Gendis juga jenuh, karena Nover terus membalikkan perkataannya dan akhirnya unek-uneknya Gendis keluar dengan sendirinya.
Alasan Maya kabur dari rumahnya tadi, memang karena perjodohan.
Maya nggak terima kalau harus dijodohin, Maya juga bingung karena Mbahnya kepingin ngelihat Maya bahagia dan kepingin lihat cucu tertuanya menikah.
Maya selalu mengelak, kalau ini bukan zaman Siti Nur Baya. Tapi Maya juga bingung, takut itu adalah permintaan terakhir Mbahnya.
"Gendis nggak bohong mas. Sekarang Maya kabur dari rumah, karena nolak dijodohin!" tegasnya lagi.
Nover menundukkan kepalanya, lalu melepaskan tangannya dari bahu Gendis perlahan-lahan.
"Gue percaya kok." Nover pun pasrah, lalu menyenderkan lagi bahunya ke sofa.
"Astaga! udah jam berapa nih, gue pulang ya?" ucap Nover alasan, karena nggak mau menunjukkan kesedihan, dan patah hatinya di depan Gendis.
Nover pun pulang, dan justru di mobil. Dia uring-uringan mikirin Maya yang mau dijodohin cepat atau lambat.
Alasan terbesar Maya saat memutuskan hubungan dengan Nover, juga karena Maya udah denger kalau dia juga bakalan dijodohin.
Maya pikir, itu hanya untuk menyenangkan perasaan Mbahnya aja. Tapi nggak taunya, malah berbuntut panjang dan Maya kebingungan sama keputusan tersebut, makanya dia kabur buat nenangin perasaannya.
......................
"Kak Rezy nggak belajar?" tanya Gendis setelah pulang sekolah, Rezy menelfonnya.
"Gue ganggu lo, Ndis?" tanya Rezy memastikan.
"Nggak kok, Gendis kan cuma tanya, kemarenan kan kakak abis diomelin sama Mamanya, kenapa nggak belajar aja biar bikin Mamanya kak Rezy seneng."
"Habis denger suara lo, gue belajar deh."
Gendis tersenyum tiba-tiba, mendengar ujaran Rezy barusan.
"Oh iya, mau tanya," ucap Rezy menyela.
"Nover kenapa ya? setiap gue ajak main, pasti nggak bisa dan alasannya mau jalan sama cewek."
"Stev juga bilang, Nover di sekolah aneh banget, jadi sering bercanda sama cewek-cewek dan jarang kumpul sama yang lainnya."
"Maya mau dinikahin kak, makanya dia begitu," ucap Gendis.
"Hah??" desis Rezy, jelas kaget mendengar penuturan Gendis.
Reaksi Rezy beneran kaget, jelas aja Nover bakalan aneh karena tau Maya yang mau dinikahin.
"Kenapa diceritain Ndis?"
"Dia masih nanyain Maya terus kak. Habis gitu, mas Nover ngebalikin Gendis terus. Dia selalu ngejawabin yang berhubungan sama kak Doni, setiap kali Gendis minta dia untuk ngelupain Maya."
"Yaudah, Gendis ngomong aja supaya dia juga bisa lupain Maya, dan nggak kayak Gendis waktu kehilangan kak Doni."
"Emangnya sekarang, lo udah bisa lupain Doni?"
"Kalau Gendis jawab, kak Rezy marah nggak?"
"Kenapa gue harus marah, wajar aja kalau memang lo masih inget sama Doni. Itukan memang konsekuensi gue, yang mau deketin lo karena pernah pacaran sama Doni."
"Udah nggak keingetan kayak dulu kak, Gendis cuma inget yang nggak bikin nyiksa pikiran. Lagian juga, Gendis mau kak Rezy deketin Gendis. Masa iya, Gendis masih inget-inget masa lalu Gendis sama kak Doni."
"Lo nggak terpaksakan?" tanya Rezy memastikan.
"Kalau Gendis terpaksa, Gendis bakalan langsung nerima kak Rezy lah. Kan mumpung ada yang deketin, terus juga bisa bikin Gendis langsung lupa sama kak Doni."
"Tapi kan ini, Gendis mau kenal sama kak Rezy, mau deket juga sama kak Rezy kan, karena Gendis juga mau punya persaaan yang sama kayak kak Rezy."
Rezy tersenyum tanpa Gendis tau, Rezy juga sampai guling-gulingan di atas kasurnya, karena seneng denger ucapannya Gendis.
"Kak?"
"Hmm?"
"Di sekolahnya kak Rezy, ada jurusan apa selain IT?" sela Gendis.
"Smk kejuruan masak, perhotelan, busana, perawat, apoteker, travel, sama broadcast juga ada."
"Komplit ya kak? Udah kayak mie di warung kopi," ucap Gendis, melucu setelah mendengar jurusan di sekolah, tempat Rezy mengenyam pendidikan tingkat Sma-nya.
Rezy pun sampai terbahak-bahak mendengar ucapan Gendis, dan nggak menyangka kalau Gendis bisa melawak juga.
"Biaya sekolahnya mahal nggak?"
"Kenapa nanyain biaya sekolah?" sela Rezy.
"Bunda udah wanti-wanti Gendis kak, Gendis harus punya planning untuk milih sekolah, sebentar lagi Gendis mau Sma."
"Gendis harus masuk kejuruan, biar bisa bantuin Bunda sama Ayah. Karena orang tua Gendis sibuk, mereka nggak bisa ngajarin banyak soal kehidupan, makanya Gendis dipaksa dewasa dan mandiri."
"Terus hubungannya sama biaya sekolah?" tanya Rezy sampai garuk-garuk dahi, karena bingung sama pembahasannya Gendis.
"Ya kalau mahal kan, Gendis nggak bisa masuk sekolah itu, Gendis nggak mau membebani Bunda dan Ayah, dengan biaya sekolah Gendis, sementara Gendis sekolah juga nggak pinter-pinter banget." cicitnya, diakhiri dengan menjelaskan kenyataannya.
"Kenapa lo nggak sekolah, yang bikin lo pinter juga buat cari uang?"
"Nggak usah merasa terbebani, karena stigma orang pinter harus bisa matematika, kimia, fisika, atau bisa memahami berbagai bahasa apapun. Lo nggak pinter sama satu atau banyaknya bidang study, bukan karena lo bodoh."
"Setau gue, setiap orang tua memang punya standar kepintaran dan harapan tinggi untuk anaknya."
"Selama mereka nggak protes sama nilai lo, dan selama mereka cuma mengharapkan lo sekolah. Ya ambil aja sekolah apapun Ndis, supaya mereka sendiri bangga karena mampu membiayai anaknya."
Gendis tersenyum mendengar ucapan Rezy, dia memang nggak dibebani sama keinginan orang tuanya, nggak seperti orang tua lain yang kepingin anaknya jadi juara kelas. Orang tuanya memang hanya kepingin Gendis sekolah, dan tau pelajaran apa yang disampaikan guru, dan diterapkan di pergaulan dan untuk masa depannya nanti.
Rezy bisa bilang seperti itu, karena Mamanya nggak pernah mentargetkan Rezy untuk menjadi juara kelas, di antara banyaknya murid lain, yang bertarung mendapatkan nilai tinggi.
Mamanya hanya mendesaknya untuk sekolah, supaya nggak malu-maluin orang tuanya dan nggak menjadikan orang tua mereka salah mendidik, atau nggak mampu mendidik apalagi membiayai keinginan anaknya.
Obrolan Gendis dan Rezy di telfon harus disudahi, karena Gendis juga didatangi temen-temennya yang mau mengajak Gendis belajar.
Gendis memang nggak seberuntung Rezy yang memiliki keluarga kaya, yang mampu membiayai sekolahnya.
Tapi Gendis punya sahabat yang selalu mendukung Gendis dalam pendidikannya, Gendis selalu terbantu terutama sama Ade dan Bejo.
Kedua temannya itu, selalau juara kelas dan keduanya juga sering membantu Gendis dalam pelajaran. Mereka juga nggak maksain Gendis, dan yang lainnya untuk jadi seperti mereka yang pintar.
Terkadang juga, Ade ngasih contekan ke Gendis, bukan buat manjain Gendis atau bikin Gendis dan yang lainnya males berpikir, tapi itulah bagian dari kebahagiaan menurut Ade, bahagia bisa membantu yang nggak bisa, selama Gendis dan yang lainnya nggak menyalin, dan nilai mereka nggak melebihi nilai dari usaha yang Ade buat.
🔜 Next 🔜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments