Gendis duduk di halte depan sekolahnya, kedua tangannya memegangi tas yang sambil diayun-ayun seakan tas itu seperti Jingga adiknya, yang sering minta diayun di kaki.
Nggak lama, datanglah seorang laki-laki mengenakan seragam sekolah internasional.
“Maaf Ndi, udah nunggu lama ya?” tanya Rezy, si murid berseragam internasional.
“Lumayan kak,” jawab Gendis, lalu bangkit dari tempatnya duduk.
“Gendis ngerepotin ya kak?” tanyanya memastikan.
Rezy menggeleng dengan cepat, lalu mengajak Gendis masuk ke dalam mobil, supaya mereka bisa langsung pergi.
Rezy memberikan amplop cokelat ke Gendis, Gendis sendiri yang minta Rezy untuk ketemuan karena Gendis siap untuk baca Diary yang dikasih Doni.
Baru aja amplop itu berada di tangan Gendis, tiba-tiba Gendis pun menitihkan air matanya.
Rezy jelas nggak menyangka kalau Gendis bakalan nangis, sementara mereka belum sampai di tempat tujuan, dan Gendis juga belum buka amplop yang cuman di pandanginya sambil terus air matanya menetes.
Ini yang Rezy takutkan. Dia nggak tega lihat Gendis sedih mikirin Doni, tapi juga Rezy harus menyampikan pesan terakhir dari Doni, supaya nggak ada beban di hati Rezy.
“Lo yakin, masih mau baca diary nya Doni?” tanya Rezy mastiin.
“Gendis mau baca kak, tapi belum dibaca rasanya sesek banget,” ucapnya lirih.
Rezy pun mengambil amplop itu dari tangan Gendis.
“Kita ke rumah gue aja, nanti kalau udah tenang, ini gue kasih ke lo lagi,” ucap Rezy.
Gendis pun menuruti perkataan Rezy.
......................
Setelah Rezy mengamankan anjing-anjingnya, Gendis pun turun dari mobil Rezy. Rezy langsung ngajak Gendis ke halaman belakang rumahnya. Pemandangannya bagus banget karena sekeliling kolam renangnya dikelilingi sama tanaman. Rezy ngajak Gendis ke rumah kaca yang lebih memanjakan mata, karena banyak bunga-bunga di rumah kaca milik Mamanya.
Rezy berhasil bikin Gendis lupa sama kesedihannya, setelah melihat tanaman yang dirawat sama Mamanya Rezy.
Gendis tersenyum ke Rezy, setelah sadar mengabaikan Rezy yang dari tadi nawarin Gendis minuman.
“Maaf ya kak, Gendis nggak denger. Rumahnya kak Rezy bagus banget sih, Gendis norak ya?"
“Nggak kok, kayak gitu nggak bisa dibilang norak, kan lo lagi menikmati pemandangan,” ucap Rezy membalasi perkataan Gendis tadi.
“Oh iya, kak Rezy nggak main game?” Gendis teringat kalau si anak game ini malah nemenin dia baca diary.
Rezy menggeleng, lalu memberikan jawaban ke Gendis, “gue lagi dihukum nggak boleh nge game, sampai nilai gue nggak ada yang merah.”
“Terus kakak juga nggak belajar dong, karena nemenin Gendis?”
“Nggak juga, kan lo baca diary. Ya gue bisa sekalian belajar,” balas Rezy.
“Jadi, pertanyaan gue tadi, lo mau minum apaan?” Rezy ngajuin pertanyaan ulang, karena dari tadi pertanyaannya belum dijawab sama Gendis.
Gendis memilih dibuatkan minuman dingin selain soda.
Sementara Rezy pun sampai turun tangan sendiri, menyiapkan sajian untuk tamunya itu.
Gendis mengalihkan lagi amplop yang sengaja ditinggal Rezy di atas meja santai di ruangan itu.
Gendis pun nekat membaca sendiri tanpa penjagaan Rezy.
Gendis membaca kejadian pertama saat di kolam renang, ternyata kejadian itu nggak hanya Doni yang lihat, Rezy pun ada di tempat itu. Tadinya Rezy kepingin nolongin Gendis, tapi nggak berani dan minta Doni yang memang ada di tempat itu juga untuk memperingati Gendis.
Diary pertama yang dibaca Gendis, nggak bikin Gendis menangis karena kejadian itu cukup lucu untuk diingat, dan tempat Gendis baca diary bikin Gendis tersihir dan lupa sama kesedihannya.
Rezy pun dateng bawain sajian untuk Gendis.
“Kenapa senyum-senyum?” tanya Rezy sampai heran.
“Kak Rezy ada di situ juga ya, pas Gendis kejedot tembok kolam renang?” tanya Gendis.
Rezy langsung tertawa terbahak-bahak, dan karena tawanya Rezy bikin Gendis gemes, Rezy pun kena cubit.
“Ampun .... Iya, gue ada di situ. Kejadian itu lucu banget makanya gue ketawa.”
“Gue nggak kuat ketawa, makanya gue minta Doni buat nyamperin lo. Kalau hari itu gue juga ikut nyamperin lo, yang ada lo makin malu karena gue lihat lo celingukan, kelihat mastiin ada yang lihat apa nggak.”
“Gue sama Doni berenang ke dasar kolam, terus pas lihat lo kejedot tembok, gue nggak kuat nahan ketawa, langsung menghirup udara. Eh ... lo malah celingukan, gue sama Doni langsung ngumpet lagi sambil nahan tawa,” ucap Rezy menjelaskan panjang lebar.
Rezy reflek langsung mengusap dahinya Gendis, menyindir kejadian saat itu, lalu ngeledek Gendis lagi pakai tawanya.
“Oiya kak, Kak Doni ngasih tulisan apa di posh-it?”
Rezy malah berhenti tertawa, karena pengalihannya Gendis tadi.
“Nanti kalau udah selesai lo baca diary nya, gue kasih posh-it itu,” ucap Rezy sambil menarik pelan, diary dari tangan Gendis.
Gendis nggak maksa Rezy, dia juga nggak maksa baca diary lanjutan yang Doni ceritain, karena Gendis juga nggak boleh memforsir ingatannya tentang Doni.
......................
Rezy terkejut, baru aja mau nganter Gendis pulang. Bram, Nover, dan Stev datang ke rumahnya tanpa ngabarin.
Rezy malah diinterogasi temen-temennya, karena terlihat aneh dan panik pas ketahuan bawa Gendis ke rumahnya.
“Gendis curhat sama kak Rezy,” ucapnya langsung bikin temen-temennya Rezy menoleh ke Gendis, padahal mereka lagi menunggu jawaban dari Rezy.
“Kenapa nggak ke gue?” tanya Nover menyelidik.
“Karena waktu itu cuman ada kak Rezy,” ucap Gendis menjawabi.
Gendis berharap Rezy ngerti maksudnya, Gendis nggak mau Nover tau kalau dia baca diary dari Doni.
Rezy terlihat kebingungan, dia nggak bisa berbohong dengan cepat kaya yang Gendis lakuin.
“Waktu di ulang tahun kak Stev ...,” ucap Gendis akhirnya.
Rezy pun paham, tadinya justru mau dilupain Gendis dan biar aja Rezy dan Gendis yang tau. Tapi akhirnya dibeberkannya juga untuk menutupi rahasia lainnya.
“Lo nggak inget apa-apa Bram?” tanya Rezy mengalihkan kepanikannya, dan membuat Bram yang terpojok sama pertanyaannya itu.
“Udah kak, biarin aja kak Bram inget sendiri. Jangan dikasih tau." sela Gendis, sambil menahan tangan Rezy hanya untuk mengingatkan, supaya Rezy nggak menjelaskan kejadian itu.
“Nah ... inget-inget deh tuh, gue anterin Gendis pulang dulu. Kalau lo udah inget, lo tau kan apa yang harus lo lakuin?” ucap Rezy yang berhasil bikin Bram berbalik terpojok.
Nover dan Stev, juga jadi berbalik teralihkan ke Bram karena ulahnya Gendis.
“Kenapa dibahas?” tanya Rezy, sambil nunggu supirnya yang masih di belakang.
“Gendis nggak mau kak Rezy disalahin mas Nover, kalau kak Rezy ngasih diary nya kak Doni.”
"Berarti lo lebih setuju, kalau Bram bakalan disalahin Nover karena kejadian itu?” tanya Rezy balik.
"Nggak juga sih, tapi gimana dong kak?” Gendis malah diem di depan pintu mobil, merasa bersalah sama ulahnya tadi.
Rezy menarik pelan tangan Gendis, supaya masuk ke dalam mobil dan ngobrol di mobil.
"Biarin aja, lagi juga kalau Bram nggak diingetin, dia nggak bakalan minta maaf sama kesalahannya.” timpal Rezy.
“Tapi beneran nggak pa-pa kak?”
Rezy menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Rezy lega karena ada ide lain yang bikin dia nggak terpojok, tapi juga Rezy kasian sama Bram yang bakalan kena omel Nover, karena kejadian ulang tahunnya Stev fatal banget.
Bram memang harus diingatkan sama kesalahannya, supaya nggak terulang kejadian serupa.
🔜 Next Part 🔜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments