Gendis dan temen-temen sekolahnya, khususnya murid kelas 3 smp, mulai sibuk sama ujian kelulusan sekolah. Mereka juga harus merelakan jabatan osis untuk digantikan dengan adik kelas mereka.
Team osis kelas 3 juga mengadakan peremajaan di tempat yang sama, waktu Gendis ikut peremajaan osis baru.
Setelah mandi, Gendis mencari tempat untuk bisa telfon-telfonan sama Rezy, supaya teman-temannya nggak tau hubungan Gendis sama Rezy.
Banyak obrolan yang mereka obrolin, sampai bikin Gendis dibuat ketawa-tawa dan dibuat seneng waktu Rezy ngegombalin Gendis karena kangen, dan susah ketemuan apalagi Gendis lagi nggak di Jakarta.
Selesai Gendis telfon-telfonan sama Rezy, Gendis sengaja membaur sama temen-temen cewek. Supaya nggak dicurigai sama para power rangers nya, apalagi Gendis nggak tau respon mereka kalau tau dia lagi deket sama temennya Doni.
Gendis belum bisa bilang, mengingat kejadian Widi melabrak Rezy. Gendis juga belum bisa bilang, karena mau memastikan terlebih dulu sampai perasaannya ke Rezy beneran tulus, bukan karena ada paksaan untuk buru-buru lupain Doni.
Bener dugaan Gendis, yang dicariin sama temen-temennya. Sampai mereka baru dateng, Widi udah main mensuntrung kepala Gendis.
Seperti biasa, mereka berdua adu mulut dan nggak lupa saling balas-balasan mukul, sampai dilerai Bejo yang udah gerah lihat ulahnya Widi yang bener-bener usil.
Didot juga langsung merangkul Gendis, biar misah dari Widi yang dijagain sama Ade.
"Ti mana Ndis? Dicariin dari tadi," ucap Didot.
"Kan gue abis mandi, lo nggak lihat nih. Anduk gue juga masih nyampir di leher. Gue masih megang ini juga," ujar Gendis, sambil memberi unjuk tas yang pastinya isi pakaian kotor, dan peralatan mandinya.
"Pada ngapain sih, nyariin gue?" sewot Gendis.
"Nggak pa-pa Ndis, kirain lo ngilang." tutur Bejo.
"Makanya kita nyariin lo tadi, terus juga kita telfon nggak bisa." lanjut Bejo lagi.
Jantung Gendis sampai deg-degan, karena berhasil ngebohongin temen-temennya. Dan sebelum ketahuan soal telfon tadi, Gendis memilih kabur.
"Udah akh! Gue mau naruh ini."
"Nanti balik lagi ke sini loh Ndis, awas aja kalo ngilang lagi." cicit Widi.
"Iya, bawel!" sambil Gendis melenggang.
Gendis pun masuk ke tenda untuk menaruh barang-barangnya tadi. Terus setelah itu mau nyamperin temen-temennya, tapi kemudian Deka langsung dateng dan bikin Gendis batal nyamperin karena Deka ngajak Gendis ngobrol.
"Nggak terasa ya Ndis, kita udah mau lulus Smp?"
"Iya, nggak terasa juga, kita jadi temen," ujar Gendis membalasi.
Gendis mengingat kejadian di kelas 2, nggak pernah akur sama Deka, sampai akhirnya Gendis selesai dari koma, Deka baru bisa bener-bener jadi temennya Gendis.
Deka tersenyum, karena mengingat juga ulahnya ke Gendis selama ini.
"Lo mau tau nggak, kenapa Maya nekat banget ikut acara osis, padahal dia nggak daftar? selain emang karena dia mau pindah sekolah." imbuh Deka.
"Iya ya, kok lo bisa luluh sama permintaannya Maya waktu itu?" timpal Gendis baru sadar, kalau Deka nggak bahas hal itu.
"Gue ketawan lagi nulis surat, buat nembak cewek pas acara osis itu," ucap Deka.
"Wah .... lo ketemu orang yang salah, Deka." timpal Gendis sambil tertawa.
"Hahaha .... Iya bener banget Ndis, gue abis gitu nggak jadi ngomong sama tu cewek, padahal kesempatannya banyak banget," ucap Deka lagi.
"Pas acara perpisahan kelas 2 tahun lalu, dan pas acara pensi, sampai acara perpisahan kelas kita, gue masih takut dan belum bisa nembak itu cewek."
"Ternyata, seorang Deka yang berani banget sama gue. Ternyata takut juga, buat menyatakan cinta sama cewek yang lo taksi." ledek Gendis.
Deka terkekeh-kekeh lagi, karena diingetin Gendis.
"Gue takutnya nggak bisa temenan lagi Ndis." lanjut Deka, setelah menyudahi tawanya.
"Sebenernya, lo kepingin dia jadi pacar lo, atau kepingin dia jadi temen lo sih? kan kalau udah pacaran, udah pasti temenan juga kan?"
"Bukan itu, iya kalau dia nerima, kalau nggak?"
"Oh ..., lo takut ditolak dan malah jadi canggung gitu, terus dia musuhin lo?"
Deka menganggukkan kepalanya.
"Sekalipun gue pede karena pinter dan ganteng, gue tetep aja nggak berani ngomongnya ke dia, Ndis."
Gendis melirik, sambil meledek Deka yang beneran pede sama omongannya itu.
"Gue juga lihat, dia nggak pernah suka sama gue. Selama ini, dia juga cuman nganggep gue temen, dan nggak lebih."
"Emangnya, lo bisa ngerasain kalau dia nganggepnya begitu?" tanya Gendis membalasi penuturan Deka.
Deka mengangguk.
"Dia berani banget tatap mata gue pas ngomong, kalau emang dia suka sama gue, dia bakalan malu-malu buat natap gue."
"Belajar dari siapa lo, gue baru tau yang kaya gitu?"
"Mrs Maya, dia punya bukunya tuh," ucap Deka sambil tertawa, karena kebayang Maya yang ngasih unjuk buku 1001 cara menggaet gebetan.
Gendis sampai tertawa juga, karena Maya juga pernah ngasih unjuk buku itu ke dia.
"Oh ..., jadi Maya masih terus ngebantuin lo, dan udah tau siapa yang lo deketin?" ucap Gendis sambil tersenyum.
"Iya, dia bantuin gue banget Ndis, dan nggak maksain gue buat deketin itu cewek. Karena tau, kalo cewek itu masih sayang sama cowoknya, walaupun cowoknya udah meninggal."
Senyum Gendis langsung memudar, setelah mendengar penuturan Deka barusan.
Deka mulai memperjelas perempuan yang dicurhatkannya itu, "cewek itu, lo Ndis."
Gendis mulai canggung, karena Deka tau dengan sendirinya kalau Gendis emang nggak bisa nerima Deka, tanpa harus Deka utarakan perasaannya ke Gendis.
Semenjak mereka berteman, Deka banyak mencari tau tentang Gendis.
Deka juga tau Gendis pernah naksir Adam waktu kelas 1, Maya juga udah ngejelasin, kalau sekarang hubungan mereka malah nggak sedeket itu, karena Adam sendiri yang menjauhi Gendis.
Deka nggak mau punya hubungan canggung kayak gitu, dia mau tetep suka sama Gendis, sekalipun Gendis nggak bisa membalas perasaannya itu dan dia tetep mau temenan sama Gendis, setelah tau akan ada penolakan dari Gendis.
"Sebentar, jadi cowok yang waktu itu kasih boneka ke gue? Terus kasih surat ke gue, itu lo?"
"Iya, boneka itu emang untuk lo dari gue. Maksudnya, supaya gue bisa tau kesukaan lo apaan. Dan bisa ngobrol sama lo, walaupun lo nggak suka sama orang baru."
"Oh iya, jangan lupain juga Ndis, tulisan di papan tulis dan teriakan yang manggil nama lo." imbuh Deka lagi, menambahkan perkataan Gendis tadi.
Sementara Gendis malah diam, dan bikin Deka sampai was-was, "lo nggak takut sama gue kan, Ndis? Nggak benci sama gue juga, kan?"
Gendis memegang bahu Deka, supaya Deka berhenti ngoceh yang nggak-nggak.
"Jangan mikir gitu Deka."
"Gue malah mau berterima kasih, karena lo udah suka sama gue, tapi juga maaf. Gue nggak bisa balas perasaan suka lo, Deka." Gendis beneran nggak canggung berhadapan sama Deka, malah saling pandang kayak apa yang Deka bilang tadi.
"Sebenernya, bukan karena gue masih inget sama pacar yang udah meninggal, tapi karena emang udah ada cowok lain," ucap Gendis lagi.
Deka terkejut mendengar ucapan Gendis yang ternyata udah bisa lupain Doni, dan malah jujur ke Deka kalau bukan karena masih ada Doni, tapi karena ada cowok lain.
"Iya, gue ngerti kok Ndis, makanya gue nggak pernah bilang sama lo."
"Setelah temenan sama lo, gue beneran kepingin temenan, walapun ada perasaan suka tanpa lo tau."
Deka mengajak Gendis saling jabat tangan, dia beneran nggak mau memutus hubungan pertemannnya, dia juga yakin kalau Gendis bukan orang yang mudah memusuhi orang, tanpa ada kesalahan di orang itu.
🔜 Next 🔜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments